Investor India Dipidana Gara-gara Overstay, Pengacara Beberkan Kejanggalan Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - WNA India Kuldeep Singh ditahan Kantor Imigrasi Jakarta Utara akibat kelebihan masa tinggal atau overstay. Namun, pihak Kuldeep menilai ada cacat hukum dalam kasus tersebut.
Kuasa Hukum Kuldeep, Arif Edison mengatakan, kliennya sudah terbiasa melakukan perjalanan luar negeri ke banyak negara. Adapun ke Indonesia sudah 2 kali untuk urusan bisnis. Pertama, dia datang pada Juli 2018 lalu kembali ke India tanpa masalah. Kedatangan kedua pada September 2018.
"Klien saya ini kan waktu itu ada niat berbisnis di Indonesia dia investor. Waktu ingin memperpanjang izin tinggal di sini dia serahkan ke biro jasa karena paspornya expired di 2019," ujar Arif, Senin (24/1/2022).
Baca juga: Perkuat Penegakan Hukum Keimigrasian, Ini Pesan Menkumham
Sayangnya, biro jasa yang ditunjuk gagal membereskan perpanjangan paspor Kuldeep. Hingga akhirnya pandemi Covid-19 membuat dia tidak bisa melakukan perjalanan internasional.
Selama pandemi, pemerintah Indonesia memutuskan menghapuskan sanksi denda atas kelebihan masa tinggal (overstay) kepada para WNA. Hal itu pernah disampaikan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Andy Rachmianto.
"Tak ada kasus WNA yang overstay selama pandemi," ujar Andy dalam talkshow yang digelar secara daring bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pada 9 Juli 2020.
Atas dasar itu, Kuldeep merasa aman meskipun paspornya habis masa waktunya. Namun, pada September 2021 Kuldeep diamankan petugas Imigrasi di kediamannya sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Yang lebih lucunya lagi dia punya izin tinggal di Denpasar (Bali) ditangkap sama Imigrasi Jakarta Utara pada 14 September dan dikeluarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Utara tentang tindakan administratif, melanggar Pasal 83 UU Imigrasi," kata Arif.
Dia menjelaskan, definisi tindakan administratif sanksi terberatnya adalah deportasi. Anehnya Keputusan Kanwil Imigrasi Jakarta Utara tentang Tindakan Administrasi bukannya berujung pada deportasi sesuai Bab 7 UU Imigrasi malah pihak Imigrasi mendadak mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Terjadi dugaan pidana melanggar Bab 11 UU Imigrasi di Pasal 119 Juncto Pasal 8 UU Keimigrasian di mana Pasal 8 berbunyi WNA yang masuk dan keluar wilayah Indonesia harus dengan dokumen yang sah dan masih berlaku.
"Waktu klien saya masuk di 2018 tentunya dokumen masih sah dan berlaku. Bahkan, waktu diperiksa di persidangan itu ditanyakan kepada saksi seorang petugas Imigrasi bernama Dody Aryono yang menangkap, di mana hakim menanyakan apakah Kuldeep Singh ini masuk secara sah? Dan saksi langsung menjawab sah dan legal," ungkap Arif.
"Dengan pengakuan dari petugas Imigrasi dia masuk dengan sah sudah pasti Pasal 8-nya gugur dan jika Pasal 8 gugur maka Pasal 119 juga nggak bisa diproses. Pertanyaan saya yang menjadi hal lucu adalah kok bisa sanksi administrasi digabung dengan sanksi pidana, sanksi pidana kan seharusnya ada niat jahat," sambungnya.
Dalam kasus dokumen expired atau kedaluwarsa juga tidak ada pihak yang dirugikan. Sehingga, dinilai tidak logis dibawa ke ranah pidana melainkan hanya sebatas sanksi administrasi apalagi selama ini tidak pernah ada kasus yang paspornya expired lalu diancam atau dijatuhi sanksi penjara 5 tahun.
Baca juga: Selama 2 Pekan, Imigrasi Bandara Soetta Tolak Masuk 63 WNA
Di sisi lain, proses pidana yang berjalan pun dianggap cacat hukum karena Kuldeep tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun langsung ditahan. Kondisi ini bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kapolri.
Selain itu, terdapat 2 surat perintah penahanan dengan nomor yang sama, namun dengan isi (masa penahanan) yang berbeda. Pertama, masa penahanan untuk 29 Oktober-16 November 2019, sedangkan kedua untuk 29 Oktober-17 November 2019.
"Begitu akhir masa penahanan Imigrasi dari 16 November sampai 22 Desember itu tidak ada masa perpanjangan sama sekali dan Kuldeep Singh bernasib sial tetap ditahan tanpa dasar hukum, melanggar Pasal 23d UUD," ujar Arif.
Atas dasar di atas, dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada investor asing seperti Kuldeep. "Seharusnya investor asing dapat perlindungan negara tapi kenyataannya bukan dilindungi tapi dikerjain cenderungnya diskriminalisasi. Berarti janji pemerintah Indonesia memberikan perlindungan hukum ke investor asing harus dipertanyakan lagi karena fakta di lapangan tidak seperti itu," katanya.
