Penerimaan Siswa Baru, Disdik DKI Buka Jalur Zonasi RW
loading...
A
A
A
Untuk diketahui, sejak 2017, dalam Permendikbud No. 17 Pasal 12 dan 13, sudah dinyatakan bahwa usia menjadi kriteria pada proses seleksi Jalur Zonasi. (
)
Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI, Hamid Muhammad mengungkapkan, usia digunakan sebagai kriteria yang netral, dibandingkan dengan nilai ujian atau prestasi akademik yang dulu selalu digunakan sebagai kriteria yang paling utama.
"Sudah sangat banyak penelitian, baik di internasional maupun di Indonesia, yang menunjukkan bahwa ketika seleksi berdasarkan nilai akademik, hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin sangat termarjinalisasi. Oleh karena itu, perlu ada kriteria yang lebih netral," terang Hamid.
Menanggapi jumlah kuota Jalur Zonasi di DKI Jakarta sebesar 40 persen, sedangkan Permendikbud menetapkan 50 persen, Nahdiana juga menjelaskan, kebijakan ini diambil lantaran kuota Jalur Afirmasi di DKI Jakarta diperbanyak menjadi 25 persen, sementara di Permendikbud angka minimumnya adalah 15 persen. Sehingga, terdapat selisih 10 persen dari Jalur Zonasi tersebut yang masuk ke Jalur Afirmasi.
"Hal ini dilakukan karena kami ingin meningkatkan upaya untuk membuka kesempatan kepada anak-anak miskin lebih besar. Jalur Zonasi tidak dirancang sepenuhnya untuk itu, maka yang dibesarkan adalah Jalur Afirmasi. Data di DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa lokasi sekolah belum tersebar merata, maka untuk dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin, kebijakannya sebaiknya tidak berdasarkan lokasi saja," tuturnya.
Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI, Hamid Muhammad mengungkapkan, usia digunakan sebagai kriteria yang netral, dibandingkan dengan nilai ujian atau prestasi akademik yang dulu selalu digunakan sebagai kriteria yang paling utama.
"Sudah sangat banyak penelitian, baik di internasional maupun di Indonesia, yang menunjukkan bahwa ketika seleksi berdasarkan nilai akademik, hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin sangat termarjinalisasi. Oleh karena itu, perlu ada kriteria yang lebih netral," terang Hamid.
Menanggapi jumlah kuota Jalur Zonasi di DKI Jakarta sebesar 40 persen, sedangkan Permendikbud menetapkan 50 persen, Nahdiana juga menjelaskan, kebijakan ini diambil lantaran kuota Jalur Afirmasi di DKI Jakarta diperbanyak menjadi 25 persen, sementara di Permendikbud angka minimumnya adalah 15 persen. Sehingga, terdapat selisih 10 persen dari Jalur Zonasi tersebut yang masuk ke Jalur Afirmasi.
"Hal ini dilakukan karena kami ingin meningkatkan upaya untuk membuka kesempatan kepada anak-anak miskin lebih besar. Jalur Zonasi tidak dirancang sepenuhnya untuk itu, maka yang dibesarkan adalah Jalur Afirmasi. Data di DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa lokasi sekolah belum tersebar merata, maka untuk dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin, kebijakannya sebaiknya tidak berdasarkan lokasi saja," tuturnya.
(mhd)