Ini Alasan Ahli Waris Tutup Jalan Warga di Ciledug dengan Pagar Beton
loading...
A
A
A
Sementara terkait upaya pembelian kembali tanah yang telah dibeli H Munir, ahli waris tidak menepis. Tetapi katanya, permintaan pembelian itu dilakukan karena Munir sempat ingin menjual tanahnya itu.
Herry mengatakan, luas total tanah 2.500 meter persegi dan yang dibeli Munir sebanyak empat bidang seluas 1.080 meter persegi. Empat bidang tanah itu meliputi halaman rumah, sampai tengah kolam renang. Jalan yang dipagar tak termasuk bidang itu.
"Jadi itu ada pengumuman tanah akan dijual pakai spanduk, karena dijual kami menawar. Tetapi ketika dia jual ke pihak lain, dia kan belinya yang tanah lelang di dalam empat bidang itu, tapi dia jualnya ke umum termasuk tanah yang di jalan ini," jelas Herry.
Klaim atas jalan itulah yang menurut Herry membuat H Ruli kesal dan tidak mau kecolongan dengan melakukan pemagaran jalan dengan lebar 2,5 meter dan panjang 200 meter dari jalan raya tersebut.
"Tapi waktu kami pagar, kami tetap memberi akses dia lewat. Sampai akhirnya dia kena banjir dan roboh itu, terus dibongkar. Itu bagian belakang tanah saya yang lewat kuburan, itu bisa dipakai kan tidak ada masalah. Jadi itu ada asal muasalnya," tegasnya.
Sedang terkait dengan ancaman golok oleh H Ruli, Herry enggan membeberkan. Menurut dia, peristiwa itu terjadi saat pagarnya roboh diterjang banjir. Saat itu, Ruli hendak memperbaiki pagarnya yang roboh.
"Untuk memperbaikinya, Pak Ruli datang ke sini, termasuk dengan membawa alat untuk merapikan. Saat itulah dia bertemu dengan Bu Yanti, ditanyakan dijawab tidak tahu apa-apa. Itu yang bikin kesal. Setelah itu saya tidak tahu lagi," pungkasnya.
Sementara itu, istri almarhum Munir, Hadiyanti yang ditemui disela pembongkaran pagar mengatakan, saat beli lelang, depan jalan yang dipagar itu bertuliskan fasum. Sesuai dengan data dari BPN. Dia membantah, memasukan tanah itu untuk dijual.
"Ya, pernah mau dijual. Tetapi, kita jual karena faktor sertifikat, seluas 1.080 meter persegi. Pasti ada jalan, nggak mungkin nggak ada jalan. Disertifikat, di depan jalan itu tulisannya fasum. Itu data BPN," tukasnya.
Herry mengatakan, luas total tanah 2.500 meter persegi dan yang dibeli Munir sebanyak empat bidang seluas 1.080 meter persegi. Empat bidang tanah itu meliputi halaman rumah, sampai tengah kolam renang. Jalan yang dipagar tak termasuk bidang itu.
"Jadi itu ada pengumuman tanah akan dijual pakai spanduk, karena dijual kami menawar. Tetapi ketika dia jual ke pihak lain, dia kan belinya yang tanah lelang di dalam empat bidang itu, tapi dia jualnya ke umum termasuk tanah yang di jalan ini," jelas Herry.
Klaim atas jalan itulah yang menurut Herry membuat H Ruli kesal dan tidak mau kecolongan dengan melakukan pemagaran jalan dengan lebar 2,5 meter dan panjang 200 meter dari jalan raya tersebut.
"Tapi waktu kami pagar, kami tetap memberi akses dia lewat. Sampai akhirnya dia kena banjir dan roboh itu, terus dibongkar. Itu bagian belakang tanah saya yang lewat kuburan, itu bisa dipakai kan tidak ada masalah. Jadi itu ada asal muasalnya," tegasnya.
Sedang terkait dengan ancaman golok oleh H Ruli, Herry enggan membeberkan. Menurut dia, peristiwa itu terjadi saat pagarnya roboh diterjang banjir. Saat itu, Ruli hendak memperbaiki pagarnya yang roboh.
"Untuk memperbaikinya, Pak Ruli datang ke sini, termasuk dengan membawa alat untuk merapikan. Saat itulah dia bertemu dengan Bu Yanti, ditanyakan dijawab tidak tahu apa-apa. Itu yang bikin kesal. Setelah itu saya tidak tahu lagi," pungkasnya.
Sementara itu, istri almarhum Munir, Hadiyanti yang ditemui disela pembongkaran pagar mengatakan, saat beli lelang, depan jalan yang dipagar itu bertuliskan fasum. Sesuai dengan data dari BPN. Dia membantah, memasukan tanah itu untuk dijual.
"Ya, pernah mau dijual. Tetapi, kita jual karena faktor sertifikat, seluas 1.080 meter persegi. Pasti ada jalan, nggak mungkin nggak ada jalan. Disertifikat, di depan jalan itu tulisannya fasum. Itu data BPN," tukasnya.