Kuasa Hukum Kuldeep, Arif Edison mengatakan, kliennya sudah terbiasa melakukan perjalanan luar negeri ke banyak negara. Adapun ke Indonesia sudah 2 kali untuk urusan bisnis. Pertama, dia datang pada Juli 2018 lalu kembali ke India tanpa masalah. Kedatangan kedua pada September 2018.
"Klien saya ini kan waktu itu ada niat berbisnis di Indonesia dia investor. Waktu ingin memperpanjang izin tinggal di sini dia serahkan ke biro jasa karena paspornya expired di 2019," ujar Arif, Senin (24/1/2022).
Baca juga: Perkuat Penegakan Hukum Keimigrasian, Ini Pesan Menkumham
Sayangnya, biro jasa yang ditunjuk gagal membereskan perpanjangan paspor Kuldeep. Hingga akhirnya pandemi Covid-19 membuat dia tidak bisa melakukan perjalanan internasional.
Selama pandemi, pemerintah Indonesia memutuskan menghapuskan sanksi denda atas kelebihan masa tinggal (overstay) kepada para WNA. Hal itu pernah disampaikan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Andy Rachmianto.
"Tak ada kasus WNA yang overstay selama pandemi," ujar Andy dalam talkshow yang digelar secara daring bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pada 9 Juli 2020.
Atas dasar itu, Kuldeep merasa aman meskipun paspornya habis masa waktunya. Namun, pada September 2021 Kuldeep diamankan petugas Imigrasi di kediamannya sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Yang lebih lucunya lagi dia punya izin tinggal di Denpasar (Bali) ditangkap sama Imigrasi Jakarta Utara pada 14 September dan dikeluarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Utara tentang tindakan administratif, melanggar Pasal 83 UU Imigrasi," kata Arif.
Dia menjelaskan, definisi tindakan administratif sanksi terberatnya adalah deportasi. Anehnya Keputusan Kanwil Imigrasi Jakarta Utara tentang Tindakan Administrasi bukannya berujung pada deportasi sesuai Bab 7 UU Imigrasi malah pihak Imigrasi mendadak mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Terjadi dugaan pidana melanggar Bab 11 UU Imigrasi di Pasal 119 Juncto Pasal 8 UU Keimigrasian di mana Pasal 8 berbunyi WNA yang masuk dan keluar wilayah Indonesia harus dengan dokumen yang sah dan masih berlaku.
"Waktu klien saya masuk di 2018 tentunya dokumen masih sah dan berlaku. Bahkan, waktu diperiksa di persidangan itu ditanyakan kepada saksi seorang petugas Imigrasi bernama Dody Aryono yang menangkap, di mana hakim menanyakan apakah Kuldeep Singh ini masuk secara sah? Dan saksi langsung menjawab sah dan legal," ungkap Arif.
"Dengan pengakuan dari petugas Imigrasi dia masuk dengan sah sudah pasti Pasal 8-nya gugur dan jika Pasal 8 gugur maka Pasal 119 juga nggak bisa diproses. Pertanyaan saya yang menjadi hal lucu adalah kok bisa sanksi administrasi digabung dengan sanksi pidana, sanksi pidana kan seharusnya ada niat jahat," sambungnya.
Dalam kasus dokumen expired atau kedaluwarsa juga tidak ada pihak yang dirugikan. Sehingga, dinilai tidak logis dibawa ke ranah pidana melainkan hanya sebatas sanksi administrasi apalagi selama ini tidak pernah ada kasus yang paspornya expired lalu diancam atau dijatuhi sanksi penjara 5 tahun.
Baca juga: Selama 2 Pekan, Imigrasi Bandara Soetta Tolak Masuk 63 WNA
Di sisi lain, proses pidana yang berjalan pun dianggap cacat hukum karena Kuldeep tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun langsung ditahan. Kondisi ini bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kapolri.
Selain itu, terdapat 2 surat perintah penahanan dengan nomor yang sama, namun dengan isi (masa penahanan) yang berbeda. Pertama, masa penahanan untuk 29 Oktober-16 November 2019, sedangkan kedua untuk 29 Oktober-17 November 2019.
"Begitu akhir masa penahanan Imigrasi dari 16 November sampai 22 Desember itu tidak ada masa perpanjangan sama sekali dan Kuldeep Singh bernasib sial tetap ditahan tanpa dasar hukum, melanggar Pasal 23d UUD," ujar Arif.
Atas dasar di atas, dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada investor asing seperti Kuldeep. "Seharusnya investor asing dapat perlindungan negara tapi kenyataannya bukan dilindungi tapi dikerjain cenderungnya diskriminalisasi. Berarti janji pemerintah Indonesia memberikan perlindungan hukum ke investor asing harus dipertanyakan lagi karena fakta di lapangan tidak seperti itu," katanya.
(jon)