Perubahan Peraturan BPOM untuk Lindungi Anak-anak dari Bahaya Zat BPA

Senin, 07 Februari 2022 - 20:48 WIB
loading...
Perubahan Peraturan...
Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) Roso Daras. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) melakukan perubahan kedua atas peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan mendapat dukungan dari sejumlah kalangan. Perubahan tersebut dinilai melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya zat kimia berbahaya Bhisphenol A ( BPA ).

Ketua Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) Roso Daras berharap perubahan peraturan segera dilakukan karena anak-anak Indonesia akan terlindungi. Apalagi BPOM sebagai regulator telah melakukan penelitian paling mutakhir dengan mengambil sampel secara acak di seluruh Indonesia pada 2021 - 2022.
Baca juga: Kandungan BPA di Air Galon Isi Ulang Pengaruhi Kesuburan? Cek Faktanya

Hasilnya terbukti galon guna ulang yang beredar telah melampaui ambang batas migrasi BPA yang telah ditentukan yaitu 0,6 bpj. ”Batas toleransi 0,6 bpj memang peraturan yang dikeluarkan BPOM. Ini jelas membahayakan bagi bayi, balita, dan janin pada ibu hamil yang ke depannya menjadi generasi penerus bangsa,” ujarnya, Senin (7/2/2022).

Dia siap mengawal dan mendukung BPOM dalam harmonisasi perubahan peraturan tersebut. Sebab, BPA terbukti merupakan sumber penyakit di antaranya kanker, autis, syaraf, dan masih banyak lagi penyakit berbahaya lainnya. Bahkan, pakar pendidikan autis Imaculata sudah menegaskan zat BPA terbukti sebagai faktor eksternal penyakit autis.

”Pakar tersebut menyebut setiap tahun jumlah penderita terus meningkat. Dampak dari salah seorang anak terkena autis itu luar biasa. Banyak rumah tangga bercerai gara-gara punya anak autis. Ada orang tua bahkan memilih bunuh diri karena mempunyai anak autis. Tidak mudah mempunyai anak autis. Untuk pendidikan anak autis, satu penderita harus ditangani satu guru,” ungkap Roso Daras.

Untuk itu, dia menyesalkan pernyataan guru besar bidang pangan dari salah satu perguruan tinggi yang menyatakan pelabelan free BPA tidak wajib di kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Menurut dia, pernyataan itu jelas akan berakibat fatal bagi kesehatan anak-anak. ”Ini jelas akan menyesatkan masyarakat. Apa jadinya kalau pelabelan free BPA tidak dilakukan? Mau menambah berapa lagi jumlah penderita autis, kanker, syaraf, lahir prematur? Di negara - negara maju sudah melarang penggunaan kemasan plastik yang mengandung BPA,” ujarnya.

Meski demikian, dia menilai upaya Indonesia meminimalisasi penggunaan wadah mengandung BPA sudah dilakukan. Salah satunya botol susu untuk bayi, piring, sendok plastik dan peralatan mainan anak yang saat ini sudah free BPA.

”Tinggal dari galon guna ulang yang belum free BPA di mana kemasan ini terlihat banyak digunakan dalam kemasan plastik AMDK untuk konsumsi keluarga yang justru pengaruhnya sangat besar. Banyak anak-anak minum susu formula, airnya dari galon guna ulang berbahan polycarbonate dengan kode daur ulang 7 yang mengandung BPA. Itulah jalan masuk BPA ke dalam tubuh bayi," katanya.
Baca juga: Soal Kandungan BPA di Kemasan Air Minum, Aspadin: Balita Minum 18 Liter per Hari Baru Berdampak

Dia menambahkan di negara - negara maju kemasan mengandung polycarbonate sudah tidak boleh digunakan lagi. Karenanya, JPKL menunjuk salah satu laboratorium untuk meneliti migrasi BPA pada galon guna ulang. Ternyata hasilnya jauh di atas ambang batas dengan hasil rata-rata sekitar 2-4 bpj.

Penelitian ini diperkuat lagi oleh rilis BPOM yang telah melakukan penelitian dengan sampel lebih besar dan jangkauan lebih luas pada 2021 - 2022. Hasilnya malah lebih mengerikan. Masuk kategori sangat membahayakan sehingga perlu dilakukan pelabelan.

"Harusnya semua pihak kalau untuk kesehatan anak harus dijadikan pertimbangan utama. Jangan sampai atas nama industri harus mengorbankan masa depan Indonesia karena anak-anak terkontaminasi BPA," katanya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1238 seconds (0.1#10.140)