Polisi Tangkap 6 Mafia Tanah Pemalsu Sertifikat di Bogor
loading...
A
A
A
BOGOR - Polres Bogor menangkap enam pelaku mafia tanah pemalsu sertifikat tanah di Kabupaten Bogor. Salah satu pelaku merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.
Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin mengatakan, keenam pelaku masing-masing berinisial MT alias KM (30), SP alias BK (31), AR (28), AG (23), dan RGT (25). Terakhir yakni, DK (49) ASN di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang menjabat sebagai Ketua Panitia Ajudikasi PTSL.
"Satu orang ASN di BPN kami tetapkan tersangka namun saat ini sedang proses pemeriksaan di Satreskrim. Lima pelaku yang lainnya adalah calo," kata Iman kepada wartawan, Senin (1/8/2022).
Adapun modusnya, para pelaku mengubah isi atau data serifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sertifikat yang telah terbit pada tahun 2017 itu diubah para pelaku sesuai permintaan dari pemohon sertifikat.
"Jadi ada sertifikat yang sudah terbit di BPN tahun 2017-2018 namun belum diserahkan ke pemiliknya karena masih harus ada dokumen yang dilengkapi. Dalam proses itu, ada pemohon sertifikat lain. Kemudian para pelaku memalsukan dengan menggunakan sertifikat yang belum lengkap tadi dengan cara dihapus menggunakan pemutih lalu diisi dengan dengan data pemohon baru," jelasnya.
Setelah menghapus data awal yang ada di sertifikat dengan cairan pemutih, selanjutnya diganti mencetak ulang isi sertifikat. Tak sampai di situ, pelaku juga masuk ke akun Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) milik pelaku DK untuk mengganti data.
"Nanti setelah bersih (sertifikat) mereka masukkan data pemilik baru sesuai dengan pemohon kepada mereka kepada calo-calo ini," ujarnya.
Kepada pemohon, para pelaku mematok tarif sekitar Rp25 juta. Aksi pemalsuan ini sudah dilakukan komplotan tersebut sejak tahun 2020 dengan kerugian masyarakat kurang lebih Rp10 miliar.
"Pelaku dijerat dengan Pasal 378, 263 serta Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara. Barang buktinya ada sebanyak 24 sertifikat tanah yang diproses pelaku AR dan lainnya. Kami sedang melakukan pendalaman terus ada tidaknya keterkaitan perangkat desa atau lainnya dalam kasus ini," ucapnya.
Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin mengatakan, keenam pelaku masing-masing berinisial MT alias KM (30), SP alias BK (31), AR (28), AG (23), dan RGT (25). Terakhir yakni, DK (49) ASN di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor yang menjabat sebagai Ketua Panitia Ajudikasi PTSL.
"Satu orang ASN di BPN kami tetapkan tersangka namun saat ini sedang proses pemeriksaan di Satreskrim. Lima pelaku yang lainnya adalah calo," kata Iman kepada wartawan, Senin (1/8/2022).
Adapun modusnya, para pelaku mengubah isi atau data serifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sertifikat yang telah terbit pada tahun 2017 itu diubah para pelaku sesuai permintaan dari pemohon sertifikat.
"Jadi ada sertifikat yang sudah terbit di BPN tahun 2017-2018 namun belum diserahkan ke pemiliknya karena masih harus ada dokumen yang dilengkapi. Dalam proses itu, ada pemohon sertifikat lain. Kemudian para pelaku memalsukan dengan menggunakan sertifikat yang belum lengkap tadi dengan cara dihapus menggunakan pemutih lalu diisi dengan dengan data pemohon baru," jelasnya.
Setelah menghapus data awal yang ada di sertifikat dengan cairan pemutih, selanjutnya diganti mencetak ulang isi sertifikat. Tak sampai di situ, pelaku juga masuk ke akun Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) milik pelaku DK untuk mengganti data.
"Nanti setelah bersih (sertifikat) mereka masukkan data pemilik baru sesuai dengan pemohon kepada mereka kepada calo-calo ini," ujarnya.
Kepada pemohon, para pelaku mematok tarif sekitar Rp25 juta. Aksi pemalsuan ini sudah dilakukan komplotan tersebut sejak tahun 2020 dengan kerugian masyarakat kurang lebih Rp10 miliar.
"Pelaku dijerat dengan Pasal 378, 263 serta Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara. Barang buktinya ada sebanyak 24 sertifikat tanah yang diproses pelaku AR dan lainnya. Kami sedang melakukan pendalaman terus ada tidaknya keterkaitan perangkat desa atau lainnya dalam kasus ini," ucapnya.
(hab)