Jalan Dipagar Beton Pemilik Tanah, Warga Ciledug Berharap Pemerintah Hadir
loading...
A
A
A
TANGERANG - Hampir sebulan rumah keluarga H Munir, warga Jalan Akasia, No 1, RT04/03, Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang , Banten, ditutup pagar beton setinggi 2 meter pemilik tanah jalan. Selama itu juga, keluarga H Munir yang terdiri dari Anna Melinda (30) dan kedua anaknya, adik dan ibunya tinggal terisolir.
Jika terpaksa keluar, mereka harus melompati dua pagar beton di depan rumah. Namun, jika tidak ingin susah, lewat jalan kuburan. Tidak ada pilihan yang mudah. Derita ini terpaksa dialaminya sendiri.
Mediasi yang melibatkan pemerintah daerah, hingga kepolisian sudah dibuat. Hasilnya, pagar bak tembok Berlin itu, tetap berdiri dengan kekar. (Baca juga; Viral, Sengketa Tanah Berujung Penutupan Pagar Rumah Warga Ciledug )
Ketua RT04/03 Tajur, Agus mengatakan, secara lingkungan tidak ada yang terganggu dengan konflik antara keluarga H Munir itu dan almarhum Anas Burhan, pemilik tanah jalan yang dibeton tersebut. (Baca juga; Akses Jalan Utama Dibeton Pemilik Tanah, Warga Ciledug Ini Harus Manjat Tembok Setiap Masuk Rumah )
"Warga nggak bisa ngapa-ngapain, itu konfliknya Munir dengan pemilik kolam renang, yakni Anas Burhan. Kepentingan warga hanya di jalan dan itu nggak diganggu gugat. Masalah ini sudah sampai sekda," kata Agus, kepada SINDOnews, Jumat (12/3/2021).
Dia mengatakan, sejak mediasi itu warga tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia mengakui, mudah membongkar tembok beton yang menutup rumah keluarga Munir. Namun, warga enggan, karena hanya menimbulkan permasalahan baru.
"Sekarang kekuatan lingkungan apa? Aparat saja nggak bisa berbuat apa-apa, kita sudah melaporkan ke Binamas, ke kelurahan, tapi kalau nggak ada upaya, kita bingung. Kita kondisinya nggak bisa ngapa-ngapain, kita mau robohin juga kita yang salah," jelasnya.
Menurut dia, sebelum terjadi penutupan total akses jalan rumah almarhum H Munir, tidak ada konflik. Persoalan baru timbul, setelah kolam renang itu dibeli Munir, melalui proses lelang oleh pihak bank.
Umumnya proses pembelian rumah, jalan menjadi fasilitas yang disediakan. Tetapi tidak demikian yang terjadi. Secara sepihak, ahli waris Anas Burhan, yakni H Ruly, merasa tanah jalan seluas 2,5 meter, sepanjang 200 meter itu tidak termasuk dijual.
Merasa tanah itu miliknya, pihak ahli waris menutup akses jalan secara total dan keluarga almarhum Munir yang terkena dampaknya sendirian. Padahal, yang tinggal di balik pagar itu tidak hanya keluarga Munir. Tetapi juga ada keluarga bidan Buyung.
Hanya saja, keluarga bidan jauh lebih beruntung. Dia diberi akses melewati gerbang dan mendapat kuncinya. Sedang keluarga Munir, tidak diberi akses melewati jalan yang telah dipagar beton tersebut.
Asep Alwaini Munir (28), anak almarhum Munir yang ditemui di lokasi mengatakan, hal itu membuat keluarga bingung. Bagaimana bisa, hanya keluarga bidan yang diberi akses, sedang keluarganya tidak.
"Kejadian bermula dari perselisihan antara ahli waris dan orangtua saya. Jadi cerita awalnya, orangtua saya memenangkan lelang dari bank. Orangtua saya tertarik membeli tanah ini, karena pasti ada jalannya dong. Tetapi jalannya malah ditembok," paparnya.
