Marbot Masjid di Rawamangun Puluhan Tahun Menabung untuk Pergi Haji, Dari Tukang Tambal Ban hingga Dicurigai Mencuri Kas Masjid

Rabu, 15 Juni 2022 - 16:58 WIB
loading...
Marbot Masjid di Rawamangun Puluhan Tahun Menabung untuk Pergi Haji, Dari Tukang Tambal Ban hingga Dicurigai Mencuri Kas Masjid
Waridjun (77) dan istrinya Sopiah (70) saat ditemui di rumahnya Jalan Balap Sepeda 4 Nomor 20, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (15/6/2022). Foto: MPI/Muhammad Farhan
A A A
JAKARTA - Sebuah rumah sederhana beratapkan seng dan ditopang oleh sejumlah kayu berdiri tegak secara sederhana di Jalan Balap Sepeda 4 nomor 20 RT 004/06, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur. Rumah tersebut telah berdiri sejak tahun 1970 saat sepasang suami istri asal Indramayu mencoba peruntungan nasibnya di tengah hiruk pikuk Ibu Kota kala itu.

Dia lah Waridjun (77) dan istrinya Sopiah (70) yang telah menjalani sisa hidupnya dengan penuh perjuangan dalam suka duka, pahit getir dan manis bersama. Keduanya kini dikenal sebagai sepasang suami istri yang telah beribadah haji di sekitaran pemukimannya.
Baca juga: Komnas Haji Ungkap 3 Faktor Penyebab Naiknya Biaya Haji 2022

Waridjun datang dari Indramayu, tepatnya di kecamatan Haurgeulis bersama istrinya. Saat masih menjadi pengantin muda, Waridjun mengaku pernah bekerja sebagai tukang becak di kampungnya namun karena penat, dirinya bersama istri pindah tahun 1968 untuk sementara tinggal di Cipinang, Jakarta Timur.

"Saya baru pindah kesini (Rawamangun) sekitar tahun 1970 kalau tidak salah, jadi saya tinggal di Cipinang dulu dua tahun sembari narik becak juga di Jakarta," ujar Waridjun kepada MNC Portal, Rabu (15/6/2022).

Kemudian karena pindah ke Rawamangun, Waridjun sempat mengaku pernah menjadi ojek motor sebelum dirinya membuka jasa tambal ban di depan rumahnya. Ia mengungkapkan pada tahun 1973, sepeda motor baru pertama kali populer dimanfaatkan sebagai ojek.

"Saya narik ojek untuk antar penumpang dari pelabuhan Tanjung Priok saat itu, ikut juragan saya orang Tionghoa. Tetapi saya berhenti ojek motor sampai tahun 1976 karena fisik tidak kuat, sakit-sakitan. Saat itu usia saya baru masuk pertengahan kepala tiga kalau tidak salah," katanya.

Setelahnya dia mengulas untuk kembali menarik becak karena kebetulan sudah memiliki becaknya. Karena mengalami peningkatan ekonomi dari sebelumnya, Waridjun mengaku mulai pindah rumah dari Kayu Jati, Rawamangun ke kediamannya hingga sekarang di Jalan Balap Sepeda 4.

"Saya pindah ke rumah ini sekitar tahun 1980, karena sudah pindah, saya sempat buka usaha pakan burung kecil-kecilan sembari jual burung piaraan. Tetapi karena ngantuk saat jaga tokonya, saya jenuh juga," ucap Waridjun.

Karena kejenuhannya menjaga lapak usaha pakan burung, dia pun berpikir untuk berganti usaha menjadi tukang tambal ban. Dia mengaku lantaran keahliannya mengurus tambal ban saat menarik becak di Indramayu, terbesit olehnya untuk membuka usaha tambal ban karena banyaknya permintaan warga yang butuh tambal ban saat melintas usaha pakan burungnya.

"Saya ahli ganti dan tambal ban ketika dulu masih muda di Indramayu, daripada ngantuk-ngantuk jaga usaha pakan burung, saya mending buka tambal ban. Apalagi banyak orang nanya tukang tambal ban di seberang lokasi rumah saya," tutur Waridjun.

