Terapkan PSBB, Jakarta Harus Matangkan Data Masyarakat Berpenghasilan Rendah
A
A
A
JAKARTA - DKI Jakarta diminta berkoordinasi dengan daerah penyangga dalam menerapakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) . Langkah itu untuk menahan mobilitas masyarakat dari Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Ibu Kota Jakarta.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus berkomunikasi dengan Gubernur Jawa Barat dan Banten. Hal tersebut penting karena masyarakat yang beraktivitas di Jakarta setiap harinya ada yang berasal dari Karawang, Purwakarta, Serang, Rangkasbitung, dan Balaraja.
“Itu harus dikendalikan, di –PSBB-kan. Hitung dari realitas setiap pagi diberlakukancontra flow, di tol Jakarta-Merak dan Jagorawi. Itu semuanya sumber (pergerakan) dari situ,” ujar Dosen Universitas Trisakti itu saat dihubungi SINDOnews, Rabu (8/4/2020).
Sementara itu, untuk urusan internal, Pemprov DKI harus mendata detail warganya yang akan mendapatkan bantuan, entah berupa uang, makanan siap saji, atau sembako. Pendataan ini bisa mengerahkan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) karena mereka yang paling mengetahui kondisi warganya.
Distribusinya, menurutnya, sebaiknya langsung dari pemprov ke RT dan RW jadi tidak banyak birokrasi. Kemudian, disediakan sarana pengaduan bagi warga agar bisa menyampaikan keluh-kesahnya ketika tidak mendapatkan bantuan sosial.
“Nanti ada RT atau RW yang enggak adil karena saudara sebenarnya enggak dapat jadi dapat. Jadi harusnya yang dapat malah enggak dapat. Banyak yang kayak gitu,” tutur Trubus. (Baca juga: Alur Pengajuan Terlalu Panjang, Daerah Perlu Dipermudah Terapkan PSBB )
Dia memprediksi akan ada gejolak apabila bansos itu tidak sampai ke tangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Juga sangat mungkin besaran bantuan tidak mencukupi. Nantinya, MBR akan tetap keluar mencari nafkah.
Trubus meminta aparat dalam membubarkan kerumunan itu tidak perlu disertai penangkapan. Alasanya, rujukan maklumat Polri itu pasal 212 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Itu penangkapan hanya bisa dilakukan apabila ada perlawanan. “Yang membubarkan itu sebaiknya RT, RW, dan satpol saja,” pungkasnya.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus berkomunikasi dengan Gubernur Jawa Barat dan Banten. Hal tersebut penting karena masyarakat yang beraktivitas di Jakarta setiap harinya ada yang berasal dari Karawang, Purwakarta, Serang, Rangkasbitung, dan Balaraja.
“Itu harus dikendalikan, di –PSBB-kan. Hitung dari realitas setiap pagi diberlakukancontra flow, di tol Jakarta-Merak dan Jagorawi. Itu semuanya sumber (pergerakan) dari situ,” ujar Dosen Universitas Trisakti itu saat dihubungi SINDOnews, Rabu (8/4/2020).
Sementara itu, untuk urusan internal, Pemprov DKI harus mendata detail warganya yang akan mendapatkan bantuan, entah berupa uang, makanan siap saji, atau sembako. Pendataan ini bisa mengerahkan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) karena mereka yang paling mengetahui kondisi warganya.
Distribusinya, menurutnya, sebaiknya langsung dari pemprov ke RT dan RW jadi tidak banyak birokrasi. Kemudian, disediakan sarana pengaduan bagi warga agar bisa menyampaikan keluh-kesahnya ketika tidak mendapatkan bantuan sosial.
“Nanti ada RT atau RW yang enggak adil karena saudara sebenarnya enggak dapat jadi dapat. Jadi harusnya yang dapat malah enggak dapat. Banyak yang kayak gitu,” tutur Trubus. (Baca juga: Alur Pengajuan Terlalu Panjang, Daerah Perlu Dipermudah Terapkan PSBB )
Dia memprediksi akan ada gejolak apabila bansos itu tidak sampai ke tangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Juga sangat mungkin besaran bantuan tidak mencukupi. Nantinya, MBR akan tetap keluar mencari nafkah.
Trubus meminta aparat dalam membubarkan kerumunan itu tidak perlu disertai penangkapan. Alasanya, rujukan maklumat Polri itu pasal 212 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Itu penangkapan hanya bisa dilakukan apabila ada perlawanan. “Yang membubarkan itu sebaiknya RT, RW, dan satpol saja,” pungkasnya.
(mhd)