Sejak Ditangkap, 3 Anggota Anarko Mengaku Dapatkan Kekerasan Fisik dari Oknum Polisi
loading...
A
A
A
TANGERANG - Tiga terdakwa vandalisme dari kelompok Anarko yakni, Rizki Julianda, M Riski Rianto, dan Rio Emanuel, mengaku mendapatkan kekerasan fisik dari oknum anggota Polrestro Tangerang dan Polda Metro Jaya. Kekerasan fisik yang dialami para terdakwa ini disampaikan Tim kuasa hukum terdakwa dari LBH Jakarta, Saleh Al Ghifari (26).
Saleh mengaku telah melaporkan kekerasan fisik yang dialami ketiga terdakwa itu ke Propam dan Kompolnas agar diusut tuntas."Mereka cerita ke kita mengalami kekerasan fisik sejak ditangkap. Bentuk kekerasan fisiknya dipukuliin. Kita sudah laporkan juga ke Propam dan Kompolnas," kata Saleh, kepada SINDOnews di PN Tangerang, Selasa (16/6/2020).
Menurut Saleh, ketiganya juga diintimidasi oleh polisi yang melakukan pemeriksaan dengan ancaman jika menggunakan kuasa hukum dari luar, hukumannya jadi lebih berat."Mereka juga diintimidasi agar pengacaranya dari polisi saja. Tetapi dia dari awal minta didampingi LBH Jakarta. Kita sudah ada surat kuasanya. Mereka ini anak-anak yang baik, pegiat literasi dan aktif," ujarnya.
Salah seorang terdakwa, yakni Rio bahkan banyak terlibat dalam sejumlah gerakan pendampingan terhadap korban penggusuran dan mereka tidak ada hubungan dengan A1."Jadi nama Egaliter itu sudah 3 tahun dia pakai. Mereka ini punya kelompok diskusi dan literasi, dan mereka akan membuat kongres. Tetapi karena ada penanganan Covid-19, mereka menjadi marah dan vandal," jelasnya.
Aksi vandalisme terdakwa, lanjut Saleh, merupakan bentuk dari ekspresi jiwa anak-anak muda di dalam meluapkan emosi. Mereka protes dengan penanganan Covid-19.
"Saat diperiksa di Polres, ada satu grup dan di dalam grup WA itu ada orang yang bilang menjarah. Sekarang ada enggak hukum pidana yang melarang Anarko dan larangan soal anarkisme. Kami menantang," sambungnya.
Sementara itu, Riski Rianto, salah seorang terdakwa yang berhasil diwawancara menceritakan penyiksaan sejak penangkapan oleh anggota Polrestro Tangerang tersebut.
"Ya, jadi pas pertama kali saya ditangkap, waktu digerebek, saya tanyakan mana surat penangkapannya. Dikasih surat penangkapan, tapi enggak ada namanya, kosong. Lalu saya dibawa ke Polres," ungkap Riski.
Saat tiba di Polres, Riski mengaku disekap dan tangannya dijerat dengan tali hingga luka. Kepalanya juga disekap dalam kantong kresek, sambil ditanya dan dibentak-bentak. (Baca: Kasus Vandalisme, 3 Terdakwa Anarko Terancam 10 Tahun Penjara)
"Di Polres saya disekap. Tangan saya diikat sampai luka dan kepala saya dimasukin ke dalam kantong kresek. Saya ditanya siapa yang suruh dan yang membiayai, padahal saya jawab inisiasi kami bertiga," jelasnya.Riski pun mengaku sangat menyayangkan di tengah demokrasi ini, kekerasan atas perbedaan pandangan dengan negara masih dilakukan justru oleh alat negera itu sendiri.
Saleh mengaku telah melaporkan kekerasan fisik yang dialami ketiga terdakwa itu ke Propam dan Kompolnas agar diusut tuntas."Mereka cerita ke kita mengalami kekerasan fisik sejak ditangkap. Bentuk kekerasan fisiknya dipukuliin. Kita sudah laporkan juga ke Propam dan Kompolnas," kata Saleh, kepada SINDOnews di PN Tangerang, Selasa (16/6/2020).
Menurut Saleh, ketiganya juga diintimidasi oleh polisi yang melakukan pemeriksaan dengan ancaman jika menggunakan kuasa hukum dari luar, hukumannya jadi lebih berat."Mereka juga diintimidasi agar pengacaranya dari polisi saja. Tetapi dia dari awal minta didampingi LBH Jakarta. Kita sudah ada surat kuasanya. Mereka ini anak-anak yang baik, pegiat literasi dan aktif," ujarnya.
Salah seorang terdakwa, yakni Rio bahkan banyak terlibat dalam sejumlah gerakan pendampingan terhadap korban penggusuran dan mereka tidak ada hubungan dengan A1."Jadi nama Egaliter itu sudah 3 tahun dia pakai. Mereka ini punya kelompok diskusi dan literasi, dan mereka akan membuat kongres. Tetapi karena ada penanganan Covid-19, mereka menjadi marah dan vandal," jelasnya.
Aksi vandalisme terdakwa, lanjut Saleh, merupakan bentuk dari ekspresi jiwa anak-anak muda di dalam meluapkan emosi. Mereka protes dengan penanganan Covid-19.
"Saat diperiksa di Polres, ada satu grup dan di dalam grup WA itu ada orang yang bilang menjarah. Sekarang ada enggak hukum pidana yang melarang Anarko dan larangan soal anarkisme. Kami menantang," sambungnya.
Sementara itu, Riski Rianto, salah seorang terdakwa yang berhasil diwawancara menceritakan penyiksaan sejak penangkapan oleh anggota Polrestro Tangerang tersebut.
"Ya, jadi pas pertama kali saya ditangkap, waktu digerebek, saya tanyakan mana surat penangkapannya. Dikasih surat penangkapan, tapi enggak ada namanya, kosong. Lalu saya dibawa ke Polres," ungkap Riski.
Saat tiba di Polres, Riski mengaku disekap dan tangannya dijerat dengan tali hingga luka. Kepalanya juga disekap dalam kantong kresek, sambil ditanya dan dibentak-bentak. (Baca: Kasus Vandalisme, 3 Terdakwa Anarko Terancam 10 Tahun Penjara)
"Di Polres saya disekap. Tangan saya diikat sampai luka dan kepala saya dimasukin ke dalam kantong kresek. Saya ditanya siapa yang suruh dan yang membiayai, padahal saya jawab inisiasi kami bertiga," jelasnya.Riski pun mengaku sangat menyayangkan di tengah demokrasi ini, kekerasan atas perbedaan pandangan dengan negara masih dilakukan justru oleh alat negera itu sendiri.
(hab)