Disitulah Waridjun mengaku lama membuka usaha tambal bannya hingga tahun 1992. Istri Waridjun menambahkan, suaminya berhenti karena sempat mengalami sakit hernia.
"Bapak sempat sakit hernia sehingga berhenti sebentar usaha tambal bannya karena harus operasi. Tetapi bapak belum kapok karena masih layanin pelanggan untuk tambal ban karena datang langsung ke rumah. Tetapi baru stop total lantaran bapak kena sakit jantung juga di tahun 1993," tambah Sopiah.

Akan tetapi, meski sudah sakit jantung, Waridjun tetap membuka usaha tambal ban namun dikerjakan oleh anak-anaknya. Pria beranak lima ini menjelaskan usahanya dikerjakan oleh dua putranya ketika libur sekolah dan dibantu putrinya yang lain.

"Anak saya yang laki-laki kalau lagi libur atau pulang sekolah yaa ikut bantuin. Bapak tinggal mengarahkan saja karena sudah ga kuat tangannya untuk angkat berat," imbuh Sopiah.

Sambilan sebagai Marbot Masjid

Ketika hendak mendekati adzan Ashar, Waridjun menyampaikan izin kepada MNC Portal untuk mempersiapkan shalat ashar berjamaah di masjid dekat rumahnya, Masjid Jami Al-Hilal. Sebelum beranjak, Sopiah dan anaknya, Atun, mengungkapkan keinginan Waridjun yang tetap ingin beramal dengan tenaganya.

"Bapak saya sudah jadi marbot masjid sekitar tahun 1982, itu saat saya mau masuk TK. Kami baru tinggal di rumah ini sekitar dua tahun," kata Atun.

Saat ditegaskan mengapa dirinya ingin menjadi marbot Masjid , Waridjun dengan singkat menjawab hanya ingin memenuhi panggilan hatinya dan ibadah. Putrinya menyambar dengan segera bahwa ayahnya hanya ingin beramal dengan apa saja yang dimilikinya.

"Bapak saya itu prinsipnya jika tidak bisa beramal dengan harta, maka amal dengan tenaga. Hanya itu yang dipikirkan bapak saya," sergah Atun menimpali ayahnya yang terbata-bata menjelaskan.
Baca juga: Volume Makanan Jamaah Haji 2022 Bakal Ditingkatkan 3x Sehari

Sopiah pun menambahkan, suaminya bekerja sebagai marbot dengan ikhlas tanpa bayaran. Ia pun menceritakan suaminya iba melihat marbot yang menjaga masjid di dekat rumahnya karena sudah sepuh.

"Suami saya selain ibadah hanya ingin membantu marbot yang sudah tua. Itu pun tidak digaji, benar-benar panggilan hatinya," kata Sopiah.

Waridjun pun menjelaskan tugasnya sebagai marbot dilakukan sedari dahulu hanya difokuskan pada mempersiapkan waktu shalat fardhu jamaah. Dirinya pun kini masih aktif menjadi marbot lantaran teman-temannya yang membantu mengurus masjid satu persatu sudah wafat.

"Sampai sekarang yaa aktivitas saya sambilan mengurus masjid mempersiapkan waktu jamaah shalat fardhu lima waktu. Dulu bisa sekalian jadi muadzin dan iqomat, kadang juga menjadi imam shalat, yaa ibadah saja," jelas Waridjun.

Berangkat Haji di Tahun 2007

Setelah sempat jeda lantaran Waridjun harus mengurus persiapan shalat Ashar berjamaah di Masjid Jami Al-Hilal, MNC Portal pun menanyakan kisahnya ketika bisa berangkat haji. Pada pertanyaan ini, Sopiah menjelaskan itikad kuatnya ingin berangkat ibadah ke tanah suci di Mekkah.

"Niat kami kuat, terutama saya. Sebenarnya saya dulu yang kepingin berangkat haji. Dulu saya sudah nabung sedari tahun 1970, saya cicil penghasilan bapak dengan menukarnya menjadi emas kecil, dari dua gram seperti gelang, cincin serta kalung," kata Sopiah.

Sopiah menyicil tabungannya dengan emas dua gram itu sejak memiliki anak pertama. Dia mengaku tidak mampu menabung di Bank sebab tidak bisa membubuhkan tanda tangan untuk membuka tabungan dengan baik.

