Kerja Sama PDAM Tangerang-Perusahaan Asing Jadi Temuan BPKP
A
A
A
TANGERANG - Proyek pengembangan air bersih kerja sama PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang dengan PT Moya, perusahaan asal Bahrain hingga kini jalan di tempat.
Berbagai kendala menyebabkan proyek pengembangan tak berjalan sebagaimana mestinya. Kerja sama PDAM dengan perusahaan tersebut dimulai sejak 18 Februari 2012.
Proyek kemitraan berupa peningkatan kapasitas produksi melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) baru dengan kapasitas 3x500 liter per detik dan rehabilitasi IPA lama sebesar 420 liter per detik dengan nilai investasi sebesar Rp1,06 triliun.
Dengan kerja sama itu PDAM diharapkan bisa mempercepat pelayanan air minum masyarakat Kota Tangerang di tiga zona wilayah yaitu Zona-1 (Cipondoh, Neglasari, Benda dan Batu Ceper), Zona-2 (Karawaci, Cibodas, Jatiuwung, Priuk). Serta Zona-3 (Karang Tengah, Pinang, Larangan, Ciledug).
Namun, yang terjadi kerja sama itu malah berujung menjadi temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena dianggap merugikan PDAM.
Anggota Dewan Pengawas PDAM TB Kota Tangerang Dodi Effendi mengatakan, salah satu penyebab mandeknya proyek pengembangan tersebut adalah masalah tarif. Pada awal perjanjian PT Moya meminta tarif air sebesar Rp3.750 per kubik air bersih yang harus dibayar PDAM untuk disalurkan kepada masyarakat.
Besar tarif tersebut menjadi temuan BPKP karena dinilai berpotensi merugikan PDAM. “Atas temuan itu, BPKP mengeluarkan rekomendasi agar PDAM mengkaji ulang kerja sama dengan PT Moya yakni mengubah tarif agar lebih rendah dari Rp3.750 per kubik dan memfokuskan pengembangan di zona 1 saja. Intinya agar tidak merugi,” kata Dodi, Jumat (8/1/2016).
Dodi menambahkan, temuan tersebut mengakibatkan terhentinya pengerjaan proyek kerja sama untuk sementara waktu. Sebagai Dewan Pengawas, Dodi terus mendorong PDAM melakukan kerja sama ulang dengan Moya.
Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan. Dia menilai satu tahun kinerja Direktur PDAM TB Suyanto belum ada hasil.
Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Langganan PDAM TB Edi Kurniadi beralasan kendala lain kerja sama pengembangan air bersih dengan PT Moya adalah penghapusan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi.
“Karena undang-undang dihapus, kerja sama penyediaan air bersih dengan perusahaan swasta dan asing harus dikaji ulang. Mereka (PT Moya) pasti juga tidak mau terlibat masalah hukum,” jelasnya.
Menurut Edi, sejak awal kerjasama, PT Moya telah membangun satu IPA berkapasasitas 500 liter per detik di atas tanah seluas 1 hektare di zona satu. Intake dan tempat pengolahan juga sudah selesai dibangun, tetapi jaringan pipa baru dibangun untuk ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta saja.
“Pengembangan zona 1 ini nantinya untuk melayanani 25.800 sambungan langganan. Untuk melanjutkan pengerjaannya, kita masih menunggu kesepakatan review kerja sama dengan PT Moya,” kata Edi.
Berbagai kendala menyebabkan proyek pengembangan tak berjalan sebagaimana mestinya. Kerja sama PDAM dengan perusahaan tersebut dimulai sejak 18 Februari 2012.
Proyek kemitraan berupa peningkatan kapasitas produksi melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) baru dengan kapasitas 3x500 liter per detik dan rehabilitasi IPA lama sebesar 420 liter per detik dengan nilai investasi sebesar Rp1,06 triliun.
Dengan kerja sama itu PDAM diharapkan bisa mempercepat pelayanan air minum masyarakat Kota Tangerang di tiga zona wilayah yaitu Zona-1 (Cipondoh, Neglasari, Benda dan Batu Ceper), Zona-2 (Karawaci, Cibodas, Jatiuwung, Priuk). Serta Zona-3 (Karang Tengah, Pinang, Larangan, Ciledug).
Namun, yang terjadi kerja sama itu malah berujung menjadi temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena dianggap merugikan PDAM.
Anggota Dewan Pengawas PDAM TB Kota Tangerang Dodi Effendi mengatakan, salah satu penyebab mandeknya proyek pengembangan tersebut adalah masalah tarif. Pada awal perjanjian PT Moya meminta tarif air sebesar Rp3.750 per kubik air bersih yang harus dibayar PDAM untuk disalurkan kepada masyarakat.
Besar tarif tersebut menjadi temuan BPKP karena dinilai berpotensi merugikan PDAM. “Atas temuan itu, BPKP mengeluarkan rekomendasi agar PDAM mengkaji ulang kerja sama dengan PT Moya yakni mengubah tarif agar lebih rendah dari Rp3.750 per kubik dan memfokuskan pengembangan di zona 1 saja. Intinya agar tidak merugi,” kata Dodi, Jumat (8/1/2016).
Dodi menambahkan, temuan tersebut mengakibatkan terhentinya pengerjaan proyek kerja sama untuk sementara waktu. Sebagai Dewan Pengawas, Dodi terus mendorong PDAM melakukan kerja sama ulang dengan Moya.
Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan. Dia menilai satu tahun kinerja Direktur PDAM TB Suyanto belum ada hasil.
Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Langganan PDAM TB Edi Kurniadi beralasan kendala lain kerja sama pengembangan air bersih dengan PT Moya adalah penghapusan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi.
“Karena undang-undang dihapus, kerja sama penyediaan air bersih dengan perusahaan swasta dan asing harus dikaji ulang. Mereka (PT Moya) pasti juga tidak mau terlibat masalah hukum,” jelasnya.
Menurut Edi, sejak awal kerjasama, PT Moya telah membangun satu IPA berkapasasitas 500 liter per detik di atas tanah seluas 1 hektare di zona satu. Intake dan tempat pengolahan juga sudah selesai dibangun, tetapi jaringan pipa baru dibangun untuk ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta saja.
“Pengembangan zona 1 ini nantinya untuk melayanani 25.800 sambungan langganan. Untuk melanjutkan pengerjaannya, kita masih menunggu kesepakatan review kerja sama dengan PT Moya,” kata Edi.
(whb)