Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)

Kamis, 11 November 2021 - 05:49 WIB
loading...
Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)
Aktivitas Pelabuhan Sunda Kelapa yang menjadi urat nadi perekonomian jaman Batavia hingga sekarang berganti nama menjadi DKI Jakarta. foto/Koran SINDO:hendri irawan
A A A
JAKARTA - Kota Jakarta dulunya merupakan titik pertemuan pedagang untuk menjajakan hasil bumi dari seluruh Nusantara. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah terus membangun Jakarta sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan.

baca juga: Menara Syahbandar, Menolak Punah Meski Dikepung Derap Pembangunan (2-Tamat)

Pada masa kini kemegahan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta selalu dikaitkan dengan kawasan Segitiga Emas: Jalan Jenderal Sudirman, Gatot Subroto, dan Rasuna Said. Area itu merupakan jantung dari perputaran uang di Jakarta. Pusat pemerintahan berada di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Istana Negara dikelilingi sejumlah gedung kementerian strategis. Dua kawasan utama itu, pusat bisnis dan pemerintahan, bergeser dari posisi awal di jaman baheula.

Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)

Menara Syahbandar tempo dulu, yang menjadi Titik Nol Kilometer Jakarta


Denyut kehidupan Jakarta dahulunya di kawasan pesisir utara, terutama kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kota Tua . Sejarawan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Humaidi Syariati mengatakan sebelum dikenal dengan nama Jakarta, para pedagang dan penjelajah dunia, mengenal kawasan ini dengan nama Sunda Kelapa. Wilayah ini, awalnya merupakan bagian dari kerajaan Padjajaran.

baca juga: Menara Syahbandar, Larik Sejarah di Tengah Angkuh Ibu Kota (1)

Saat itu, Sunda Kelapa sudah memikat banyak pedagang, baik Nusantara maupun dunia, mulai dari Portugis, Belanda, India, hingga Tiongkok. Portugis pernah bercokol di sini pada kurun waktu 1522-1527. Kemudian, Fatahillah dari kerajaan Demak yang berkongsi dengan Cirebon menyerang wilayah ini dan mendepak Portugis pada 22 Juni 1527.

Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)

Istana Negara, bangunan peninggalan kolonial
yang terletak di kawasan Jakarta Pusat


Fatahillah kemudian mengganti nama wilayah ini menjadi Jayakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa yang makin ramai dengan perdagangan berbagai komoditas, terutama rempah-rempah, menarik minat Belanda untuk menguasai wilayah ini. Adalah Gubernur Jenderal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Jan Pieterszoon Coen yang merebut Jayakarta dari kekuasaan Kesultanan Banten, pada 30 Mei 1619. Jayakarta pun diubah menjadi Batavia oleh VOC.

baca juga: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar

Humaidi menerangkan, penyerangan wilayah Sunda Kelapa ini menunjukkan adanya gesekan-gesekan antarpedagang. “Di situ sudah ada Jakarta sebagai kota dagang. Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Di masa lalu, Jakarta atau Sunda Kelapa belum (menjadi) pusat pemerintahan seperti kerajaan. Jakarta mungkin tidak ada kerajaan. Yang ada adalah pasar,” ujar Humaidi kepada Koran SINDO, belum lama ini.

Di masa itu, Belanda menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan dan bisnis. Pilihan ini karena Batavia memiliki posisi strategis, berada di tengah-tengah, antara wilayah Indonesia Barat dan Timur. Sebenarnya, pada waktu itu ada beberapa pelabuhan lain yang mencolok, seperti Makassar. Namun, menurut Humaidi, Belanda sulit masuk ke sana karena ada kerajaan Gowa yang cukup besar.

Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)

Kawasan Monas yang sekarang disebut-sebut Titik Nol Kilometer Jakarta

“Di Ternate dan Tidore, Belanda menghadapi perlawanan sengit. Kalau mikir-mikir lagi kawasan Jawa, ada kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram juga dipimpin oleh Sultan yang hebat, Sultan Agung. Ketika Belanda memilih Jakarta itu penting dan strategis secara politik. Tidak merupakan bagian dari kerajaan manapun,” tuturnya.

baca juga: Di Era Gubernur DKI Jakarta Ini Monas dan Patung Selamat Datang Dibangun

Humaidi memaparkan dalam beberapa referensi, saat Belanda menyerang Jayakarta seperti terjadi pembiaran dari Kesultanan Banten. Ada indikasi Banten khawatir Jayakarta menjadi rival dalam perdagangan. Kenyataannya, setelah dipegang Belanda, Batavia malah makin tersohor dan Sunda Kelapa menjadi pelabuhan yang sibuk.

Perkembangan kota pada waktu berbeda dengan sekarang. Saat itu, Utara Jakarta jauh lebih maju dibandingkan wilayah tengah (pusat)-selatan. Hal itu tidak lepas dari pusat perdagangan yang berada di pinggir Jakarta. Teluk Jakarta pun landai dan dilindungi banyak pulau. Para pedagang yang masuk dari laut pun merasa nyaman untuk berlabuh.

Metamorfosis Jakarta, Berawal dari Pesisir dan Upaya Meninggalkan Corak Kolonial (1)

Galangan VOC, Peninggalan Monumental Era Kolonial yang Mulai Terlupakan

“Mungkin perkembangan pertama di kawasan utara, sekitar Pasar Ikan dan Kota Tua. Itu posisi awalnya dan ekonomi di situ. Kalau kita lihat Jayakarta sebagai lanjutan Sunda Kelapa posisinya sekitar Kota Tua, di antara sungai-sungai di sekitar Museum Fatahillah. Kemudian melebar ke arah Selatan, Ketika wilayah Utara terlalu penuh, padat, dan risiko penyakit, Malaria,” tutur Humaidi, yang kini menjabat Kaprodi Pendidikan Sejarah UNJ.

baca juga: Momen Langka, Kawasan Monas seperti Puncak Dingin dan Berkabut

Sampai hari ini, bukti-bukti beragam bangsa dan suku pernah berdagang di Jakarta masih ada. Hal itu bisa dilihat dari Kampung Tugu yang banyak dihuni keturunan Portugis. Lalu, ada Pekojan yang awal banyak dihuni orang India, kemudian orang-orang Arab pun bermukim di situ. Di utara pun banyak pemukiman etnis Tionghoa.

“Banyak sekali etnis di Jakarta. Ada kampung Bali, Bugis, Makassar, dan Ambon. Itu menunjukkan semua bangsa ada di Indonesia. Titik temunya di Jakarta. Tentunya, Jakarta menjadi heteropolis, besar. Istilahnya sangat toleran dengan kedatangan banyak suku bangsa,” tekannya.

Pembangunan Jakarta awalnya bercorak kolonial. Pemerintah Belanda membangun gedung-gedung khas Eropa, parit, dan kanal. Belanda juga membangun berbagai bangunan untuk keperluan pemerintah, gudang, dan tempat hiburan, seperti di kawasan Harmoni. Pembangunan Jakarta saat itu berakhir di Senen, Tanah Abang, dan Mester Cornelis atau Pasar Jatinegara. (bersambung)
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1428 seconds (0.1#10.140)