Pelonggaran PSBB Transisi Berpotensi Timbulkan Lonjakan Kasus COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, pelonggaran berbagai aktivitas selama masa perpanjangan PSBB Transisi di Ibu Kota berpotensi memicu lonjakan kasus COVID-19 .
Untuk itu, dia meminta membatasi atau menutup kegiatan yang dapat memicu persebaran COVID-19. "Jangan dilonggarkan semuanya," kata Miko kepada wartawan, Senin (9/11/2020). (Baca juga; 1.568 Pedagang Pasar Tradisional Terpapar COVID-19, IKAPPI Minta Pemerintah Beri Perhatian )
Miko menjelaskan, potensi penularan COVID-19 di Ibu Kota masih cukup tinggi. Terbukti angka positivity rate atau tingkat penularan wabah ini yang masih di atas rata-rata angka yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga; Kasus Positif COVID-19 di Kabupaten Bogor Terus Menurun )
Pada masa transisi ini, kata Miko, pemerintah jangan sampai mengurangi jumlah pelacakan terhadap kasus posirif untuk mendapatkan lebih banyak lagi data warga yang sudah terpapar agar segera diisolasi. "Positivity rate Jakarta masih tetap di atas 10%,"ungkapnya.
Miko mengakui, terjadi penurunan kasus harian di Ibu Kota, namun dia khawatir dataitu karena jumlah warga yang dites (swab atau rapid test) menurun. Imbasnya banyak pasien yang tidak terdeteksi Pemerintah. (Baca juga; PSBB Transisi DKI Berlanjut, Penindakan Harus Lebih Tegas Jangan Kendor )
"Kalau tracingnya dikit, ada orang ketularan, ya ngga tahu kita. Kenaikan kasus memang melambat, tapi ngerinya banyak kasus yang tidak terdeteksi. Akibatnya, bisa jadi angka kematian naik karena banyak tertular kepada pasien komorbid,"ungkapnya.
Sukses atau tidaknya penanganan Corona, kata Miko, bergantung pada jumlah testing yang dilakukan. Jika hal ini tidak dikerjakan dengan benar ancaman penularan wabah ini sukar dibendung. "Kunci keberhasilan penanggulangan covid itu pada tracing, tes, dan isolasi. kalau itu ngga dilakukan, aduh saya bingung," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta kembali memperpanjang PSBB Transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif selama 14 hari, mulai 9 sampai 22 November 2020. Hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap lonjakan kasus COVID-19.
Untuk itu, dia meminta membatasi atau menutup kegiatan yang dapat memicu persebaran COVID-19. "Jangan dilonggarkan semuanya," kata Miko kepada wartawan, Senin (9/11/2020). (Baca juga; 1.568 Pedagang Pasar Tradisional Terpapar COVID-19, IKAPPI Minta Pemerintah Beri Perhatian )
Miko menjelaskan, potensi penularan COVID-19 di Ibu Kota masih cukup tinggi. Terbukti angka positivity rate atau tingkat penularan wabah ini yang masih di atas rata-rata angka yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga; Kasus Positif COVID-19 di Kabupaten Bogor Terus Menurun )
Pada masa transisi ini, kata Miko, pemerintah jangan sampai mengurangi jumlah pelacakan terhadap kasus posirif untuk mendapatkan lebih banyak lagi data warga yang sudah terpapar agar segera diisolasi. "Positivity rate Jakarta masih tetap di atas 10%,"ungkapnya.
Miko mengakui, terjadi penurunan kasus harian di Ibu Kota, namun dia khawatir dataitu karena jumlah warga yang dites (swab atau rapid test) menurun. Imbasnya banyak pasien yang tidak terdeteksi Pemerintah. (Baca juga; PSBB Transisi DKI Berlanjut, Penindakan Harus Lebih Tegas Jangan Kendor )
"Kalau tracingnya dikit, ada orang ketularan, ya ngga tahu kita. Kenaikan kasus memang melambat, tapi ngerinya banyak kasus yang tidak terdeteksi. Akibatnya, bisa jadi angka kematian naik karena banyak tertular kepada pasien komorbid,"ungkapnya.
Sukses atau tidaknya penanganan Corona, kata Miko, bergantung pada jumlah testing yang dilakukan. Jika hal ini tidak dikerjakan dengan benar ancaman penularan wabah ini sukar dibendung. "Kunci keberhasilan penanggulangan covid itu pada tracing, tes, dan isolasi. kalau itu ngga dilakukan, aduh saya bingung," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta kembali memperpanjang PSBB Transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif selama 14 hari, mulai 9 sampai 22 November 2020. Hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap lonjakan kasus COVID-19.
(wib)