Penerimaan Siswa Baru, Disdik DKI Buka Jalur Zonasi RW
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan membuka jalur baru untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta Tahun Ajaran 2020/2021. Jalur Zonasi Bina RW Sekolah untuk mengakomodir tingginya minat masyarakat bersekolah di sekolah negeri.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana mengatakan, dengan kebijakan baru ini Pemrov DKI juga menambah kuota siswa per kelas. Kata dia, yang tadinya 36 menjadi 40 siswa per kelas.
"Kami menggunakan data untuk menentukan siapa yang bisa masuk lewat jalur ini, benar-benar dihitung berdasarkan data PPDB tahun ini. Kami juga menambah kursi untuk dapat membuka Jalur ini, sehingga setiap rombel akan menjadi 40 siswa, tidak 36 lagi. Ini pun sudah kami pelajari dan pertimbangkan, bahwa penambahan ini diharapkan tidak akan menurunkan kualitas belajar," kata Nahdiana di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Proses seleksi dilakukan dengan cara menyeleksi calon peserta didik baru sesuai dengan domisili yang sama dengan RW sekolah. Jika daya tampung penuh, seleksi berikutnya akan mempertimbangkan usia.
Proses pendaftaran untuk Jalur Zonasi Bina RW Sekolah ini dilakukan pada tanggal 4-5 Juli 2020 dan lapor diri pada tanggal 6 Juli 2020. Jika terdapat kuota sisa yang tidak terisi, maka sisa kuota dialihkan ke seleksi tahap akhir.
Lebih lanjut dalam keterangannya, Nahdiana menyampaikan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam melaksanakan PPDB Tahun Ajaran 2020/2021.
Seluruh aturan yang ditetapkan di DKI Jakarta telah mengacu pada Permendikbud No. 44 Tahun 2019 dan Pergub Nomor 43 Tahun 2019. ( )
Nahdiana menegaskan, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen menyediakan pendidikan untuk seluruh warganya, tidak diskriminatif, tidak hanya terbatas pada mereka yang berprestasi tinggi saja.
Mengingat jumlah peminat sekolah negeri di DKI Jakarta yang begitu banyak, sampai dengan saat ini sudah sebanyak 332.000 yang mengajukan akun dalam pendaftaran, maka perlu adanya kebijakan pendidikan yang merata untuk semua.
"Sehingga, perbedaan yang paling nyata pada tahun ini dari PPDB tahun-tahun sebelumnya adalah tidak digunakannya nilai atau prestasi akademik sebagai kriteria Jalur Zonasi, melainkan menggunakan seleksi pembatasan zona, usia, pilihan sekolah, dan waktu mendaftar," ujar Nahdiana.
Untuk diketahui, sejak 2017, dalam Permendikbud No. 17 Pasal 12 dan 13, sudah dinyatakan bahwa usia menjadi kriteria pada proses seleksi Jalur Zonasi. ( )
Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI, Hamid Muhammad mengungkapkan, usia digunakan sebagai kriteria yang netral, dibandingkan dengan nilai ujian atau prestasi akademik yang dulu selalu digunakan sebagai kriteria yang paling utama.
"Sudah sangat banyak penelitian, baik di internasional maupun di Indonesia, yang menunjukkan bahwa ketika seleksi berdasarkan nilai akademik, hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin sangat termarjinalisasi. Oleh karena itu, perlu ada kriteria yang lebih netral," terang Hamid.
Menanggapi jumlah kuota Jalur Zonasi di DKI Jakarta sebesar 40 persen, sedangkan Permendikbud menetapkan 50 persen, Nahdiana juga menjelaskan, kebijakan ini diambil lantaran kuota Jalur Afirmasi di DKI Jakarta diperbanyak menjadi 25 persen, sementara di Permendikbud angka minimumnya adalah 15 persen. Sehingga, terdapat selisih 10 persen dari Jalur Zonasi tersebut yang masuk ke Jalur Afirmasi.
"Hal ini dilakukan karena kami ingin meningkatkan upaya untuk membuka kesempatan kepada anak-anak miskin lebih besar. Jalur Zonasi tidak dirancang sepenuhnya untuk itu, maka yang dibesarkan adalah Jalur Afirmasi. Data di DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa lokasi sekolah belum tersebar merata, maka untuk dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin, kebijakannya sebaiknya tidak berdasarkan lokasi saja," tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana mengatakan, dengan kebijakan baru ini Pemrov DKI juga menambah kuota siswa per kelas. Kata dia, yang tadinya 36 menjadi 40 siswa per kelas.
