Wow! Dana Parpol Kabupaten Bekasi Naik 300% Salip Jakarta
loading...
A
A
A
BEKASI - Dana bantuan partai politik (Parpol) di Kabupaten Bekasi ditetapkan naik sebesar 300 persen. Kenaikan itu akan membuat dana bantuan parpol bertambah dari Rp1.500 menjadi Rp6.000 per suara berdasarkan perolehan suara sah pemilihan legislatif.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bekasi Juhandi mengatakan, kenaikan tersebut berdasarkan kajian bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Hasilnya, juga telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dana bantuan ini dihitung berdasarkan jumlah perolehan suara sah pada Pemilihan Legislatif 2019 lalu. Semula, setiap suara dianggarkan sebesar Rp1.500. Dengan perubahan tersebut, dana bantuan parpol naik menjadi Rp6.000 per suara sah.
”Kenaikan Rp6000 itu berdasarkan hasil kajian kami bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),” katanya, Kamis (30/12/2021).
Namun demikian, tidak ada penjelasan lebih lanjut soal penggunaan dana bantuan keuangan tersebut. Juhandi menyebut bantuan tersebut untuk pembinaan kepartaian. ”Dana bantuan ini nantinya bisa dipergunakan partai politik untuk pembinaan administrasi kepartaian,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Yusfitriadi menganggap kenaikan dana bantuan parpol tidak tepat. Sebab, peran partai politik saat ini tidak berjalan efektif.
”Pembiayaan partai politik itu selalu dialibikan untuk mengurangi dampak perilaku pragmatis dalam berbagai macam momentum kontestasi baik itu Pileg dan Pilpres, penyebabnya karena dana partai yang kecil,” kata Yusfitriadi.
”Tapi saya punya persepsi yang berbeda, bahwa hari ini peran partai politik tidak berjalan maksimal, misalnya tentang pendidikan politik bagi masyarakat, kemudian pengkaderan itu juga tidak berjalan efektif, lalu fungsi aspirasi bagi suara masyarakat tidak begitu optimal,” ujarnya.
Yusfitriadi juga menilai bahwa saat ini partai politik juga cenderung berjalan pada dua kepentingan yakni kekuasaan dan kepentingan kampanye. Sementara, tambah dia, kepentingan terhadap masyarakatnya dirasa minim.
”Kenaikan dana parpol itu bisa menjadi tambahan beban uang rakyat yang tidak jelas pelaporan termasuk peruntukkannya, kecuali memang ada aturan rigid yang mampu dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Apalagi, kenaikan bantuan dana parpol ditetapkan saat kondisi perekonomian mengalami penurunan selama pandemi Covid-19. Hal ini juga yang menyebabkan kelemahan anggaran serta kekurangan pembiayaan berbasis daerah di hampir seluruh elemen.
Dia juga khawatir kenaikan dana bantuan parpol juga merupakan motif yang dilakukan kepala daerah untuk mengakomodasi partai politik. Menurutnya, kepala daerah seharusnya bisa menghitung kembali dana prioritas untuk dinaikkan daripada hanya sekedar bantuan parpol.
”Saya khawatir ini menjadi motif politik menjelang tahun politik sehingga kepala daerah sedang mengakomodir bargaining partai politik dengan menaikkan anggaran itu sehingga kemudian malah mengganggu pos anggaran lainnya, padahal semua daerah kekurangan anggaran,” tegasnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bekasi Juhandi mengatakan, kenaikan tersebut berdasarkan kajian bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Hasilnya, juga telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dana bantuan ini dihitung berdasarkan jumlah perolehan suara sah pada Pemilihan Legislatif 2019 lalu. Semula, setiap suara dianggarkan sebesar Rp1.500. Dengan perubahan tersebut, dana bantuan parpol naik menjadi Rp6.000 per suara sah.
”Kenaikan Rp6000 itu berdasarkan hasil kajian kami bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),” katanya, Kamis (30/12/2021).
Namun demikian, tidak ada penjelasan lebih lanjut soal penggunaan dana bantuan keuangan tersebut. Juhandi menyebut bantuan tersebut untuk pembinaan kepartaian. ”Dana bantuan ini nantinya bisa dipergunakan partai politik untuk pembinaan administrasi kepartaian,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Yusfitriadi menganggap kenaikan dana bantuan parpol tidak tepat. Sebab, peran partai politik saat ini tidak berjalan efektif.
”Pembiayaan partai politik itu selalu dialibikan untuk mengurangi dampak perilaku pragmatis dalam berbagai macam momentum kontestasi baik itu Pileg dan Pilpres, penyebabnya karena dana partai yang kecil,” kata Yusfitriadi.
”Tapi saya punya persepsi yang berbeda, bahwa hari ini peran partai politik tidak berjalan maksimal, misalnya tentang pendidikan politik bagi masyarakat, kemudian pengkaderan itu juga tidak berjalan efektif, lalu fungsi aspirasi bagi suara masyarakat tidak begitu optimal,” ujarnya.
Yusfitriadi juga menilai bahwa saat ini partai politik juga cenderung berjalan pada dua kepentingan yakni kekuasaan dan kepentingan kampanye. Sementara, tambah dia, kepentingan terhadap masyarakatnya dirasa minim.
”Kenaikan dana parpol itu bisa menjadi tambahan beban uang rakyat yang tidak jelas pelaporan termasuk peruntukkannya, kecuali memang ada aturan rigid yang mampu dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Apalagi, kenaikan bantuan dana parpol ditetapkan saat kondisi perekonomian mengalami penurunan selama pandemi Covid-19. Hal ini juga yang menyebabkan kelemahan anggaran serta kekurangan pembiayaan berbasis daerah di hampir seluruh elemen.
Dia juga khawatir kenaikan dana bantuan parpol juga merupakan motif yang dilakukan kepala daerah untuk mengakomodasi partai politik. Menurutnya, kepala daerah seharusnya bisa menghitung kembali dana prioritas untuk dinaikkan daripada hanya sekedar bantuan parpol.
”Saya khawatir ini menjadi motif politik menjelang tahun politik sehingga kepala daerah sedang mengakomodir bargaining partai politik dengan menaikkan anggaran itu sehingga kemudian malah mengganggu pos anggaran lainnya, padahal semua daerah kekurangan anggaran,” tegasnya.
(ams)