Ini Alasan Ahli Waris Tutup Jalan Warga di Ciledug dengan Pagar Beton

Rabu, 17 Maret 2021 - 21:22 WIB
loading...
Ini Alasan Ahli Waris Tutup Jalan Warga di Ciledug dengan Pagar Beton
Perwakilan ahli waris pemilik tanah di Jalan Akasia No 1, RT04/03, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, mengungkapkan kekecewaannya melihat pagar beton miliknya dirobohkan secara paksa. Foto/SINDOnews
A A A
TANGERANG - Perwakilan ahli waris pemilik tanah di Jalan Akasia No 1, RT04/03, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang , mengungkapkan kekecewaannya melihat pagar beton miliknya dirobohkan secara paksa.

Sejak berita mengenai temboknya viral, pihak ahli waris merasa terhakimi. Hampir semua pemberitaan menyudutkan mereka. Sulitnya menemui ahli waris menambah buruk citra itu. Baru setelah pagarnya dirobohkan, pihak ahli waris akhirnya mau berbicara.

Perwakilan ahli waris yang berhasil ditemui, Herry Mulya mengatakan, apa yang disampaikan istri almarhum Munir, yakni Hadiyanti dan anak-anaknya di media banyak yang tidak sesuai dengan fakta. (Baca juga; Tempuh Jalur Hukum, Ahli Waris Ancam Bangun Kembali Pagar Beton yang Dirobohkan )

"Bu Yanti saat diwawancara bilangnya enggak bisa keluar 3 minggu, itu tidak benar. Padahal bisa lewat belakang, lewat kuburan," kata Herry, kepada SINDOnews, di lokasi pagar beton, Rabu (17/3/2021).

Dia menjelaskan, meski menutup total akses jalan di depan rumah dengan pagar beton berkawat duri, tetapi pihaknya membuka pintu belakang di kuburan. Tetapi dari penelusuran SINDOnews, tidak ada pintu belakang. Hanya tembok dibongkar ke perkuburan.

Bongkaran tembok sebesar pintu inilah yang disebut Herry sebagai jalan. Kemudian, Herry juga menyebut, bahwa selain rumah Yanti, ada tetangganya yang juga terisolasi akibat pagar beton setinggi 2 meter.

"Yang kedua, Bu Yanti menyatakan, bahwa dia tidak bisa juga melakukan aktivitas karena pagar (gerbang) dikunci. Dia mengatakan, ada dua rumah di area ini, satu berikan kunci, satunya tidak. Saat ditanya penyebabnya dia tidak tahu," sambungnya.

Terkait hal ini, SINDOnews mewawancarai tokoh warga Tajur, Agus. Dia mengatakan, awal tetangga Yanti yang dulu sebagai bidan dan kini sudah tidak aktif, mendapat kunci. Katanya, keluarga bidan itu sempat diminta uang jalan sebesar Rp25 juta.

Tetapi saat itu, warga bereaksi dan akhirnya atas keinginan keluarga ahli waris, mereka diberikan kunci pintu gerbang. Sedang dengan keluarga Yanti, tidak diberikan karena tidak mau menjual lagi tanahnya. (Baca juga; Pagar Beton di Ciledug Dirobohkan Besok, Pemilik Bersikukuh Bertahan )

"Bidan bisa dan dikasih jalan, karena dimintai Rp25 juta. Tetapi ada pernyataan dari almarhum H Anas (pemilik tanah), jalan dibebaskan. Akhirnya nggak bayar. Buyung juga pintar, minta tolong warga, kalau dipagar kita lawan. Akhirnya dikasih jalan," jelasnya.

Sementara terkait upaya pembelian kembali tanah yang telah dibeli H Munir, ahli waris tidak menepis. Tetapi katanya, permintaan pembelian itu dilakukan karena Munir sempat ingin menjual tanahnya itu.

Herry mengatakan, luas total tanah 2.500 meter persegi dan yang dibeli Munir sebanyak empat bidang seluas 1.080 meter persegi. Empat bidang tanah itu meliputi halaman rumah, sampai tengah kolam renang. Jalan yang dipagar tak termasuk bidang itu.

"Jadi itu ada pengumuman tanah akan dijual pakai spanduk, karena dijual kami menawar. Tetapi ketika dia jual ke pihak lain, dia kan belinya yang tanah lelang di dalam empat bidang itu, tapi dia jualnya ke umum termasuk tanah yang di jalan ini," jelas Herry.

Klaim atas jalan itulah yang menurut Herry membuat H Ruli kesal dan tidak mau kecolongan dengan melakukan pemagaran jalan dengan lebar 2,5 meter dan panjang 200 meter dari jalan raya tersebut.

"Tapi waktu kami pagar, kami tetap memberi akses dia lewat. Sampai akhirnya dia kena banjir dan roboh itu, terus dibongkar. Itu bagian belakang tanah saya yang lewat kuburan, itu bisa dipakai kan tidak ada masalah. Jadi itu ada asal muasalnya," tegasnya.

Sedang terkait dengan ancaman golok oleh H Ruli, Herry enggan membeberkan. Menurut dia, peristiwa itu terjadi saat pagarnya roboh diterjang banjir. Saat itu, Ruli hendak memperbaiki pagarnya yang roboh.

"Untuk memperbaikinya, Pak Ruli datang ke sini, termasuk dengan membawa alat untuk merapikan. Saat itulah dia bertemu dengan Bu Yanti, ditanyakan dijawab tidak tahu apa-apa. Itu yang bikin kesal. Setelah itu saya tidak tahu lagi," pungkasnya.



Sementara itu, istri almarhum Munir, Hadiyanti yang ditemui disela pembongkaran pagar mengatakan, saat beli lelang, depan jalan yang dipagar itu bertuliskan fasum. Sesuai dengan data dari BPN. Dia membantah, memasukan tanah itu untuk dijual.

"Ya, pernah mau dijual. Tetapi, kita jual karena faktor sertifikat, seluas 1.080 meter persegi. Pasti ada jalan, nggak mungkin nggak ada jalan. Disertifikat, di depan jalan itu tulisannya fasum. Itu data BPN," tukasnya.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)