Kaum Milenial Sangat Rentan Terpapar Faham Radikalisme
loading...
A
A
A
DEPOK - Kalangan milenial , terutama pelajar sekolah tingkat menengah dan atas, sangat rentan terpapar aksi anarkisme. Aksi tersebut memicu pengerusakan yang dilakukan spontan karena ketidakpahaman pelajar saat ikut serta dalam aksi demonstrasi .
“Paling ringan itu pengerusakan. Kalau paham anarkisme ini, terus berkembang pada seseorang, bisa jadi dia menjadi radikal, dan pemahaman ideologinya berubah,” ujar Direktur Amir Mahmud Center, Amir Mahmud, saat seminar dan diskusi 'Penguatan Pendidikan Karakter dalam Rangka Menangkal Anarkisme dan Radikalisme di Era Milenial di Lingkungan Sekolah' di Taman Wilada 3, Depok, Senin (30/11/2020).
Menurutnya, paham anarkisme sangat berbahaya terutama pada kalangan milenial dengan usia remaja. Sebab anak remaja usia tersebut didominasi rasa emosional. “Kalangan milenial lebih mudah dipengaruhi dan dia lebih sering menggunakan rasa emosionalnya,” tandasnya.
Hal ini rentan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini bisa dilihat keberutalan mereka saat aksi demo-demo. “Mereka tidak tahu apa yang dilakukan. Mereka melakukan sewenang-wenang tapi akhirnya menyesal. Ini karena terdorong oleh emosi,” paparnya. (Baca juga: Dituding Hanya Bikin Masalah, Pelajar dan Mahasiswa Sebut Itu Penghinaan)
Dalam simulasi pemahaman paham anarkisme itu, Amir menekankan pentingnya semua pihak memberikan pemahaman dan penguatan bahaya paham anarkis. Dalam batas pengetahuan paham anarkis yang diperoleh kalangan pelajar, sudah mereka dapatkan di sekolah dalam bentuk teori.
“Pemahaman di sekolah sifatnya tidak memberi penegasan, secara makna sudah dipahami. Tapi wujud riil keadaannya itu mungkin belum tersampaikan di sekolah,” ucapnya.
Amir menuturkan, jika pemahaman anarkis telah mengakar pada kalangan milenial, maka tidak mustahil pemahaman radikal terhadap suatu ideologi juga terdoktrin di kalangan tersebut.
“Di Jakarta dominan anarkisme. Kalau sudah muncul anarkisme mudah di kader menjadi paham radikal. Hari ini banyak paham paham radikal dengan aksi keji yang brutal-brutal,” katanya.
Dalam seminar yang melibatkan pelajar SMA-SMK se-Jabodetabek itu, Amir berharap semua pihak, baik lingkungan keluarga, rumah tangga, sekolah dan aparat penegak hukum bisa sama-sama menangkal peredaran luas paham anarkis tersebut.
"Ini tidak bisa hanya dilakukan polisi saja, tapi semua elemen masyarakat harus bergerak menangkal pemahaman ini. Karena sangat jelas dampak terkecil pengerusakan di sana-sini dan vatalnya lagi perubahan ideologi," tegasnya.
Beberapa waktu lalu, polisi mengamankan 5.918 orang dalam aksi demonstrasi menolak Omnibus Law. Sebanyak 240 orang telah dinaikan statusnya ke tahap penyidikan dan 87 orang dilakukan penahanan.
“Paling ringan itu pengerusakan. Kalau paham anarkisme ini, terus berkembang pada seseorang, bisa jadi dia menjadi radikal, dan pemahaman ideologinya berubah,” ujar Direktur Amir Mahmud Center, Amir Mahmud, saat seminar dan diskusi 'Penguatan Pendidikan Karakter dalam Rangka Menangkal Anarkisme dan Radikalisme di Era Milenial di Lingkungan Sekolah' di Taman Wilada 3, Depok, Senin (30/11/2020).
Menurutnya, paham anarkisme sangat berbahaya terutama pada kalangan milenial dengan usia remaja. Sebab anak remaja usia tersebut didominasi rasa emosional. “Kalangan milenial lebih mudah dipengaruhi dan dia lebih sering menggunakan rasa emosionalnya,” tandasnya.
Hal ini rentan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini bisa dilihat keberutalan mereka saat aksi demo-demo. “Mereka tidak tahu apa yang dilakukan. Mereka melakukan sewenang-wenang tapi akhirnya menyesal. Ini karena terdorong oleh emosi,” paparnya. (Baca juga: Dituding Hanya Bikin Masalah, Pelajar dan Mahasiswa Sebut Itu Penghinaan)
Dalam simulasi pemahaman paham anarkisme itu, Amir menekankan pentingnya semua pihak memberikan pemahaman dan penguatan bahaya paham anarkis. Dalam batas pengetahuan paham anarkis yang diperoleh kalangan pelajar, sudah mereka dapatkan di sekolah dalam bentuk teori.
“Pemahaman di sekolah sifatnya tidak memberi penegasan, secara makna sudah dipahami. Tapi wujud riil keadaannya itu mungkin belum tersampaikan di sekolah,” ucapnya.
Amir menuturkan, jika pemahaman anarkis telah mengakar pada kalangan milenial, maka tidak mustahil pemahaman radikal terhadap suatu ideologi juga terdoktrin di kalangan tersebut.
“Di Jakarta dominan anarkisme. Kalau sudah muncul anarkisme mudah di kader menjadi paham radikal. Hari ini banyak paham paham radikal dengan aksi keji yang brutal-brutal,” katanya.
Dalam seminar yang melibatkan pelajar SMA-SMK se-Jabodetabek itu, Amir berharap semua pihak, baik lingkungan keluarga, rumah tangga, sekolah dan aparat penegak hukum bisa sama-sama menangkal peredaran luas paham anarkis tersebut.
"Ini tidak bisa hanya dilakukan polisi saja, tapi semua elemen masyarakat harus bergerak menangkal pemahaman ini. Karena sangat jelas dampak terkecil pengerusakan di sana-sini dan vatalnya lagi perubahan ideologi," tegasnya.
Beberapa waktu lalu, polisi mengamankan 5.918 orang dalam aksi demonstrasi menolak Omnibus Law. Sebanyak 240 orang telah dinaikan statusnya ke tahap penyidikan dan 87 orang dilakukan penahanan.
(thm)