Licik! Begini Modus Mafia Tanah Jual Rumah Mantan Diplomat di Jaksel yang Dikontrak

Minggu, 30 Juni 2024 - 10:00 WIB
loading...
Licik! Begini Modus...
Mantan Diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Djohan Effendi menjadi korban mafia tanah dengan rumah berdomisili di Jalan Kemang V No 12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mantan Diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Djohan Effendi menjadi korban mafia tanah dengan rumah berdomisili di Jalan Kemang V No 12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Djohan merupakan Kepala Bagian Politik RI untuk Jepang, Jerman, Italia, dan India Tahun 1960-1987.

Pelaku memalsukan dan mencuri SHM asli yang didapat dari modus menurunkan daya listrik.

Kuasa hukum Djohan Effendi, Arlon Sitinjak mengatakan, peristiwa yang menimpa kliennya dimulai pada Juni 2016 ketika pelaku bernama Husin Ali Muhammad menyewa rumah Djohan.



"Setelah pensiun dia sewakan rumahnya kepada Husin Ali Muhammad. Untuk meyakinkan pemilik rumah, sering dia membuat pengajian. Pak Djohan Effendi juga diundang dalam pengajian-pengajian itu," ujar Arlon, belum lama ini.

Setelah mendapat kepercayaan, pelaku Husin meminjam fotokopi dua SHM dari Djohan dengan modus menurunkan daya listrik dari 23.000 watt ke 6.000 watt. Setelah dipinjamkan, Husin menghubungi Djohan kembali dengan dalih bahwa untuk menurunkan daya listrik harus menggunakan SHM asli dengan membawa petugas PLN palsu untuk meyakinkan Djohan.

"Pada mulanya, korban tidak percaya, namun pelaku Husin membawa petugas berseragam PLN palsu yakni Fauzi (DPO) untuk meyakinkan korban," katanya.

Kemudian, pada 12 Juli 2016 korban dengan terpaksa bersedia meminjamkan 2 sertifikat asli yang diminta pelaku dan menunggu di teras rumahnya. Setelah satu jam kemudian pelaku mengembalikan kedua SHM milik korban yang ternyata telah dipalsukan.

"Di bawalah sertifikat yang asli ini ke dalam rumah tapi ditukar dengan sertifikat yang sudah dipalsukan sebelumnya. Karena sebelumnya sudah minjam yang fotokopian. Sampai di rumah dilihat-lihat kok ada yang tidak sesuai kemudian dibawa ke BPN. Setelah dicek ternyata palsu," ujarnya.

Kemudian, korban menghubungi Husin namun selalu menghindar. Husin berkelit dengan berbagai alasan mulai mengaku suratnya telah dibawa oleh orang dan berbagai alasan lain. "Akhirnya dilaporkan kepada pihak kepolisian," ucapnya.

Selang beberapa waktu kemudian, pelaku yang telah memegang sertifikat asli korban menjual kepada Santoso Halim dengan harga sebesar Rp10 miliar. Saat menjual rumah, Halim mengaku sebagai Djohan Effendi.

Pada 12 Agustus 2016 dibuat Akta Pengikatan Jual Beli No 08 dan No 09 antara Djohan Effendi, figur yang diperankan Halim (DPO) selaku penjual dengan Santoso Halim selaku pembeli di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani.

Pada 22 Agustus 2016 dibuat Akta Jual Beli No 376 dan Akta Jual Beli No 377 di hadapan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.

“Dalam jual beli tersebut anehnya Santoso Halim tidak melakukan pembayaran atas jual beli tanah dan bangunan tersebut kepada Djohan Effendi, figur yang diperankan Halim (DPO) selaku penjual," kata Arlon.

Namun, Santoso Halim justru melakukan transfer ke rekening dengan atas nama pelaku Husin Ali Muhammad sebesar Rp8 miliar berdasarkan kesaksian Santoso Halim dalam Putusan Pidana No 1073/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel halaman 33.

Dengan kejadian tersebut, korban mengajukan permohonan blokir SHM kepada BPN. Setelah dilakukan pemblokiran Santoso Halim tidak dapat melakukan transaksi sehingga meminta pihak penjual yaitu pelaku Husin Ali Muhammad untuk membuka blokir. Kemudian, Djohan Effendi, figur yang diperankan Halim (DPO) memerintahkan Lilis Lisnawati membuka blokir kedua SHM.

“Anehnya, BPN membuka blokir tanpa melakukan cross check terhadap data Djohan Effendi asli dan Djohan Effendi, figur yang diperankan Halim (DPO). BPN juga tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Djohan Effendi,” ungkapnya.

Akibat perbuatan persekongkolan jahat para pelaku mafia tanah, pada 6 Februari 2017 Djohan membuat laporan polisi No LP/176/K/II/PMJ/Restro JakSel. Atas laporan tersebut, pelaku Husin Ali Muhammad sudah divonis hukuman pidana selama 5 tahun.

Berdasarkan Kasasi Pidana No 562 K/Pid/2019 (Inkracht van gewijsde) karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik dan Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bersama-sama dengan Halim (DPO).

Reporter SINDOnews mencoba menghubungi Santoso Halim selaku pembeli, namun hingga berita ini dimuat yang bersangkutan tak merespons.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1186 seconds (0.1#10.140)