Jakarta Terancam Tenggelam 2050, Kent: Pemprov DKI Harus Tegas pada Pelanggar Pengambilan Air Tanah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak kajian yang memprediksi Jakarta tenggelam pada tahun 2050. Penyebab utamanya adalah kombinasi dari penggunaan air tanah secara besar-besaran dan kenaikan muka air laut.
Untuk itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Hardiyanto Kenneth meminta Pemprov DKI mulai mengambil langkah antisipasi mulai dari sekarang sebelum terlambat. Pemprov DKI harus tegas kepada pelanggar pengambilan air tanah.
Menurut Kennet, prediksi Jakarta akan tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan bukan isapan jempol. Ia berharap para ilmuwan atau para ahli di bidangnya bisa melakukan langkah-langkah terobosan terkait apa yang akan mengancam Jakarta ke depan.
"Para ahli harus bisa sepemikiran dalam menanggapi masalah perubahan iklim dan pemanasan global," ujar Kenneth dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).
Pria yang akrab disapa Bang Kent melihat Jakarta saat ini masih dihadapkan dengan masalah lingkungan, mulai dari penurunan muka tanah akibat penyedotan air tanah yang tidak terkendali, kelangkaan air bersih, hingga ancaman banjir.
"Dalam beberapa dekade terakhir, masalah banjir sebagian didorong oleh pemompaan air tanah secara luas yang menyebabkan permukaan tanah menjadi menurun," tukasnya.
Berdasarkan beberapa perkiraan, kata dia, sebanyak 40 persen permukaan tanah Jakarta sekarang berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu, Pemprov DKI harus mulai mengambil langkah antisipasi mulai dari sekarang sebelum terlambat. Persoalan air bersih dan air tanah di Jakarta harus menjadi perhatian serius dan menjadi skala prioritas.
"Pemprov dalam hal ini harus bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga dahulu, baru bisa menghentikan perizinan pemompaan air tanah. Harus menjadi perhatian yang serius dan jadikan langkah prioritas," tegas ," kata Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI PPRA Angkatan LXII itu.
Diketahui, Pemprov DKI akan memberlakukan aturan zonasi bebas air tanah per 1 Agustus 2023. Aturan pelarangan penggunaan air tanah tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Gubernur Anies Baswedan pada 22 Oktober 2021.
Kent berharap kebijakan ini benar-benar konsisten. Pemprov DKI harus berani menindak jika ada yang melanggar.
"Saya berharap jangan hanya sebatas teori saja ya, harus benar-benar dan ada keberanian memberikan sanksi jika ada yang melanggar. Saya mau melihat Pemprov DKI berani tidak untuk mengeksekusinya," tandasnya.
Kent melihat di lapangan masih banyak rumah pensiunan dan mantan pejabat yang masih pakai air tanah. Kent ingin ada keadilan dan tepat sasaran dalam mengeksekusi aturan tersebut. "Jangan hanya masyarakat kecil saja yang jadi sasaran," ketus Kent.
Dalam kasus tersebut, sambung Kent, Pemprov DKI Jakarta harus berani menindak tegas para pelaku terkait pengambilan air tanah ini, dan juga harus memprioritaskan pembangunan akses air bersih agar warga pesisir dan gedung perkantoran tidak lagi menggunakan air tanah.
"Jika perlu Pemprov DKI dalam hal ini PAM Jaya bisa menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan sinergitas dalam melakukan penegakkan aturan ini. PAM Jaya sebaiknya bisa melibatkan berbagai pihak terkait air bersih agar mampu melayani seluruh kebutuhan air bersih warga Jakarta secara maksimal," tuturnya.
Kent juga meminta kepada Pemprov DKI Jakarta melakukan sosialisasi secara intens terkait pemakaian air tanah yang membuat permukaan tanah menurun yang dampaknya bisa mengakibatkan timbulnya bencana di Jakarta.
"Sosialisasi mengenai untuk tidak memakai air tanah saja tidak intens, yang paling penting itu langkah sosialisasi dulu di kedepankan agar masyarakat paham tentang pelarangan bahayanya pemakaian air tanah ini. Jika masih ngeyel, enggak bisa dibilangin baru masuk ke ranah penegakkan hukum dan baru bicara sanksi," tukasnya.
"Pemprov DKI harus rubah cara kerjanya, lebih intens dalam melakukan sosialisasi agar warga paham ke depannya tidak menggunakan air tanah lagi, serta juga lakukan percepatan waktu dalam pemasangan pipa air PAM Jaya agar masyarakat bisa segera mendapatkan pelayanan air bersih," pungkas Kent.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah Pasal 8 Ayat 1, setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah mulai 1 Agustus 2023 kecuali untuk kegiatan dewatering.
Dewatering adalah kegiatan pengontrolan air untuk kepentingan mengeringkan area penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan.
Nantinya gedung dengan tinggi lebih dari delapan lantai dengan memiliki luasan lebih dari 5.000 meter persegi tidak diperbolehkan menggunakan air tanah.
Aturan itu sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
Selain itu, gedung di atas delapan lantai yang daerahnya sudah terdapat layanan air bersih tidak diizinkan lagi untuk memanfaatkan air tanah. Terakhir yang sudah dibangun oleh Pemprov DKI adalah instalasi pengolahan air (IPA) hutan kota dengan kapasitas 500 liter per detik.
