Kisah Manusia Kolong yang Bertahun-tahun Tinggal di Gelapnya Jalan Tol Wiyoto Wiyono
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jamiati (55), satu dari sekian banyak penghuni kolong tol yang sudah bertahun-tahun menetap di gelapnya kolong Jalan Tol Wiyoto Wiyono . Suara bising kendaraan melaju di atas jalan tol layang yang menghubungkan Tanjung Priok-Bandara Internasional Soekarno Hatta menjadi hal biasa didengar.
"Mobil ngebut, suara klakson mobil saat macet hingga ledakan ban mobil besar atau kontainer jadi hal yang biasa di sini. Bahkan, kondisi becek saat hujan juga hal biasa," ujar Jamiati yang sejak tahun 2008 mengadu nasib dari Madiun, Jawa Timur ke Jakarta bersama suaminya saat ditemui SINDOnews, Kamis (17/11/2022).
Meski menghuni kolong tol yang kumuh dan berbahaya, dia mengaku nyaman. Bahkan, tempat tinggalnya dianggap aman dari bentuk tindak kejahatan.
Baca juga: Anies Sulap Kolong Tol Kalimalang Jadi Trek Sepeda
"Kriminal kalau di sini tidak ada ya gimana kita menyikapinya saja dan saya nggak takut karena selalu berhubungan baik dengan warga sekitar," ucapnya.
Dia juga bersyukur menjadi manusia kolong karena masih bisa makan dan tinggal seadanya. Namun, ada juga kegelisahan menyelimuti tatkala muncul rencana pembangunan yang tentunya membuat warga bersiap-siap pindah.
"Katanya mau dibangun flyover lalu stadion, tapi itu masih isu-isu belum turun juga suratnya," kata Jamiati yang menetap di Jalan Inspeksi Kali Duri, Muara Karang Timur, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara atau lebih dikenal kolong Tol Air Baja.
Meski sudah siap dengan segala risiko ke depannya, dia berharap pemerintah membantu dirinya dan manusia kolong tol lainnya. "Kalau seumpama dikasih rumah susun saya mau saja kalau itu lebih baik," ucapnya.
Sebelum tinggal di kolong tol, Jamiati membangun rumah semipermanen di Bantaran Kali Item, Jakarta Barat. "Saya kerja buruh di perusahaan dan suami sopir. Memang apa-apa semuanya mahal hingga pada akhirnya saya dan suami tinggal di pinggir Kali Item," ujarnya.
Jamiati (55), penghuni kolong Tol Wiyoto Wiyono. Foto: SINDOnews/Yohannes Tobing
Hampir 10 tahun lamanya, Jamiati dan keluarga kecilnya tinggal di bantaran kali. Namun, adanya peraturan gubernur yang saat itu tidak memperbolehkan bangunan di bantaran kali akhirnya bangunan milik Jamiati dibongkar.
"Waktu itu gubernurnya dijabat Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) akhirnya dibongkar dan tidak lama kita sama warga lainnya korban bongkaran pindah di kolong tol," ungkapnya.
Sama halnya saat tinggal di bantaran kali, Jamiati juga membangun rumah semipermanen dengan tembok yang terbuat dari kayu tripleks. Alhasil, kawasan permukiman kolong tol ini terbangun.
Kolong Tol Kerap Dilintasi Penjambret
Hampir sama dengan Jamiati, penghuni kolong Tol Jembatan Tiga Penjaringan, Jakarta Utara bernama Alexander Rudi atau disapa Acun mengaku nyaman tinggal di kolong tol dibanding tinggal di rumah aslinya.
Dia menjadi manusia kolong sejak 2001. "Sejak tol jadi sudah di sini sekitar 1996 tepatnya lima tahun setelah jadi tahun 2001. Saya lebih nyaman saja dan tidak pusing. Saya juga punya rumah di sebelah, tapi saya pilih di sini karena berdagang dan tinggal di sini," ujar Acun.
Menurut dia, di kolong tol Jembatan Tiga sudah beberapa kali pelaku kejahatan ditangkap. "Sering ditangkap itu cuma narkoba sekitar empat kali di kolong tol ini," ucapnya.
Tak hanya kasus narkoba, tempat tinggalnya juga kerap dilewati penjambret. "Di sini juga sering melintas penjambret, tapi dia bukan orang sini. Tapi, sekarang sudah nggak ada karena polisi Penjaringan sekarang mulai intensif dan penjambret jarang," katanya.
