Jembatan Merah Bogor, Tempat Kongkow Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sambil Makan Doclang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jembatan Merah , Kota Bogor yang dibangun melintasi Sungai Cipakancilan sudah ada sejak tahun 1800-an, yaitu masa ketika penjajah Belanda berkuasa. Jembatan itu menghubungkan Jalan Kapten Muslihat, Merdeka, dan Panaragan.
Menurut buku Catatan Sejarah Bogor karangan Alm Bapak Saleh Dasasminta, Cipakancilan dibuat oleh Kanjeng Aria Natangegara (seorang demang di Kampoeng Baroe) pada tahun 1776.
Baca juga: Kuburan Massal Tentara Belanda dan Sejarah Berdirinya Kelenteng Sian Djin Kupoh
Tujuan pembuatan sungai ini antara lain untuk mengaliri persawahan di utara Dayeuh Bogor seperti Kebon Pedes, Cilebut sampai Bojong Gede, Depok dan berakhir di Sungai Ciliwung.
Alur Cipakancilan kemudian dipecah menjadi kanal Cidepit yang pembagian airnya dimulai di daerah yang sekarang menjadi Manterena Lebak.
Jembatan Merah tempo dulu. Foto: Facebook Bogor Tempo Doeloe
Masih menurut penuturan sesepuh Bogor, lokasi sekitar Jembatan Merah pada pagi hari terutama hari Minggu dan hari-hari besar/liburan menjadi tempat rekreasi bagi penduduk Bogor waktu itu, terutama dari kalangan Belanda dan Eropa.
Berdasarkan sejarahbogor.com yang dikutip SINDOnews, Jumat (5/3/2021), salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan di Istana Bogor yaitu Gustaf Willem Baron van Imhoff sering menyempatkan melihat kegiatan masyarakat di sekitar Jembatan Merah sembari jalan-jalan dan olahraga pagi.
Tuan Baron ini selalu menyempatkan diri menikmati jajanan khas Bogor antara lain bubur ayam, doclang, lontong, tahu goreng setengah matang, goreng kentang dan kerupuk merah yang banyak dijual di kawasan tersebut.
Selain sang Gubernur Jenderal, Direktur Kebun Raya Bogor Mr Treub pun sering menyempatkan diri mengunjungi Jembatan Merah setelah disibukkan dengan aktivitasnya di laboratorium pribadinya yang berada di area Kebun Raya Bogor.
Selain para petinggi dan pejabat Hindia Belanda, kawasan ini terutama pada malam hari (malam minggu) ternyata ramai dikunjungi oleh remaja-remaja bule dan priyayi yang dijuluki "Mience". Sebelum mereka berkumpul di tempat hiburan di Societet Hitte (sekarang jadi kawasan perbankan Jalan Juanda), para remaja tak akan melewatkan waktu untuk berkeliling di sekitar Jembatan Merah sambil menikmati jajanan khas Bogor.
Baca juga: Ini Deretan Masjid Tertua di Jakarta
Sungai Cipakancilan
Air Sungai Cipakancilan yang berada di bawah Jembatan Merah pada waktu itu masih mengalir cukup deras. Bahkan, penduduk lokal yang menghuni perkampungan sekitar Jembatan Merah ini seperti Gang Ambi, Gang Texan, Mantarena dan Kebon Jahe sering menangkap ikan di sungai ini dengan cara dipancing atau menebar jala/bubu.
Menjelang maghrib, kegiatan mencari ikan berakhir dan digantikan dengan aktivitas satwa malam yang masih banyak ditemukan di pinggiran Sungai Cipakancilan seperti musang, ular dan juga kalong-kalong besar dari Kebun Raya yang mencari makanan di pohon-pohon di tebing sekitar Sungai Cipakancilan.
Suasana di bawah Jembatan Merah. Foto: Facebook Bogor Heritage (Bogor Tempo Doeloe)
Air Cipakancilan waktu itu masih sangat jernih, pada tebing kiri dan kanan banyak ditumbuhi pohon durian, rambutan dan limus. Di sela-sela semak belukar banyak tersembul buah arbei dengan warnanya yang merah menyala.
Apabila musim durian tiba, penduduk lokal yang mencari ikan akan meluangkan waktunya untuk mencari buah durian yang jatuh. Biasanya setelah maghrib, penangkap ikan akan pulang membawa ikan tangkapan dan juga durian jatohannya.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar
Suasana damai dan pemandangan arus dan pohon buah-buahan di tebing Cipakancilan sekitar Jembatan Merah kini tinggal kenangan. Tebing-tebing yang dulu hijau oleh pepohonan kini digantikan tumpukan batako dinding rumah dan pagar-pagar beton. Ikan-ikan yang dulu banyak menghuni sungai kini digantikan oleh limbah rumah tangga dan sampah para pedagang kaki lima (PKL).
