Launching IndoNarator, Pemuda Berperan Menjemput Zaman
loading...
A
A
A
DEPOK - Senior Advisor IndoNarator Samsul Hadi mengatakan, pemuda berperan dalam menjemput zaman. Hal itu terlihat dari catatan sejarah dimana momen penting di Indonesia selalu diakhiri dengan angka delapan.
Mulai dari peristiwa 1908 terkait dengan Budi Utomo, 1928 juga terdapat sumpah pemuda dan kongres kebudayaan pertama, hingga momentum 1968 dan 1998 tercatat sebagai tahun berakhirnya kekuasaan presiden Soekarno dan presiden Soeharto.
“Ini hanya sekilas mengapa akhir delapan menjadi momentum sejarah. Ada peran pemuda dalam menjemput zaman, ini mengapa setiap event penting terjadi pada tahun yang berakhir pada angka delapan,” katanya dalam diskusi dengan tema ‘Indonesia 1928’ yang digagas IndoNarator, Kamis (24/3/2022).
Sejarawan Anhar Gonggong menambahkan jika Indonesia 1928 itu dijadikan spirit dasar, maka membumikan pendidikan politik rakyat harus dilakoni. Menurutnya yang menjadi persoalan saat ini adalah pudarnya peranan organisasi politik dalam menjalankan fungsi edukasi.
“Pertanyaan saya sekarang adakah partai mendidik rakyat. Kan itu persoalannya. Hal ini yang harus dipikirkan. Kalau bisa anda punya organisasi harus mendidik rakyat. Nah sekarang, pesan saya, IndoNarator tolong didik rakyat sambil tetap mempertahankan integritas anda,” katanya.
Menurutnya fungsi edukasi ini bertujuan untuk memperbaiki mental ditengah kecenderungan perilaku korup di sebagian elite. Dikatakan, pendidikan bisa memberikan sistem tertentu yang mengubah mentalnya.
Dia pun menaruh harapan besar atas kehadiran IndoNarator sebagai lembaga yang bergerak di bidang riset kebijakan dan kajian publik. Menurutnya peranan ini sejalan senafas dengan cita-cita presiden Soekarno pasca kemerdekaan Indonesia.“Kalau mental tidak berubah dalam pengertian baik, apa yang diharapkan? Keruntuhan yang pasti akan terjadi,” ucapnya.
Direktur Eksekutif IndoNarator Sekar Hapsari menambahkan, banyak hal yang dipelajari generasi muda dan diterapkan ke depannya. Baginya ini bukan sekadar urusan kontestasi 2024, melainkan untuk kepentingan jangka panjang generasi muda Indonesia.
“Ada satu hal yang sifatnya kasuistik dalam melihat bingkai kesatuan Indonesia saat ini. Dan itulah yang membuat kami merajut pulang bingkai tersebut dan membuat satu narasi dan narasi itu semoga kedepannya bermanfaat,” pungkasnya.
Mulai dari peristiwa 1908 terkait dengan Budi Utomo, 1928 juga terdapat sumpah pemuda dan kongres kebudayaan pertama, hingga momentum 1968 dan 1998 tercatat sebagai tahun berakhirnya kekuasaan presiden Soekarno dan presiden Soeharto.
“Ini hanya sekilas mengapa akhir delapan menjadi momentum sejarah. Ada peran pemuda dalam menjemput zaman, ini mengapa setiap event penting terjadi pada tahun yang berakhir pada angka delapan,” katanya dalam diskusi dengan tema ‘Indonesia 1928’ yang digagas IndoNarator, Kamis (24/3/2022).
Sejarawan Anhar Gonggong menambahkan jika Indonesia 1928 itu dijadikan spirit dasar, maka membumikan pendidikan politik rakyat harus dilakoni. Menurutnya yang menjadi persoalan saat ini adalah pudarnya peranan organisasi politik dalam menjalankan fungsi edukasi.
“Pertanyaan saya sekarang adakah partai mendidik rakyat. Kan itu persoalannya. Hal ini yang harus dipikirkan. Kalau bisa anda punya organisasi harus mendidik rakyat. Nah sekarang, pesan saya, IndoNarator tolong didik rakyat sambil tetap mempertahankan integritas anda,” katanya.
Menurutnya fungsi edukasi ini bertujuan untuk memperbaiki mental ditengah kecenderungan perilaku korup di sebagian elite. Dikatakan, pendidikan bisa memberikan sistem tertentu yang mengubah mentalnya.
Dia pun menaruh harapan besar atas kehadiran IndoNarator sebagai lembaga yang bergerak di bidang riset kebijakan dan kajian publik. Menurutnya peranan ini sejalan senafas dengan cita-cita presiden Soekarno pasca kemerdekaan Indonesia.“Kalau mental tidak berubah dalam pengertian baik, apa yang diharapkan? Keruntuhan yang pasti akan terjadi,” ucapnya.
Direktur Eksekutif IndoNarator Sekar Hapsari menambahkan, banyak hal yang dipelajari generasi muda dan diterapkan ke depannya. Baginya ini bukan sekadar urusan kontestasi 2024, melainkan untuk kepentingan jangka panjang generasi muda Indonesia.
“Ada satu hal yang sifatnya kasuistik dalam melihat bingkai kesatuan Indonesia saat ini. Dan itulah yang membuat kami merajut pulang bingkai tersebut dan membuat satu narasi dan narasi itu semoga kedepannya bermanfaat,” pungkasnya.
(ams)