Beda Versi Soal Penembakan 6 Anggota FPI, Psikolog Forensik: Perlu Ada Kronologis Berkualitas

Kamis, 10 Desember 2020 - 07:22 WIB
loading...
Beda Versi Soal Penembakan...
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel.Foto/SINDOphoto/Dok
A A A
JAKARTA - Terjadi perbedaan versi antara polisi dan Front Pembela Islam (FPI) terkait peristiwa penembakan yang menewaskan enam laskar pengawal Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dan keluarganya di Jalan Tol Cikampek Kilometer 50, Senin 7 Desember 2020, sekitar pukul 00.30 WIB dini hari.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengkaim, polisi terpaksa mengambil tindakan tegas dan terukur kepada para laskar karena melawan petugas dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam. Di sisi lain, Sekretaris Umum FPI Munarman membantah klaim polisi soal laskar pengawal Rizieq memiliki dan membawa senjata api. Menurut dia, setiap anggota FPI dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, serta terbiasa dengan tangan kosong.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, perlu kronologis yang berkualitas guna mencari kebenaran tentang peristiwa penembakan kepada para laskar. (Baca: Muncul Pelangi saat Penyambutan Jenazah Laskar FPI di Bogor, Warga: Masyaallah Syuhada Disambut Bidadari)

"Kronologis itu harus lengkap dan akurat disertai dengan fakta yang didukung bukti-bukti yang kuat. Lengkap bermakna rangkaian episode terangkai utuh. Akurat berarti sesuai dengan fakta, didukung oleh bukti-bukti," kata Reza kepada MNC Portal pada Rabu (10/12/2020).

Reza menambahkan, perbedaan versi antara polisi dan FPI soal penembakan laskar pengawal Habib Rizieq akan terungkap mana yang benar setelah tim independen dari Komnas HAM merilis hasil investigasinya ke publik. "Dari dua versi kronologi yang ada, yang mana yang akan kita percayai? Tentunya versi yang berkualitas. Bagaimana caranya menyusun kronologi yang berkualitas itu? Investigasi independen," terang dia.

Reza menambahkan, dalam psikologi forensik ada istilah penembakan yang menular (contagious shooting). Ketika satu personel menembak, hampir selalu bisa dipastikan dalam tempo cepat personil-personil lain juga akan melakukan penembakan."Seperti aba-aba, anggota pasukan tidak melakukan kalkulasi, tapi tinggal mengikuti saja," jelas dia.

Dia menilai, kemungkinan dalam peristiwa di KM 50 Tol Cikampek aksi menembak menjadi perilaku spontan (bukan aktivitas terukur). Terlebih, jika semakin besar ketika para petugas sudah mempersepsikan target sebagai pihak yang berbahaya.

"Jadi, dengan kata lain, dalam situasi semacam itu, personel bertindak dengan didorong oleh rasa takut," tutur Reza. Menurut Reza, peristiwa yang dipersepsikan kritis sering berlangsung pada malam hari. Data menunjukkan bahwa lebih dari 70% kasus penembakan terhadap target yang disangka bersenjata berlangsung pada malam hari.

"Saat pencahayaan minim sehingga mengganggu kejernihan penglihatan personel. Sempurnalah faktor luar dan faktor dalam memunculkan perilaku. Faktor luar adalah letusan pertama oleh personel pertama dan kondisi alam di TKP. Faktor dalam adalah rasa takut personil," ucap dia.

Reza menjelaskan, perbedaan versi peristiwa pemembakan laskar FPI membutuhkan investigasi dari kasus per kasus terhadap masing-masing dan antarpersonel kepolisian yang bertugas menguntit Habib Rizieq tersebut. "Investigasi oleh semacam shooting review board nantinya tidak hanya mengeluarkan simpulan apakah penembakan memang sesuai atau bertentangan dengan ketentuan. Lebih jauh, temuan tim investigasi bermanfaat sebagai masukan bagi unit-unit semacam SDM dan Diklat," ucapnya.
(hab)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1074 seconds (0.1#10.140)