Random Swab Test Penumpang KRL Commuterline untuk Analisa Penyebaran Covid-19

Senin, 27 April 2020 - 19:51 WIB
loading...
Random Swab Test Penumpang...
Ratusan penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor melakukan swab test virus Corona.Foto/SINDOnews/Haryudi
A A A
BOGOR - Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim menyebutkan pelaksanaan swab test secara acak (random) bagi ratusan penumpang dan petugas Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline di Stasiun Bogor, Senin (27/04) sangat penting. Pengambilan spesimen yang dilakukan secara acak ini dilakukan untuk menganalisis penyebaran covid-19 pada moda transportasi publik.

"Kita dibantu Pemprov Jawa Barat melakukan tes swab di Stasiun Bogor. Total yang diambil spesimennya ada 350 orang. Hasilnya nanti akan diketahui dalam 3-4 hari. Dari hasil tes ini nantinya akan dilihat apakah perjalanan KRL ini berisiko Covid tinggi atau rendah. Kemudian bisa menjadi dasar untuk kemudian menentukan arah kebijakan," ungkap Dedie kepada wartawan Senin (27/4/2020).

Dia menambahkan, random swab test seperti ini juga masuk ke dalam salah satu catatan dan permintaan lima daerah di Bogor, Depok dan Bekasi yang menginginkan adanya rapid test bagi para penumpang transportasi publik secara acak untuk menjaring penumpang yang terindikasi sebagai karier atau pembawa virus.

"Kita harapkan tentunya risiko semakin rendah, penumpang juga semakin sadar social atau physical distancing," terangnya. (Baca: 350 Penumpang KRL Jalani Swab Test Massal di Stasiun Bogor)

Di Kota Bogor sendiri kurvanya landai, namun demikian penumpang KRL itu kan saling terintegrasi. Bogor tidak berdiri sendiri. Jabodetabek itu saling terkait satu sama lain, jadi satu kesatuan atau episentrum. "Intinya semua wilayah di bodebek harus bersama-sama untuk atasi covid. Bagi kami yang penting kita lakukan bersama-sama langkah secara terus-menerus untuk menekan penyebaran covid," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Divisi Pelacakan Kontak dan Deteksi Dini Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, dari hasil analisis awal diketahui bahwa pencegahan ini berangkat dari sumber penyebaran."Dari beberapa data kasus positif di Jawa Barat tadinya hanya dari kedatangan luar negeri kemudian bergerak menjadi klaster-klaster dan sekarang bergerak ke local transmission. Nah dari jumlah ini kurang lebih sekitar 30 persenan yang kita tracking, yang paling berisiko di titik mobilisasi masyarakat seperti di terminal, pelabuhan bandara dan stasiun," ungkapnya.

Dia menjelaskan, sebelumnya sudah dilakukan hal serupa di Terminal Leuwipanjang, Bandung, dan diketahui hasilnya ada satu warga yang positif dari 100 spesimen yang diambil. "Karena pertimbangan itu kemudian kita coba bikin pra analitik untuk di commuterline karena pergerakan cukup tinggi di Jakarta sebagai episentrum dan Bogor sebagai pergerakan masyarakat," jelasnya.

Dedi menambahkan, pada test swab di Stasiun Bogor dilakukan pengambilan sampel spesimen kepada 350 orang. "Dari 350 itu dibagi dua kategori, 300 sampling untuk penumpang dan 50 untuk petugas. Karena petugas juga memiliki risiko lantaran bersinggungan langsung dengan masyarakat. Yang 300 sampling itu kita bagi lagi ke dalam dua kategori, yakni kedatangan dan keberangkatan. Karena kita tidak punya data awal makanya kita sampling berdasarkan usia yang mempunyai risiko tinggi, yakni penumpang berusia 50 tahun ke atas kurang lebih 200 orang dan di bawah usia itu sisanya," terangnya.

Hasil swab test tersebut, lanjutnya, akan diketahui dalam waktu 3-4 hari. "Tadi kan penumpang yang swab diberikan formulir dan isi nomor kontak. Nanti hasilnya, baik positif maupun negatif akan diumumkan secara personal melalui SMS. Kalau yang positif langsung dilakukan penjemputan oleh Dinas Kesehatan setempat," ucapnya.
(hab)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1491 seconds (0.1#10.140)