Polisi Banting Mahasiswa di Tangerang, Kompolnas: Tidak Boleh Ada Kekerasan Berlebihan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Kompolnas Poengky Indarti meminta aparat penegak hukum, khususnya dari Kepolisian untuk tetap humanis dalam menghadapi aksi unjuk rasa dan pembubaran massa. Dia meminta tidak boleh ada lagi aksi kekerasan seperti dalam penanganan demonstrasi mahasiswa di Tangerang.
"Dalam menangani aksi demonstrasi, sudah ada aturan terkait penggunaan kekuatan. Tetapi pada intinya setiap tindakan anggota Polri dalam melakukan pengamanan harus tetap menghormati hak asasi manusia, sehingga tidak boleh ada kekerasan berlebihan," ujar Poengky Indarti, Kamis (14/10/2021).
Dia menyebutkan Kapolda Banten sudah meminta maaf atas tindakan oknum anggota kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa saat berdemonstrasi di Tangerang. (Baca juga; Mahasiswa Dibanting saat Unjuk Rasa di Tangerang, Kapolda Banten Temui Korban dan Minta Maaf )
"Kapolda sudah meminta maaf atas tindakan anggota. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan terhadap oknum anggota yang melakukan kekerasan berlebihan," kata Poengky Indarti. (Baca juga; Oknum Polisi yang Banting Mahasiswa saat Demo di Tangerang Diperiksa Propam Mabes Polri )
Kompolnas mendesak Polri untuk lebih dalam lagi untuk memberikan pendidikan terhadap anggotanya dalam menghadapi aksi demonstrasi terkait aspek Hak Asasi Manusia seperti yang tercantum dalam Perkap 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap 8 tahun 2009 tentang Implementasi Standar dan Prinsip HAM dalam pelaksanaan tugas Polri.
"Kasus Tangerang ini harus menjadi refleksi bahwa anggota di lapangan masih harus dibekali pengetahuan tentang HAM dan penanganan demonstrasi. Mindsetnya perlu diluruskan, bahwa dalam menghadapi demonstran, polisi harus bertindak bijaksana," tambah Poengky Indarti.
Polisi kata dia jangan sampai terpancing jika ada provokasi di lapangan. Penggunaan kekerasan boleh dilakukan ketika tindakan demonstran anarkis membahayakan nyawa polisi dan masyarakat.
"Jika tidak membahayakan, arahkan saja agar para demonstran bisa menyampaikan tuntutan secara damai. Memang anggota yg bertugas adalah bintara-bintara muda yang mungkin seumuran dengan para pendemo. Sehingga bisa jadi masih emosional menangani para pendemo," lanjut Poengky Indarti.
"Dalam menangani aksi demonstrasi, sudah ada aturan terkait penggunaan kekuatan. Tetapi pada intinya setiap tindakan anggota Polri dalam melakukan pengamanan harus tetap menghormati hak asasi manusia, sehingga tidak boleh ada kekerasan berlebihan," ujar Poengky Indarti, Kamis (14/10/2021).
Dia menyebutkan Kapolda Banten sudah meminta maaf atas tindakan oknum anggota kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa saat berdemonstrasi di Tangerang. (Baca juga; Mahasiswa Dibanting saat Unjuk Rasa di Tangerang, Kapolda Banten Temui Korban dan Minta Maaf )
"Kapolda sudah meminta maaf atas tindakan anggota. Hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan terhadap oknum anggota yang melakukan kekerasan berlebihan," kata Poengky Indarti. (Baca juga; Oknum Polisi yang Banting Mahasiswa saat Demo di Tangerang Diperiksa Propam Mabes Polri )
Kompolnas mendesak Polri untuk lebih dalam lagi untuk memberikan pendidikan terhadap anggotanya dalam menghadapi aksi demonstrasi terkait aspek Hak Asasi Manusia seperti yang tercantum dalam Perkap 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap 8 tahun 2009 tentang Implementasi Standar dan Prinsip HAM dalam pelaksanaan tugas Polri.
"Kasus Tangerang ini harus menjadi refleksi bahwa anggota di lapangan masih harus dibekali pengetahuan tentang HAM dan penanganan demonstrasi. Mindsetnya perlu diluruskan, bahwa dalam menghadapi demonstran, polisi harus bertindak bijaksana," tambah Poengky Indarti.
Polisi kata dia jangan sampai terpancing jika ada provokasi di lapangan. Penggunaan kekerasan boleh dilakukan ketika tindakan demonstran anarkis membahayakan nyawa polisi dan masyarakat.
"Jika tidak membahayakan, arahkan saja agar para demonstran bisa menyampaikan tuntutan secara damai. Memang anggota yg bertugas adalah bintara-bintara muda yang mungkin seumuran dengan para pendemo. Sehingga bisa jadi masih emosional menangani para pendemo," lanjut Poengky Indarti.
(wib)