15 Calo Penjual Surat Swab Test Palsu di Bandara Soetta Dibekuk Polisi, Patok Harga Rp1,5 Juta
loading...
A
A
A
TANGERANG - Sindikat pemalsu surat hasil rapid test antibody, antigen, dan swab test, di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, digulung polisi. Sebanyak 15 orang ditangkap Polres Bandara Sekarno-Hatta dalam kasus tersebut.
Kelima belas tersangka, berinisial MHJ, M alias A, ZAP, DS, U alias B, AA, U alias U, YS, SB, S bin N, S alias C, IS, CY, RAS dan PA. Tersangka MHJ, diketahui merupakan pekerja harian lepas bagian operasional, protokoler institusi, dan mantan sekuriti Angkasa Pura Propertindo AP. Dia terkena PHK, pada Agustus 2020, akibat pandemi COVID-19.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, tersangka MHJ berperan sebagai pencari orang yang memerlukan surat kesehatan untuk penerbangan tanpa melalui pemeriksaan kesehatan yang sah. (Baca juga; 14 Karyawan Terpapar COVID-19, PDAM Kota Bogor Tutup Tiga Hari )
"Dia memasang tarif sebesar Rp1 juta sampai Rp1,5 juta untuk satu surat palsu. Dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp50.000 setiap satu suratnya," kata Yusri, kepada Sindonews, di Bandara Soetta, Tangerang, Senin (18/1/2021).
Surat kesehatan palsu tersebut, kata Yusri, dibuat oleh DS alias O alias NH. DS merupakan mantan relawan validasi KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) Bandara Soetta. Dia sedikit tahun tentang surat itu, karena pernah bekerja di sana.
"Jadi, dia yang membuat surat keterangan hasil negatif SWAB PCR palsu dengan menggunakan laptop dan printer yang dimiliki. Dari setiap surat palsu itu, dia mendapatkan keuntungan sekitar Rp200.000," sambungnya. (Baca juga; Kekurangan Nakes, RS Lapangan Bogor Tetap Beroperasi Hari Ini )
Sementara pelaku lainnya, kebanyakan bekerja sebagai calo tiket yang sudah lama beraktivitas di Bandara Soetta. Dalam sehari, kawanan ini bisa menjual puluhan surat keterangan bebas COVID-19 palsu. Menurut pengakuan dari para tersangka, setiap harinya mereka bahkan bisa menjual surat keterangan sehat palsu itu sebanyak 20 lembar.
Selanjutnya, mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 93 ayat 1 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan atau Pasal 14 Ayat 1 UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 263 KUHP serta Pasal 268 KUHP tentang Pemalsuan. "Mereka diancam hukuman enam tahun penjara," tegas Yusri.
Kelima belas tersangka, berinisial MHJ, M alias A, ZAP, DS, U alias B, AA, U alias U, YS, SB, S bin N, S alias C, IS, CY, RAS dan PA. Tersangka MHJ, diketahui merupakan pekerja harian lepas bagian operasional, protokoler institusi, dan mantan sekuriti Angkasa Pura Propertindo AP. Dia terkena PHK, pada Agustus 2020, akibat pandemi COVID-19.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, tersangka MHJ berperan sebagai pencari orang yang memerlukan surat kesehatan untuk penerbangan tanpa melalui pemeriksaan kesehatan yang sah. (Baca juga; 14 Karyawan Terpapar COVID-19, PDAM Kota Bogor Tutup Tiga Hari )
"Dia memasang tarif sebesar Rp1 juta sampai Rp1,5 juta untuk satu surat palsu. Dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp50.000 setiap satu suratnya," kata Yusri, kepada Sindonews, di Bandara Soetta, Tangerang, Senin (18/1/2021).
Surat kesehatan palsu tersebut, kata Yusri, dibuat oleh DS alias O alias NH. DS merupakan mantan relawan validasi KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) Bandara Soetta. Dia sedikit tahun tentang surat itu, karena pernah bekerja di sana.
"Jadi, dia yang membuat surat keterangan hasil negatif SWAB PCR palsu dengan menggunakan laptop dan printer yang dimiliki. Dari setiap surat palsu itu, dia mendapatkan keuntungan sekitar Rp200.000," sambungnya. (Baca juga; Kekurangan Nakes, RS Lapangan Bogor Tetap Beroperasi Hari Ini )
Sementara pelaku lainnya, kebanyakan bekerja sebagai calo tiket yang sudah lama beraktivitas di Bandara Soetta. Dalam sehari, kawanan ini bisa menjual puluhan surat keterangan bebas COVID-19 palsu. Menurut pengakuan dari para tersangka, setiap harinya mereka bahkan bisa menjual surat keterangan sehat palsu itu sebanyak 20 lembar.
Selanjutnya, mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 93 ayat 1 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan atau Pasal 14 Ayat 1 UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 263 KUHP serta Pasal 268 KUHP tentang Pemalsuan. "Mereka diancam hukuman enam tahun penjara," tegas Yusri.
(wib)