"Kami menggunakan data untuk menentukan siapa yang bisa masuk lewat jalur ini, benar-benar dihitung berdasarkan data PPDB tahun ini. Kami juga menambah kursi untuk dapat membuka Jalur ini, sehingga setiap rombel akan menjadi 40 siswa, tidak 36 lagi. Ini pun sudah kami pelajari dan pertimbangkan, bahwa penambahan ini diharapkan tidak akan menurunkan kualitas belajar," kata Nahdiana di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Proses seleksi dilakukan dengan cara menyeleksi calon peserta didik baru sesuai dengan domisili yang sama dengan RW sekolah. Jika daya tampung penuh, seleksi berikutnya akan mempertimbangkan usia.
Proses pendaftaran untuk Jalur Zonasi Bina RW Sekolah ini dilakukan pada tanggal 4-5 Juli 2020 dan lapor diri pada tanggal 6 Juli 2020. Jika terdapat kuota sisa yang tidak terisi, maka sisa kuota dialihkan ke seleksi tahap akhir.
Lebih lanjut dalam keterangannya, Nahdiana menyampaikan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam melaksanakan PPDB Tahun Ajaran 2020/2021.
Seluruh aturan yang ditetapkan di DKI Jakarta telah mengacu pada Permendikbud No. 44 Tahun 2019 dan Pergub Nomor 43 Tahun 2019. ( )
Nahdiana menegaskan, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen menyediakan pendidikan untuk seluruh warganya, tidak diskriminatif, tidak hanya terbatas pada mereka yang berprestasi tinggi saja.
Mengingat jumlah peminat sekolah negeri di DKI Jakarta yang begitu banyak, sampai dengan saat ini sudah sebanyak 332.000 yang mengajukan akun dalam pendaftaran, maka perlu adanya kebijakan pendidikan yang merata untuk semua.
"Sehingga, perbedaan yang paling nyata pada tahun ini dari PPDB tahun-tahun sebelumnya adalah tidak digunakannya nilai atau prestasi akademik sebagai kriteria Jalur Zonasi, melainkan menggunakan seleksi pembatasan zona, usia, pilihan sekolah, dan waktu mendaftar," ujar Nahdiana.
Untuk diketahui, sejak 2017, dalam Permendikbud No. 17 Pasal 12 dan 13, sudah dinyatakan bahwa usia menjadi kriteria pada proses seleksi Jalur Zonasi. ( )
Dirjen Dikdasmen Kemendikbud RI, Hamid Muhammad mengungkapkan, usia digunakan sebagai kriteria yang netral, dibandingkan dengan nilai ujian atau prestasi akademik yang dulu selalu digunakan sebagai kriteria yang paling utama.
"Sudah sangat banyak penelitian, baik di internasional maupun di Indonesia, yang menunjukkan bahwa ketika seleksi berdasarkan nilai akademik, hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin sangat termarjinalisasi. Oleh karena itu, perlu ada kriteria yang lebih netral," terang Hamid.
Menanggapi jumlah kuota Jalur Zonasi di DKI Jakarta sebesar 40 persen, sedangkan Permendikbud menetapkan 50 persen, Nahdiana juga menjelaskan, kebijakan ini diambil lantaran kuota Jalur Afirmasi di DKI Jakarta diperbanyak menjadi 25 persen, sementara di Permendikbud angka minimumnya adalah 15 persen. Sehingga, terdapat selisih 10 persen dari Jalur Zonasi tersebut yang masuk ke Jalur Afirmasi.
"Hal ini dilakukan karena kami ingin meningkatkan upaya untuk membuka kesempatan kepada anak-anak miskin lebih besar. Jalur Zonasi tidak dirancang sepenuhnya untuk itu, maka yang dibesarkan adalah Jalur Afirmasi. Data di DKI Jakarta juga menunjukkan bahwa lokasi sekolah belum tersebar merata, maka untuk dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin, kebijakannya sebaiknya tidak berdasarkan lokasi saja," tuturnya.
(mhd)