"Dari tabungan emas dua gram itu baru bisa dijual menjadi biaya haji di tahun 2004. Emas saya dimasukkan ke kantong kresek dan dibungkus sapu tangan kemudian dijual ke toko emas Sakura di Pasar Pagi, Rawamangun," tutur Sopiah.

Dengan hasil menjual emas tabungannya, Sopiah dan Waridjun dapat berangkat haji bersama di tahun 2007. Kendati demikian, Sopiah menjelaskan cita-citanya ingin naik haji sejak kecil karena pesan mendiang neneknya.

"Dulu saya dipesankan oleh nenek saya untuk membaca surat Al-Ikhlas 2000 kali selepas shalat maghrib. Saya disuruh menghitung bacaannya dengan daun tiap sepuluh kali, jadi 10 daun itu seratus lah kiranya," imbuh Sopiah.

Amalan membaca Al-Ikhlas ini dipesankan mendiang neneknya untuk mengetahui arah Padang Mahsyar (hari pertimbangan amal perbuatan). Namun Sopiah mengaku amalan itu juga diniatkan untuk mewujudkan ibadah ke tanah suci.

"Meski ekonomi kami itu pendapatannya seperti puasa senin-kamis, selang seling dan jatuh bangun tapi Alhamdulillah kami bersyukur bisa ibadah haji meski dengan kondisi ekonomi pas-pasan," ucap Sopiah.

Sedangkan Waridjun menambahkan, dirinya hanya mengamalkan potongan surat Al-Hajj ayat 27 karena pesan seorang Kiai yang ditemuinya di Masjid tempat dia bertugas sebagai marbot.
"Saya dulu dipesankan oleh salah seorang Kiai untuk mengamalkan bacaan surat Al-Hajj ayat 27. Katanya kalau ingin buru-buru berangkat haji, amalin ayat tersebut tiap selesai shalat, Wa azzin fin naasi bil Hajji yaatuuka rijaalanw wa 'alaa kulli daamiriny yaatiina min kulli fajjin 'amiiq," katanya dengan lancar menlafalkan ayat tersebut.

Sempat Dicurigai Menggunakan Uang Kas Masjid

Terkait keberangkatan hajinya di tahun 2007, Waridjun dan Sopiah sempat dianggap menggunakan uang kas Masjid lantaran keaktifannya mengurus masjid. Namun kedua pasangan suami istri itu kompak tidak menggubris desas-desus tidak baik kepada mereka.

"Kami bahkan sempat dicurigai berangkat haji karena menggunakan uang kas masjid, tetapi buat apa menanggapi gosip yang tidak baik tersebut. Kami sudah tua saat itu, hanya menghabiskan energi saja. Toh palingan bisa jawab Innalillahi waa inna ilaihi roji'un," ujar Sopiah mengulas.

Sembari memomong cucu kembar laki-lakinya, Sopiah pun menuturkan kejujuran dalam kehidupan menjadi hal yang penting. Pasangan kakek-nenek dengan 10 cucu tersebut kini bersyukur dapat menjalankan kehidupannya meski dengan banyak keterbatasan.

"Kejujuran itu penting, karena kepercayaan orang itu mahal. Meski kadang sudah jujur, kita pun masih dicurigai sama orang lain. Tapi itu pesan saya untuk anak-anak dan cucu saya," ujar Sopiah berpesan.

Sopiah pun menjelaskan cerita orang dinm sekitar lingkungannya untuk tidak dipikirkan. Desas-desus itu terus didengungkan antar warga hingga ke keluarganya.

"Meski sampai omongannya, saya dan bapak yang penting saat itu fokus untuk berangkat haji saja. Biarkan saja, istighfar banyak-banyak. Itu mungkin salah satu ujian dari Allah SWT juga," imbuh Sopiah.

Setelah berbincang lama, Waridjun dan istrinya juga berpesan kepada MNC Portal untuk tetap bekerja keras. Baginya, perjuangan naik turun dan kesabaran nantinya akan berbuah manis pada masanya.

Baca pembahasan mengenai Musim Haji selengkapnya di Celebrities.id melalui link berikut https://www.celebrities.id/tag/musim-haji
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1521 seconds (0.1#10.140)