Sidang Sengketa Lahan, Ahli Tegaskan Girik Bukan Bukti Kepemilikan Tanah

Rabu, 23 Februari 2022 - 18:29 WIB
loading...
Sidang Sengketa Lahan,...
Saksi ahli dari Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Budi Nurtjahyono memberikan keterangan terkait perkara gugatan sengketa lahan di PN Tangerang, Selasa (22/2/2022). Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Tangerang kembali menggelar sidang lanjutan perkara gugatan sengketa lahan di Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Selasa (22/2/2022). Majelis hakim mendengarkan pendapat dari saksi ahli dari Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Budi Nurtjahyono.

Atas sengkarut tersebut, Budi menilai girik yang dimiliki pihak Ahmad Ghozali bukan bukti hak kepemilikan tanah. Kepemilikan hak atas tanah yang sah dan diakui negara adalah sertifikat.
Baca juga: Apresiasi Satgas Mafia Tanah, IPW Desak Sengketa Lahan Cakung Dituntaskan

"Itu (sertifikat) tertinggi di republik ini, tidak ada yang lain. Mudah-mudahan syarat itu bisa ditangkap oleh semua pihak bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak," ujar Budi di hadapan majelis hakim PN Tangerang, Selasa (22/2/2022).

Perkara ini merupakan perseteruan kepemilikan tanah antara Tonny Permana dengan Ahmad Ghozali, di mana Ahmad Ghozali diduga melakukan pengrusakan dan penyerobotan lahan milik Tonny Permana dan pemalsuan dokumen. Kemudian, Ahmad Ghozali mengklaim lahan seluas 2 hektare di kawasan Pantura Tangerang itu adalah miliknya.

Dalam perkara tersebut, Tonny menegaskan bahwa dirinya merupakan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara, Ahmad Ghozali diduga mengambil alih lahan hanya dengan berpegang dokumen girik yang diduga palsu dan akta jual beli (AJB) tahun 2011.

Budi menjelaskan, keterangannya itu diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Agung Nomor Register 34/K/Sip/1960 sehingga bisa dijadikan yurisprudensi bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak bukan sebagai bukti kepemilikan tanah.

"Girik sama sekali bukan bukti kepemilikan. Girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, di mana dia berada tanahnya, siapa namanya. Saya katakan sah (girik) karena bayar pajak. Tapi, kalau girik dijadikan bukti kepemilikan ya bukan bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan adalah sertifikat tanah," ungkap Budi.

Dengan demikian, penjelasan yang disampaikan Budi dalam persidangan menerangkan sejatinya pemilik sah atas lahan tersebut adalah Tonny Permana berdasarkan SHM sejak 1997.

Dengan begitu, girik yang dimiliki Ahmad Ghozali tidak bisa membatalkan sertifikat. Sebab, kedudukan sertifikat tanah itu jauh lebih tinggi dibandingkan girik.

Di dalam persidangan hakim bertanya kepada Budi jika SHM digugat berdasarkan girik itu bagaimana? Budi menjelaskan bahwa harus dilihat apakah betul girik tersebut benar dikeluarkan Kantor PBB karena bukan rahasia umum banyak kasus-kasus di Bareskrim dan Polda ketika dirinya diminta menjadi ahli terhadap kejadian tersebut.

Menurut dia, format girik harus benar sesuai waktu penerbitannya. “Tahun 1980 itu Direktorat IPEDA sudah bergabung ke Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 1976 sehingga nama kantornya adalah Inspeksi Pajak IPEDA. Stempel atau cap kantor digirik tahun 1976 adalah IPEDA, tetapi IPEDA apa itu? Daerah atau cabang atau pembaruan pengenaan atau kantor inspeksi dinas luar tingkat satu, perubahan itu ada waktu-waktunya,” ujar Budi.

“Blanko (girik) tidak pernah ada kesalahan karena memang nasional. Pejabat stempel harus sesuai kurun waktu, penulisan format girik kantor daerah atau cabang itu hanya sampai tahun 1974, yang ada hanya kantor inspeksi dan kantor dinas luar tingkat 1,” sambungnya.

Budi menekankan jika blanko girik bunyinya daerah atau cabang, stempelnya juga harus berbunyi daerah atau cabang, tidak boleh dicampur aduk. Kalau blanko sudah lewat waktu tidak bisa dipakai. Jika format girik tidak sesuai blanko nasional, maka girik tersebut tidak benar alias cacat.

Sementara, Pengacara Tonny Permana selaku penggugat, Hema AM Simanjuntak mengatakan, keterangan saksi ahli dalam persidangan ini sangat membantu untuk mengungkap fakta bahwa girik itu tidak sebanding menggugat kepemilikan sertifikat.

“Kami akan memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk menyimpulkan, namun kami sangat senang karena tujuan kami menghadirkan Pak Budi sebagai ahli goalnya tercapai, menurut kami,” ujarnya.
Baca juga: Sengketa Lahan, Polrestro Jaksel Amankan 10 Anggota Ormas di Jagakarsa

Di persidangan, kuasa hukum Ahmad Ghozali, Alfi Rully juga menanyakan kepada saksi ahli Budi Nurtjahyono perihal peningkatan status kepemilikan lahan dari Letter C dan Girik menjadi sertifikat.

Atas pertanyaan tersebut, Budi menuturkan hal tersebut memang dimungkinkan sesuai dengan peraturan di mana girik atau bukti lainnya hanya sebatas bukti awal. "Sebagai bukti awal iya. Kalau pada penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 ayat 1 huruf K menyatakan, salah satu bunyi tertulis berupa girik dan beberapa lainnya," kata Budi.

Alfi melanjutkan pertanyaan, apakah memungkinkan dalam satu bidang tanah terdapat beberapa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).

Budi kembali menjelaskan hal tersebut merupakan persil atau bagian dari lahan yang memiliki hak-hak berbeda dengan batas alam maupun nyata dan bisa terdiri dari satu bidang. "Dari situ dipetik di buku C dan satu subjek pajak satu nomor C tidak boleh dobel," ujarnya.

Sidang juga menghadirkan saksi bernama Lukman, pekerja di lahan milik Tonny Permana. Dalam keterangannya, Lukman mengatakan sejak beralih kepada Tonny Permana tanah dikuasai, dirawat, dan dipasang batas-batas sebelum terjadinya pengrusakan dan penyerobotan oleh pengembang.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1827 seconds (0.1#10.140)