Sensasi Nonton Bioskop Kala Pandemi: Agak Takut dan Ribet tapi Lebih Puas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dengan setelan safari seorang petugas keamanan tampak sibuk memeriksa satu per satu pengunjung. Thermo gun disorot ke atas jidat dan tangan demi memastikan kondisi suhu pengunjung.
“Mohon dijaga barisannya,” pinta petugas itu di kawasan CGV Grand Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin.
Seketika kerumunan orang yang berada depan pintu masuk langsung berbaris rapi, masing-masing berjarak satu meter. Lewat smartphone para pengunjung memindai sebuah barcode yang terpasang depan pintu masuk. Dilanjutkan dengan pengisian data, dari nama, enam angka pertama KTP, dan nomor ponsel. Bila jalur masuk lewat pemindaian ini gagal, pengunjung diarahkan mengisi daftar manual hadir di atas kertas putih. (Baca: Inilah Dua Keistimewaan dari Sikap Istiqamah)
Novi (27) salah seorang pengunjung yang datang siang kemarin tampak kebingungan. Ponselnya tak mampu memindai barcode yang terpasang di banner. Menggunakan secarik kertas daftar hadir, dia lantas menuliskan data dirinya. “Yah, mau bagaimana, kita ikuti saja aturannya,” Novi pasrah.
Bersama tiga temannya Novi sengaja datang ke CGV Grand Indonesia dari tempat kosnya di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan. Rindu akan menonton terpancar dari sorot matanya yang berbinar saat melihat tiket film Train to Busan II yang dipegangnya.
Hampir enam bulan lamanya Novi tak bisa ngebioskop. Selama itu pula dia mengaku lebih banyak menikmati film lewat streaming di gawainya. Namun, jaringan internet yang kerap tidak stabil membuat menonton film lewat komputer jinjing terasa ada yang kurang. “Pokoknya kurang puas dan jenuh,” ungkapnya.
Setelah mengetahui izin operasional bioskop dibuka lagi saat pandemi ini, Novi mengajak tiga temannya yang kebetulan libur kerja untuk menonton bioskop. Baginya, film Korea yang sudah dirilis April 2020 lalu itu tetap layak ditonton demi mengatasi kejenuhan.
Dia mengakui film ini bisa didapat dengan layanan streaming, namun Novi tak puas. Selain karena gangguan layanan internet, gambar dan suara yang menggelegar menjadi pembeda saat dia hadir langsung di gedung bioskop.
“Mohon dijaga barisannya,” pinta petugas itu di kawasan CGV Grand Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin.
Seketika kerumunan orang yang berada depan pintu masuk langsung berbaris rapi, masing-masing berjarak satu meter. Lewat smartphone para pengunjung memindai sebuah barcode yang terpasang depan pintu masuk. Dilanjutkan dengan pengisian data, dari nama, enam angka pertama KTP, dan nomor ponsel. Bila jalur masuk lewat pemindaian ini gagal, pengunjung diarahkan mengisi daftar manual hadir di atas kertas putih. (Baca: Inilah Dua Keistimewaan dari Sikap Istiqamah)
Novi (27) salah seorang pengunjung yang datang siang kemarin tampak kebingungan. Ponselnya tak mampu memindai barcode yang terpasang di banner. Menggunakan secarik kertas daftar hadir, dia lantas menuliskan data dirinya. “Yah, mau bagaimana, kita ikuti saja aturannya,” Novi pasrah.
Bersama tiga temannya Novi sengaja datang ke CGV Grand Indonesia dari tempat kosnya di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan. Rindu akan menonton terpancar dari sorot matanya yang berbinar saat melihat tiket film Train to Busan II yang dipegangnya.
Hampir enam bulan lamanya Novi tak bisa ngebioskop. Selama itu pula dia mengaku lebih banyak menikmati film lewat streaming di gawainya. Namun, jaringan internet yang kerap tidak stabil membuat menonton film lewat komputer jinjing terasa ada yang kurang. “Pokoknya kurang puas dan jenuh,” ungkapnya.
Setelah mengetahui izin operasional bioskop dibuka lagi saat pandemi ini, Novi mengajak tiga temannya yang kebetulan libur kerja untuk menonton bioskop. Baginya, film Korea yang sudah dirilis April 2020 lalu itu tetap layak ditonton demi mengatasi kejenuhan.
Dia mengakui film ini bisa didapat dengan layanan streaming, namun Novi tak puas. Selain karena gangguan layanan internet, gambar dan suara yang menggelegar menjadi pembeda saat dia hadir langsung di gedung bioskop.