2 Advokat Adukan Hakim dan Panitera ke Komisi Yudisial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Advokat Albert Kuhon dan Guntur Manumpak Pangaribuan mengadukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan majelis hakim, hakim pengawas dan panitera yang memeriksa dan mengadili perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keduanya mengadukan H Dariyanto, Bambang Sucipto, dan Heru Hanindyo, selaku majelis yang mengadili perkara Nomor: 485/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst, ke Komisi Yudisial.
Kuhon menegaskan, pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang dilakukan hakim dan panitera pengganti ke Komisi Yudisial (KY) adalah tindakan yang terpaksa dilakukan. Sebelumnya, keberatan sudah berkali-kali disampaikan secara tertulis maupun secara lisan dalam sidang. Tetapi tidak mempan.
”Seakan-akan persidangan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau kepailitan justru memungkinkan debitor atau orang yang berutang bisa seenaknya lolos dari kewajiban membayar utang. Banyak putusan perkara PKPU dan Kepailitan yang justru memungkinkan pihak yang mengemplang uang orang, memperoleh sejenis sertifikat halal buat tidak bayar utangnya,” kata Kuhon dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Sementara Guntur menjelaskan, gugatan perkara PKPU itu diajukan oleh Yuliana dan Anna Fransiska. Keduanya berinvestasi di PT Asa Inti Utama melalui senlai Rp 2 miliar, dengan iming-iming bunga investasi yang cukup tinggi.
”Kenyataannya, bunga tidak dibayar dan investasinya amblas. Setelah berkali-kali menagih dan gagal, akhirnya keduanya mengajukan gugatan PKPU,” ujar Guntur.
Kemudian, dalam sidang 11 April 2022, faktanya Tim Pengurus merekomendasikan kepailitan PT Asa Inti Utama (debitor). Sedang Hakim Pengawas Mochammad Djoenaidie SH MH dalam rekomendasi tertulisnya, justru menggunakan kewenangannya mengusulkan perpanjangan masa PKPU debitor selama 45 hari.
Hal itu diungkapkan dalam sidang terbuka tertanggal 11 April 2022 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan majelis hakim dalam sidang tersebut, sejak awal sudah berkecenderungan memperpanjang masa PKPU sesuai yang diinginkan debitor.
Keduanya mengadukan H Dariyanto, Bambang Sucipto, dan Heru Hanindyo, selaku majelis yang mengadili perkara Nomor: 485/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst, ke Komisi Yudisial.
Kuhon menegaskan, pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang dilakukan hakim dan panitera pengganti ke Komisi Yudisial (KY) adalah tindakan yang terpaksa dilakukan. Sebelumnya, keberatan sudah berkali-kali disampaikan secara tertulis maupun secara lisan dalam sidang. Tetapi tidak mempan.
”Seakan-akan persidangan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau kepailitan justru memungkinkan debitor atau orang yang berutang bisa seenaknya lolos dari kewajiban membayar utang. Banyak putusan perkara PKPU dan Kepailitan yang justru memungkinkan pihak yang mengemplang uang orang, memperoleh sejenis sertifikat halal buat tidak bayar utangnya,” kata Kuhon dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Sementara Guntur menjelaskan, gugatan perkara PKPU itu diajukan oleh Yuliana dan Anna Fransiska. Keduanya berinvestasi di PT Asa Inti Utama melalui senlai Rp 2 miliar, dengan iming-iming bunga investasi yang cukup tinggi.
”Kenyataannya, bunga tidak dibayar dan investasinya amblas. Setelah berkali-kali menagih dan gagal, akhirnya keduanya mengajukan gugatan PKPU,” ujar Guntur.
Kemudian, dalam sidang 11 April 2022, faktanya Tim Pengurus merekomendasikan kepailitan PT Asa Inti Utama (debitor). Sedang Hakim Pengawas Mochammad Djoenaidie SH MH dalam rekomendasi tertulisnya, justru menggunakan kewenangannya mengusulkan perpanjangan masa PKPU debitor selama 45 hari.
Hal itu diungkapkan dalam sidang terbuka tertanggal 11 April 2022 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan majelis hakim dalam sidang tersebut, sejak awal sudah berkecenderungan memperpanjang masa PKPU sesuai yang diinginkan debitor.
(ams)