Serapan Anggaran Rendah, Ahok Jangan Hanya Menyalahkan Anak Buah
A
A
A
JAKARTA - Tiga tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta dinilai tidak memberikan progres penyerapan anggaran yang signifikan.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, selama tiga tahun memimpin Jakarta, Ahok tidak memberikan progres penyerapan anggaran yang signifikan. Menurut Nirwono menuturkan, hasil itu sangat merugikan warga Jakarta meski Ahok berkali-kali membuktikan telah menyelamatkan uang negara.
"Kenapa selama tiga tahun masih saja menyelamatkan uang. Sedangkan penyerapan selalu terpuruk. Tidak ada kemajuan, ini harus dievaluasi, jangan terus salahkan anak buah," kata Nirwono, Minggu (30/8/2015).
Berdasarkan pengamatannya, kata Nirwono, ada tiga hal yang menjadi kendala terpuruknya penyerapan anggaran. Pertama, ketidaksiapan SKPD menghadapi e-budgeting. Kemudian, kebutuhan SKPD dan yang tercantum tidak sama. Artinya tidak ada kordinasi yang matang.
Kedua, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sengaja menunda dan hingga akhirnya batal. Menurut Nirwono, PPK merasa dengan kondisi sekarang tidak dapat dukungan dari pimpinan.
Banyak dari mereka yang mengeluhkan apabila dilakukan akan terkena ketentuan hukum. Ketiga, tidak adanya upaya memperbaiki komunikasi antara Gubernur dengan DPRD.
"Ini harus menjadi intropeksi. Pembangunan lebih banyak pihak ketiga. Ini bukan prestasi, saya kira rendahnya penyerapan akan terjadi sampai 2017, paling tinggi 45%," paparnya.
Terkait pengurangan anggaran pada perubahan, Nirwono menuturkan, jika itu merupakan strategi agar penyerapan terlihat maksimal. Sebab, apabila dibandingkan dengan daerah lain, pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta sangat besar dan tidak terpengaruh dengan kondisi ekonomi saat ini.
"20% dari Rp69 triliun itu lebih besar dibanding 20% dari Rp65 triliun. Harusnya meningkat. Penurunan itu akibat target target pajak daerah yang meleset," pungkasnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, selama tiga tahun memimpin Jakarta, Ahok tidak memberikan progres penyerapan anggaran yang signifikan. Menurut Nirwono menuturkan, hasil itu sangat merugikan warga Jakarta meski Ahok berkali-kali membuktikan telah menyelamatkan uang negara.
"Kenapa selama tiga tahun masih saja menyelamatkan uang. Sedangkan penyerapan selalu terpuruk. Tidak ada kemajuan, ini harus dievaluasi, jangan terus salahkan anak buah," kata Nirwono, Minggu (30/8/2015).
Berdasarkan pengamatannya, kata Nirwono, ada tiga hal yang menjadi kendala terpuruknya penyerapan anggaran. Pertama, ketidaksiapan SKPD menghadapi e-budgeting. Kemudian, kebutuhan SKPD dan yang tercantum tidak sama. Artinya tidak ada kordinasi yang matang.
Kedua, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sengaja menunda dan hingga akhirnya batal. Menurut Nirwono, PPK merasa dengan kondisi sekarang tidak dapat dukungan dari pimpinan.
Banyak dari mereka yang mengeluhkan apabila dilakukan akan terkena ketentuan hukum. Ketiga, tidak adanya upaya memperbaiki komunikasi antara Gubernur dengan DPRD.
"Ini harus menjadi intropeksi. Pembangunan lebih banyak pihak ketiga. Ini bukan prestasi, saya kira rendahnya penyerapan akan terjadi sampai 2017, paling tinggi 45%," paparnya.
Terkait pengurangan anggaran pada perubahan, Nirwono menuturkan, jika itu merupakan strategi agar penyerapan terlihat maksimal. Sebab, apabila dibandingkan dengan daerah lain, pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta sangat besar dan tidak terpengaruh dengan kondisi ekonomi saat ini.
"20% dari Rp69 triliun itu lebih besar dibanding 20% dari Rp65 triliun. Harusnya meningkat. Penurunan itu akibat target target pajak daerah yang meleset," pungkasnya.
(whb)