Dia pun berharap, pemerintah campur tangan dan hadir dalam konflik ini. Pihak keluarga hanya ingin akses jalan ke rumah dibuka dan tidak ditutup total. Jadi, tidak perlu lagi mempertaruhkan risiko besar naik tembok beton atau melewati kuburan.
Jika terpaksa keluar, mereka harus melompati dua pagar beton di depan rumah. Namun, jika tidak ingin susah, lewat jalan kuburan. Tidak ada pilihan yang mudah. Derita ini terpaksa dialaminya sendiri.
Mediasi yang melibatkan pemerintah daerah, hingga kepolisian sudah dibuat. Hasilnya, pagar bak tembok Berlin itu, tetap berdiri dengan kekar. (Baca juga; Viral, Sengketa Tanah Berujung Penutupan Pagar Rumah Warga Ciledug )
Ketua RT04/03 Tajur, Agus mengatakan, secara lingkungan tidak ada yang terganggu dengan konflik antara keluarga H Munir itu dan almarhum Anas Burhan, pemilik tanah jalan yang dibeton tersebut. (Baca juga; Akses Jalan Utama Dibeton Pemilik Tanah, Warga Ciledug Ini Harus Manjat Tembok Setiap Masuk Rumah )
"Warga nggak bisa ngapa-ngapain, itu konfliknya Munir dengan pemilik kolam renang, yakni Anas Burhan. Kepentingan warga hanya di jalan dan itu nggak diganggu gugat. Masalah ini sudah sampai sekda," kata Agus, kepada SINDOnews, Jumat (12/3/2021).
Dia mengatakan, sejak mediasi itu warga tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia mengakui, mudah membongkar tembok beton yang menutup rumah keluarga Munir. Namun, warga enggan, karena hanya menimbulkan permasalahan baru.
"Sekarang kekuatan lingkungan apa? Aparat saja nggak bisa berbuat apa-apa, kita sudah melaporkan ke Binamas, ke kelurahan, tapi kalau nggak ada upaya, kita bingung. Kita kondisinya nggak bisa ngapa-ngapain, kita mau robohin juga kita yang salah," jelasnya.
Menurut dia, sebelum terjadi penutupan total akses jalan rumah almarhum H Munir, tidak ada konflik. Persoalan baru timbul, setelah kolam renang itu dibeli Munir, melalui proses lelang oleh pihak bank.
Umumnya proses pembelian rumah, jalan menjadi fasilitas yang disediakan. Tetapi tidak demikian yang terjadi. Secara sepihak, ahli waris Anas Burhan, yakni H Ruly, merasa tanah jalan seluas 2,5 meter, sepanjang 200 meter itu tidak termasuk dijual.
Merasa tanah itu miliknya, pihak ahli waris menutup akses jalan secara total dan keluarga almarhum Munir yang terkena dampaknya sendirian. Padahal, yang tinggal di balik pagar itu tidak hanya keluarga Munir. Tetapi juga ada keluarga bidan Buyung.
Hanya saja, keluarga bidan jauh lebih beruntung. Dia diberi akses melewati gerbang dan mendapat kuncinya. Sedang keluarga Munir, tidak diberi akses melewati jalan yang telah dipagar beton tersebut.
Asep Alwaini Munir (28), anak almarhum Munir yang ditemui di lokasi mengatakan, hal itu membuat keluarga bingung. Bagaimana bisa, hanya keluarga bidan yang diberi akses, sedang keluarganya tidak.
"Kejadian bermula dari perselisihan antara ahli waris dan orangtua saya. Jadi cerita awalnya, orangtua saya memenangkan lelang dari bank. Orangtua saya tertarik membeli tanah ini, karena pasti ada jalannya dong. Tetapi jalannya malah ditembok," paparnya.
Dia pun berharap, pemerintah campur tangan dan hadir dalam konflik ini. Pihak keluarga hanya ingin akses jalan ke rumah dibuka dan tidak ditutup total. Jadi, tidak perlu lagi mempertaruhkan risiko besar naik tembok beton atau melewati kuburan.
(wib)