Tembakan Gas Air Mata, Polisi Beralasan Mahasiswa Akan Kuasai Gedung DPR
A
A
A
JAKARTA - Kerusuhan yang terjadi dalam aksi demo mahasiswa di depan Gedung DPR ditengarai karena ada provokasi. Polisi berdalih, mereka bertindak tegas karena ada upaya dari mahasiswa untuk menguasai Gedung DPR RI.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, aksi demo rusuh di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta kemarin sore diawali dengan permintaan massa yang ingin berkomunikasi dengan pimpinan DPR. Ketua DPR pun sejatinya siap menerima perwakilan dari massa tersebut.
Namun, kata dia, massa justru ingin agar Ketua DPR dan jajaran DPR datang di tengah-tengah massa, hanya saja itu tak bisa dilakukan dengan berbagai faktor pertimbangan. Para mahasiswa itu lantas mengultimatum polisi bila sampai Ketua DPR tak hadir ditengah massa pada pukul 16.00 WIB, mereka bakal mendobrak pintu DPR/MPR RI.
"Saat pukul 16.05 WIB anggota kita yang berada di depan pagar (DPR) mulai didorong dan dilempari menggunakan botol air mineral dan batu, sedangkan yang disamping kanan sudah mulai merusak pagar DPR. Tujuannya agar bisa masuk ke dalam DPR dan ingin menguasai DPR," ujarnya pada wartawan, Rabu (25/9/2019).
Menurutnya, polisi tentu saja tak mengizinkan massa masuk karena DPR/MPR RI merupakan objek vital dan tugas polisi mengamankannya.
Unjuk rasa sejatinya diatur di dalam undang-undang, setiap warga berhak menyampaikan aspirasinya, tapi bukan dengan cara anarkis dan mengganggu keamanan serta ketertiban.
Apalagi, penyampaian aspirasi itu dilakukan oleh mahasiswa yang cerdas sehingga caranya pun harusnya dilakukan dengan cerdas pula.
"Selama ini kita sudah memberikan toleransi pada adik-adik untuk memberikan ruang menyampaikan aspirasinya langsung di depan DPR, di pagar. Lalu keinginaannya untuk bertemu dengan pimpinan DPR sudah kita mediasi. Namun, niat baik kita untuk memberikan toleransi disalahgunakan," katanya.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, aksi demo rusuh di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta kemarin sore diawali dengan permintaan massa yang ingin berkomunikasi dengan pimpinan DPR. Ketua DPR pun sejatinya siap menerima perwakilan dari massa tersebut.
Namun, kata dia, massa justru ingin agar Ketua DPR dan jajaran DPR datang di tengah-tengah massa, hanya saja itu tak bisa dilakukan dengan berbagai faktor pertimbangan. Para mahasiswa itu lantas mengultimatum polisi bila sampai Ketua DPR tak hadir ditengah massa pada pukul 16.00 WIB, mereka bakal mendobrak pintu DPR/MPR RI.
"Saat pukul 16.05 WIB anggota kita yang berada di depan pagar (DPR) mulai didorong dan dilempari menggunakan botol air mineral dan batu, sedangkan yang disamping kanan sudah mulai merusak pagar DPR. Tujuannya agar bisa masuk ke dalam DPR dan ingin menguasai DPR," ujarnya pada wartawan, Rabu (25/9/2019).
Menurutnya, polisi tentu saja tak mengizinkan massa masuk karena DPR/MPR RI merupakan objek vital dan tugas polisi mengamankannya.
Unjuk rasa sejatinya diatur di dalam undang-undang, setiap warga berhak menyampaikan aspirasinya, tapi bukan dengan cara anarkis dan mengganggu keamanan serta ketertiban.
Apalagi, penyampaian aspirasi itu dilakukan oleh mahasiswa yang cerdas sehingga caranya pun harusnya dilakukan dengan cerdas pula.
"Selama ini kita sudah memberikan toleransi pada adik-adik untuk memberikan ruang menyampaikan aspirasinya langsung di depan DPR, di pagar. Lalu keinginaannya untuk bertemu dengan pimpinan DPR sudah kita mediasi. Namun, niat baik kita untuk memberikan toleransi disalahgunakan," katanya.
(ysw)