Kalkulasi Rasional Dalam Aksi Kejahatan

Senin, 12 Oktober 2020 - 08:02 WIB
loading...
A A A
Dari kaca mata Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory), pada dasarnya keputusan untuk melakukan kejahatan ada di tangan pelaku kejahatan, di mana keputusan tersebut diambil dengan melihat sejumlah pertimbangan. Menurut teori ini, pelaku akan melihat sejumlah faktor pertimbangan yang menurut versinya paling rasional dan membawa manfaat maksimal bagi dirinya.

Beberapa pertimbangan diantaranya adalah berapa nilai yang bisa diperoleh dari aksinya tersebut, bagaimana dengan peluang keberhasilan pelaku dalam melakukan aksi kejahatan dan bagaimana risiko dari aksi kejahatan tersebut.

Jika dikaitkan dengan kasus ini, maka pelaku seperti sudah membuat kalkulasi rasional atas pilihan kejahatan yang dilakukannnya. Pertama terkait dengan kalkulasi pertimbangan besarnya keuntungan. Banyak komentar di media sosial yang mempertanyakan soal motif pelaku, kenapa tidak mengincar orang-orang yang tampak “berduit”, mengapa mengincar sesama pemulung? (Baca juga: Dua Sekolah di Solo Gelar Simulai Pembelajaran Tatap Muka)

Jika dikaitkan dengan elemen dari teori pilihan rasional, bisa jadi pelaku mungkin memang tidak memiliki ekspektasi terlalu tinggi atas hasil kejahatannya. “Asal cukup buat makan”, bagi pelaku hal itu sudah cukup memuaskan kebutuhannya. Pelaku juga berhitung secara rasional terkait dengan keterbatasan dan kemampuan diri yang ia miliki.

Jika pelaku melakukan kejahatan untuk mendapatkan hasil yang lebih besar, otomatis pelaku harus mencari korban dari golongan lain. Namun konsekuensinya, golongan yang lebih tinggi kemungkinan memiliki saluran dan daya yang besar untuk melindungi diri dari kejahatan sehingga membuat ruang gerak pelaku menjadi terbatas.

Kedua adalah kalkulasi yang dikaitkan dengan peluang keberhasilan saat melakukan aksi kejahatan. Pilihan pelaku untuk mengincar korban yang juga sesama pemulung dianggapnya sebagai pilihan rasional karena pelaku sudah mengetahui ‘celah’ dari kehidupan sesama pemulung.

Ketersediaan informasi yang cukup soal target membuat peluang keberhasilan aksinya bisa lebih besar ketimbang pilihan korban yang sama sekali belum diketahui pelaku. Seperti juga dikatakan Clarke (1997), kejahatan dilakukan pelaku dengan menimbang secara rasional sejumlah faktor seperti keterbatasan, kemampuan diri, serta ketersediaan informasi terkait target. (Baca juga: Waspadai Tanda-tanda Awal Kanker Prostat Berikut Ini)

Dalam kasus ini, pelaku sudah mengenal korban serta mengetahui, mengamati sekaligus mempelajari kegiatan sehari-hari korban tanpa disadari oleh korban itu sendiri. Hasil belajar itulah yang kemudian digunakan pelaku sebagai strategi untuk mencari peluang agar tindak kejahatannya berhasil. Perilaku dan kebiasaan korban yang menetap di tempat-tempat rawan kejahatan serta minim pengawasan juga telah dibidik pelaku sehingga pelaku bisa leluasa melakukan aksinya.

Seperti dijelaskan dalam teori aktivitas rutin, kejahatan akan terjadi ketika tiga kondisi terpenuhi. Selain kehadiran pelaku yang memang sudah memiliki motivasi tertentu, ada target korban yang rentan dan memang cocok dengan kalkulasi yang sudah dibuat oleh pelaku. Aksi ini semakin tidak terkendali karena ketiadaan patroli di sekitar wilayah kejadian saat aksi tersebut berlangsung.

Selain itu elemen ketiga dari kalkulasi adalah faktor risiko. Pelaku mengaku bahwa aksi ini sudah dijalankannya berkali-kali. Hal ini menyiratkan bahwa pelaku mungkin merasa aksinya tidak menimbulkan dampak atau risiko yang sangat signifikan bagi dirinya, maka ia tidak perlu berpikir panjang lagi untuk mengulang kembali aksinya. (Lihat videonya: Pengelola Kantor Wajib Patuhi Protokol Kesehatan)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)