Warga kolong tol yang sebagian besar adalah pendatang luar Jakarta dengan pekerjaan pedagang cukup kompak dan tertib aturan. "Kita sering gotong-royong bersihin sampah, bahkan seperti siskamling di sini juga terjamin. RT/RW kita juga ada sampai iuran sampah Rp10 ribu per bulan," ujar Acun.
"Mobil ngebut, suara klakson mobil saat macet hingga ledakan ban mobil besar atau kontainer jadi hal yang biasa di sini. Bahkan, kondisi becek saat hujan juga hal biasa," ujar Jamiati yang sejak tahun 2008 mengadu nasib dari Madiun, Jawa Timur ke Jakarta bersama suaminya saat ditemui SINDOnews, Kamis (17/11/2022).
Meski menghuni kolong tol yang kumuh dan berbahaya, dia mengaku nyaman. Bahkan, tempat tinggalnya dianggap aman dari bentuk tindak kejahatan.
Baca juga: Anies Sulap Kolong Tol Kalimalang Jadi Trek Sepeda
"Kriminal kalau di sini tidak ada ya gimana kita menyikapinya saja dan saya nggak takut karena selalu berhubungan baik dengan warga sekitar," ucapnya.
Dia juga bersyukur menjadi manusia kolong karena masih bisa makan dan tinggal seadanya. Namun, ada juga kegelisahan menyelimuti tatkala muncul rencana pembangunan yang tentunya membuat warga bersiap-siap pindah.
"Katanya mau dibangun flyover lalu stadion, tapi itu masih isu-isu belum turun juga suratnya," kata Jamiati yang menetap di Jalan Inspeksi Kali Duri, Muara Karang Timur, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara atau lebih dikenal kolong Tol Air Baja.
Meski sudah siap dengan segala risiko ke depannya, dia berharap pemerintah membantu dirinya dan manusia kolong tol lainnya. "Kalau seumpama dikasih rumah susun saya mau saja kalau itu lebih baik," ucapnya.
Sebelum tinggal di kolong tol, Jamiati membangun rumah semipermanen di Bantaran Kali Item, Jakarta Barat. "Saya kerja buruh di perusahaan dan suami sopir. Memang apa-apa semuanya mahal hingga pada akhirnya saya dan suami tinggal di pinggir Kali Item," ujarnya.
Jamiati (55), penghuni kolong Tol Wiyoto Wiyono. Foto: SINDOnews/Yohannes Tobing
Hampir 10 tahun lamanya, Jamiati dan keluarga kecilnya tinggal di bantaran kali. Namun, adanya peraturan gubernur yang saat itu tidak memperbolehkan bangunan di bantaran kali akhirnya bangunan milik Jamiati dibongkar.
"Waktu itu gubernurnya dijabat Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) akhirnya dibongkar dan tidak lama kita sama warga lainnya korban bongkaran pindah di kolong tol," ungkapnya.
Sama halnya saat tinggal di bantaran kali, Jamiati juga membangun rumah semipermanen dengan tembok yang terbuat dari kayu tripleks. Alhasil, kawasan permukiman kolong tol ini terbangun.
Kolong Tol Kerap Dilintasi Penjambret
Hampir sama dengan Jamiati, penghuni kolong Tol Jembatan Tiga Penjaringan, Jakarta Utara bernama Alexander Rudi atau disapa Acun mengaku nyaman tinggal di kolong tol dibanding tinggal di rumah aslinya.
Dia menjadi manusia kolong sejak 2001. "Sejak tol jadi sudah di sini sekitar 1996 tepatnya lima tahun setelah jadi tahun 2001. Saya lebih nyaman saja dan tidak pusing. Saya juga punya rumah di sebelah, tapi saya pilih di sini karena berdagang dan tinggal di sini," ujar Acun.
Menurut dia, di kolong tol Jembatan Tiga sudah beberapa kali pelaku kejahatan ditangkap. "Sering ditangkap itu cuma narkoba sekitar empat kali di kolong tol ini," ucapnya.
Tak hanya kasus narkoba, tempat tinggalnya juga kerap dilewati penjambret. "Di sini juga sering melintas penjambret, tapi dia bukan orang sini. Tapi, sekarang sudah nggak ada karena polisi Penjaringan sekarang mulai intensif dan penjambret jarang," katanya.
Warga kolong tol yang sebagian besar adalah pendatang luar Jakarta dengan pekerjaan pedagang cukup kompak dan tertib aturan. "Kita sering gotong-royong bersihin sampah, bahkan seperti siskamling di sini juga terjamin. RT/RW kita juga ada sampai iuran sampah Rp10 ribu per bulan," ujar Acun.
(jon)