Generasi Muda Wajib Kawal Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Generasi muda wajib mengawal Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020. Hal ini diungkapkan saat webinar bertemakan Memilih Masa Depan, Aspirasikan Harapan.
Acara tersebut terselenggara pada Kamis 3 Desember 2020 diikuti sekitar 100 peserta dari berbagai lintas provinsi dan profesi.
Dihadiri oleh pembicara yakni Lucius Karus (Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Siti Chaakimah (Peneliti Sosial dan Lingkungan Epistema Institute), Edo Rakhman (Koordinator Koalisi Golongan Hutan), Muhammad Al-Iqbal (Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Kalbar 2020-2022). (Baca juga: Generasi Milenial Warnai Acara Virtual Expo 2020)
“Masa depan milik kita. Kita harus bersatu untuk perbaikan kehidupan di masa mendatang,” ujar Koordinator Program Pendidikan Warga Muda Isna Iskandar.
Dia mengajak seluruh pemuda menggunakan momentum Pilkada Serentak 2020 sebagai sarana membangun daerah lebih maju dan tetap memerhatikan lingkungan.
“Anak muda jangan sampai hanya menjadi kantong suara, tapi harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawalan pembangunan di daerah kita masing-masing," kata Isna.
Selain itu, anak muda wajib mendesak kepala daerah untuk mengusung pembangunan berkelanjutan. (Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Generasi Milenial Kehilangan Teladan Para Elite Politik)
Peneliti Senior FORMAPPI Lucius Karus menuturkan pemuda belum terlibat aktif mengisi wacana yang berkembang saat pilkada. Terlebih saat ini ruang ekspresi dari kaum muda belum terlalu kelihatan di Pilkada 2020, padahal ini kesempatan paling bagus untuk menunjukkan intervensi dari idealisme kaum muda terhadap lahirnya pemimpin-pemimpin di daerah melalui Pilkada 2020.
Koordinator Koalisi Golongan Hutan Edo Rakhman mengatakan, pilihan anak muda menentukan nasib lima tahun ke depan. “Kalau kita tidak bisa memaksimalkan momentum tersebut kehidupan anak-anak muda hari ini yang menjadi pemilih potensial akan sangat berpengaruh kehidupanya 5 tahun ke depan," ujarnya.
Menurut Peneliti Sosial dan Lingkungan Epistema Institute Siti Chaakimah, kebanyakan kepala daerah telah membuat kontrak politik dengan pengusaha. Terkadang kontrak politik itulah yang menjadi dasar kebijakan yang tak pro terhadap lingkungan.
“Seringkali kegagalan pembangunan daerah dan kerusakan lingkungan di daerah dikarenakan kontrak politik antara calon kepala daerah dan pengusaha pendukung calon. Jadi sehabis pilkada selesai banyak sekali surat-surat izin yang diterbitkan sebagai tebusan balas budi,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Kalbar 2020-2022 Muhammad Al-Iqbal mengamini pernyataan dari Siti. “Politik sejatinya suatu hal yang baik, justru para oknum politikus tersebutlah yang memberikan stigma kepada masyarakat bahwa politik itu suatu hal yang kotor," ujar Iqbal.
Dia menyarankan kaum muda sebelum memilih calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 harus terlebih dulu mengamati latar belakang serta visi-misi dan memastikan apa yang mereka gagas benar-benar untuk kebermanfaatkan rakyat.
Acara tersebut terselenggara pada Kamis 3 Desember 2020 diikuti sekitar 100 peserta dari berbagai lintas provinsi dan profesi.
Dihadiri oleh pembicara yakni Lucius Karus (Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Siti Chaakimah (Peneliti Sosial dan Lingkungan Epistema Institute), Edo Rakhman (Koordinator Koalisi Golongan Hutan), Muhammad Al-Iqbal (Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Kalbar 2020-2022). (Baca juga: Generasi Milenial Warnai Acara Virtual Expo 2020)
“Masa depan milik kita. Kita harus bersatu untuk perbaikan kehidupan di masa mendatang,” ujar Koordinator Program Pendidikan Warga Muda Isna Iskandar.
Dia mengajak seluruh pemuda menggunakan momentum Pilkada Serentak 2020 sebagai sarana membangun daerah lebih maju dan tetap memerhatikan lingkungan.
“Anak muda jangan sampai hanya menjadi kantong suara, tapi harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawalan pembangunan di daerah kita masing-masing," kata Isna.
Selain itu, anak muda wajib mendesak kepala daerah untuk mengusung pembangunan berkelanjutan. (Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Generasi Milenial Kehilangan Teladan Para Elite Politik)
Peneliti Senior FORMAPPI Lucius Karus menuturkan pemuda belum terlibat aktif mengisi wacana yang berkembang saat pilkada. Terlebih saat ini ruang ekspresi dari kaum muda belum terlalu kelihatan di Pilkada 2020, padahal ini kesempatan paling bagus untuk menunjukkan intervensi dari idealisme kaum muda terhadap lahirnya pemimpin-pemimpin di daerah melalui Pilkada 2020.
Koordinator Koalisi Golongan Hutan Edo Rakhman mengatakan, pilihan anak muda menentukan nasib lima tahun ke depan. “Kalau kita tidak bisa memaksimalkan momentum tersebut kehidupan anak-anak muda hari ini yang menjadi pemilih potensial akan sangat berpengaruh kehidupanya 5 tahun ke depan," ujarnya.
Menurut Peneliti Sosial dan Lingkungan Epistema Institute Siti Chaakimah, kebanyakan kepala daerah telah membuat kontrak politik dengan pengusaha. Terkadang kontrak politik itulah yang menjadi dasar kebijakan yang tak pro terhadap lingkungan.
“Seringkali kegagalan pembangunan daerah dan kerusakan lingkungan di daerah dikarenakan kontrak politik antara calon kepala daerah dan pengusaha pendukung calon. Jadi sehabis pilkada selesai banyak sekali surat-surat izin yang diterbitkan sebagai tebusan balas budi,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Kalbar 2020-2022 Muhammad Al-Iqbal mengamini pernyataan dari Siti. “Politik sejatinya suatu hal yang baik, justru para oknum politikus tersebutlah yang memberikan stigma kepada masyarakat bahwa politik itu suatu hal yang kotor," ujar Iqbal.
Dia menyarankan kaum muda sebelum memilih calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 harus terlebih dulu mengamati latar belakang serta visi-misi dan memastikan apa yang mereka gagas benar-benar untuk kebermanfaatkan rakyat.
(jon)