Kini kemacetan jadi pemandangan sehari-hari di kawasan ini. Jembatan Merah yang dulunya dijadikan ajang rekreasi untuk melepas lelah sekarang menjadi sumber kepenatan yang bisa bikin stres orang.
Menurut buku Catatan Sejarah Bogor karangan Alm Bapak Saleh Dasasminta, Cipakancilan dibuat oleh Kanjeng Aria Natangegara (seorang demang di Kampoeng Baroe) pada tahun 1776.
Baca juga: Kuburan Massal Tentara Belanda dan Sejarah Berdirinya Kelenteng Sian Djin Kupoh
Tujuan pembuatan sungai ini antara lain untuk mengaliri persawahan di utara Dayeuh Bogor seperti Kebon Pedes, Cilebut sampai Bojong Gede, Depok dan berakhir di Sungai Ciliwung.
Alur Cipakancilan kemudian dipecah menjadi kanal Cidepit yang pembagian airnya dimulai di daerah yang sekarang menjadi Manterena Lebak.
Jembatan Merah tempo dulu. Foto: Facebook Bogor Tempo Doeloe
Masih menurut penuturan sesepuh Bogor, lokasi sekitar Jembatan Merah pada pagi hari terutama hari Minggu dan hari-hari besar/liburan menjadi tempat rekreasi bagi penduduk Bogor waktu itu, terutama dari kalangan Belanda dan Eropa.
Berdasarkan sejarahbogor.com yang dikutip SINDOnews, Jumat (5/3/2021), salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan di Istana Bogor yaitu Gustaf Willem Baron van Imhoff sering menyempatkan melihat kegiatan masyarakat di sekitar Jembatan Merah sembari jalan-jalan dan olahraga pagi.
Tuan Baron ini selalu menyempatkan diri menikmati jajanan khas Bogor antara lain bubur ayam, doclang, lontong, tahu goreng setengah matang, goreng kentang dan kerupuk merah yang banyak dijual di kawasan tersebut.
Selain sang Gubernur Jenderal, Direktur Kebun Raya Bogor Mr Treub pun sering menyempatkan diri mengunjungi Jembatan Merah setelah disibukkan dengan aktivitasnya di laboratorium pribadinya yang berada di area Kebun Raya Bogor.
Selain para petinggi dan pejabat Hindia Belanda, kawasan ini terutama pada malam hari (malam minggu) ternyata ramai dikunjungi oleh remaja-remaja bule dan priyayi yang dijuluki "Mience". Sebelum mereka berkumpul di tempat hiburan di Societet Hitte (sekarang jadi kawasan perbankan Jalan Juanda), para remaja tak akan melewatkan waktu untuk berkeliling di sekitar Jembatan Merah sambil menikmati jajanan khas Bogor.
Baca juga: Ini Deretan Masjid Tertua di Jakarta
Sungai Cipakancilan
Air Sungai Cipakancilan yang berada di bawah Jembatan Merah pada waktu itu masih mengalir cukup deras. Bahkan, penduduk lokal yang menghuni perkampungan sekitar Jembatan Merah ini seperti Gang Ambi, Gang Texan, Mantarena dan Kebon Jahe sering menangkap ikan di sungai ini dengan cara dipancing atau menebar jala/bubu.
Menjelang maghrib, kegiatan mencari ikan berakhir dan digantikan dengan aktivitas satwa malam yang masih banyak ditemukan di pinggiran Sungai Cipakancilan seperti musang, ular dan juga kalong-kalong besar dari Kebun Raya yang mencari makanan di pohon-pohon di tebing sekitar Sungai Cipakancilan.
Suasana di bawah Jembatan Merah. Foto: Facebook Bogor Heritage (Bogor Tempo Doeloe)
Air Cipakancilan waktu itu masih sangat jernih, pada tebing kiri dan kanan banyak ditumbuhi pohon durian, rambutan dan limus. Di sela-sela semak belukar banyak tersembul buah arbei dengan warnanya yang merah menyala.
Apabila musim durian tiba, penduduk lokal yang mencari ikan akan meluangkan waktunya untuk mencari buah durian yang jatuh. Biasanya setelah maghrib, penangkap ikan akan pulang membawa ikan tangkapan dan juga durian jatohannya.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar
Suasana damai dan pemandangan arus dan pohon buah-buahan di tebing Cipakancilan sekitar Jembatan Merah kini tinggal kenangan. Tebing-tebing yang dulu hijau oleh pepohonan kini digantikan tumpukan batako dinding rumah dan pagar-pagar beton. Ikan-ikan yang dulu banyak menghuni sungai kini digantikan oleh limbah rumah tangga dan sampah para pedagang kaki lima (PKL).
Kini kemacetan jadi pemandangan sehari-hari di kawasan ini. Jembatan Merah yang dulunya dijadikan ajang rekreasi untuk melepas lelah sekarang menjadi sumber kepenatan yang bisa bikin stres orang.
(jon)