Untuk itu, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Hardiyanto Kenneth meminta Pemprov DKI mulai mengambil langkah antisipasi mulai dari sekarang sebelum terlambat. Pemprov DKI harus tegas kepada pelanggar pengambilan air tanah.
Menurut Kennet, prediksi Jakarta akan tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan bukan isapan jempol. Ia berharap para ilmuwan atau para ahli di bidangnya bisa melakukan langkah-langkah terobosan terkait apa yang akan mengancam Jakarta ke depan.
"Para ahli harus bisa sepemikiran dalam menanggapi masalah perubahan iklim dan pemanasan global," ujar Kenneth dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).
Pria yang akrab disapa Bang Kent melihat Jakarta saat ini masih dihadapkan dengan masalah lingkungan, mulai dari penurunan muka tanah akibat penyedotan air tanah yang tidak terkendali, kelangkaan air bersih, hingga ancaman banjir.
"Dalam beberapa dekade terakhir, masalah banjir sebagian didorong oleh pemompaan air tanah secara luas yang menyebabkan permukaan tanah menjadi menurun," tukasnya.
Berdasarkan beberapa perkiraan, kata dia, sebanyak 40 persen permukaan tanah Jakarta sekarang berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu, Pemprov DKI harus mulai mengambil langkah antisipasi mulai dari sekarang sebelum terlambat. Persoalan air bersih dan air tanah di Jakarta harus menjadi perhatian serius dan menjadi skala prioritas.
"Pemprov dalam hal ini harus bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga dahulu, baru bisa menghentikan perizinan pemompaan air tanah. Harus menjadi perhatian yang serius dan jadikan langkah prioritas," tegas ," kata Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI PPRA Angkatan LXII itu.
Diketahui, Pemprov DKI akan memberlakukan aturan zonasi bebas air tanah per 1 Agustus 2023. Aturan pelarangan penggunaan air tanah tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Gubernur Anies Baswedan pada 22 Oktober 2021.
Kent berharap kebijakan ini benar-benar konsisten. Pemprov DKI harus berani menindak jika ada yang melanggar.
"Saya berharap jangan hanya sebatas teori saja ya, harus benar-benar dan ada keberanian memberikan sanksi jika ada yang melanggar. Saya mau melihat Pemprov DKI berani tidak untuk mengeksekusinya," tandasnya.
Kent melihat di lapangan masih banyak rumah pensiunan dan mantan pejabat yang masih pakai air tanah. Kent ingin ada keadilan dan tepat sasaran dalam mengeksekusi aturan tersebut. "Jangan hanya masyarakat kecil saja yang jadi sasaran," ketus Kent.
Dalam kasus tersebut, sambung Kent, Pemprov DKI Jakarta harus berani menindak tegas para pelaku terkait pengambilan air tanah ini, dan juga harus memprioritaskan pembangunan akses air bersih agar warga pesisir dan gedung perkantoran tidak lagi menggunakan air tanah.
"Jika perlu Pemprov DKI dalam hal ini PAM Jaya bisa menggandeng aparat penegak hukum untuk melakukan sinergitas dalam melakukan penegakkan aturan ini. PAM Jaya sebaiknya bisa melibatkan berbagai pihak terkait air bersih agar mampu melayani seluruh kebutuhan air bersih warga Jakarta secara maksimal," tuturnya.
Kent juga meminta kepada Pemprov DKI Jakarta melakukan sosialisasi secara intens terkait pemakaian air tanah yang membuat permukaan tanah menurun yang dampaknya bisa mengakibatkan timbulnya bencana di Jakarta.
"Sosialisasi mengenai untuk tidak memakai air tanah saja tidak intens, yang paling penting itu langkah sosialisasi dulu di kedepankan agar masyarakat paham tentang pelarangan bahayanya pemakaian air tanah ini. Jika masih ngeyel, enggak bisa dibilangin baru masuk ke ranah penegakkan hukum dan baru bicara sanksi," tukasnya.
"Pemprov DKI harus rubah cara kerjanya, lebih intens dalam melakukan sosialisasi agar warga paham ke depannya tidak menggunakan air tanah lagi, serta juga lakukan percepatan waktu dalam pemasangan pipa air PAM Jaya agar masyarakat bisa segera mendapatkan pelayanan air bersih," pungkas Kent.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah Pasal 8 Ayat 1, setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah mulai 1 Agustus 2023 kecuali untuk kegiatan dewatering.
Dewatering adalah kegiatan pengontrolan air untuk kepentingan mengeringkan area penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan.
Nantinya gedung dengan tinggi lebih dari delapan lantai dengan memiliki luasan lebih dari 5.000 meter persegi tidak diperbolehkan menggunakan air tanah.
Aturan itu sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
Selain itu, gedung di atas delapan lantai yang daerahnya sudah terdapat layanan air bersih tidak diizinkan lagi untuk memanfaatkan air tanah. Terakhir yang sudah dibangun oleh Pemprov DKI adalah instalasi pengolahan air (IPA) hutan kota dengan kapasitas 500 liter per detik.
(thm)