Praktik Aborsi Ilegal, Selama 15 Bulan Ribuan Janin Dibunuh

Rabu, 19 Agustus 2020 - 07:09 WIB
loading...
Praktik Aborsi Ilegal,...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Polisi membongkar praktik aborsi di Klinik dr SWS, Jalan Raden Saleh I, Kenari, Senen, Jakarta Pusat. Praktik ilegal itu terbongkar atas pengakuan otak pelaku pembunuhan berencana terhadap pengusaha roti, Hsu Ming Hu (52) di Bekasi, Jawa Barat.

Seorang pelaku utama yakni S merupakan sekretaris pribadi korban. Kepada polisi, S mengaku sakit hati lantaran dihamili oleh korban yang merupakan bosnya sendiri. Pelaku mengaku melakukan aborsi atau menggugurkan kandungannya di Klinik dr SWS, Jalan Raden Saleh I, Kenari, Senen, Jakarta Pusat. Pihak kepolisian pun bergerak menuju lokasi. Dalam penggerebekan, 17 orang diamankan, enam di antaranya tenaga medis.

“Masih ingat pengungkapan kasus pembunuhan WN Taiwan di Bekasi yang kita amankan beberapa tersangka? Kenapa saya flashback ke sana? Karena, hasil keterangan pelaku inisial S pada saat itu dia pernah berhubungan dengan korban yang mengakibatkan tersangka hamil,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kemarin. (Baca: Beroperasi Selama 5 Tahun, Klinik Aborsi di Senen Dibongkar Polisi)

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Pol Ade Hidayat menjelaskan, klinik aborsi tersebut telah beroperasi selama lima tahun. Menurut catatan sejak Januari 2019 hingga 10 April 2020, pasien yang melakukan aborsi sebanyak 2.638 orang. Satu di antara pasiennya adalah tersangka S. “Kita amankan berupa catatan para pasien. Salah satunya adalah tersangka yang berhasil diungkap dalam pembunuhan warga negara asing di Bekasi yang jenazahnya dibuang ke Subang,” ungkapnya.

Dalam sehari klinik tersebut melakukan aborsi sebanyak 5-7 kali janin. Rata-rata pendapatan yang diterima mencapai Rp70 juta per bulan. Tubagus mengatakan, pembagian uang tersebut dilakukan dengan sistem bagi hasil. Di antaranya, klinik, pengelola, hingga para calo yang mencari pasien yang ingin menggugurkan kandungan. “Misalnya orang datang. Setelah orang datang bernegosiasi, diperiksa, hasil pemeriksaan menjadi dasar negosiasi, ditentukan harga. Kemudian pembagiannya adalah 40% jatah dokter atau medis, 40% diberikan kepada calo, dan 20% untuk jatah pengelola,” tandasnya.

Klinik aborsi dr SWS mematok harga yang bervariasi bagi setiap pasien yang menggunakan jasanya. Harga yang diminta bergantung usia kandungan pasiennya. Hidayat mengatakan, usia janin yang bisa dilakukan penindakan terbagi empat kriteria.

Semakin tinggi usia janin pasien semakin mahal harga yang harus dibayar pasien. “Masalah biaya sangat bergantung kepada besar atau usia janin. Usia janin di sini kita bagi empat kriteria 6-7 minggu, 8-10 minggu, 10-12 minggu, dan 15-20 minggu. Biayanya sangat bergantung kepada kesulitan setelah dilakukan pemeriksaan awal baik pemeriksaan medis maupun pemeriksaan dalam bentuk USG,” ucapnya.

Rinciannya, biaya usia kandungan 6-7 minggu sebesar Rp1,5 juta sampai Rp2 juta, usia kandungan 8-10 minggu sebesar Rp3 juta sampai Rp3,5 juta, usia kandungan 10-12 minggu dengan biaya Rp4 juta sampai Rp5 juta, dan usia 15-20 minggu dengan biaya Rp7 juta sampai Rp9 juta.

Tubagus mengatakan, 17 tersangka itu memiliki peran masing-masing dalam kasus aborsi. Mereka adalah SS, SWS, TWP, EM, AK, SMK, W, J, M, S, WL, AR, MK, WS, CCS, HR, dan LH. Enam tersangka di antaranya tenaga medis yang terdiri atas 3 dokter, 1 bidan, dan 2 perawat. (Baca juga: Banun Jalan Tol terpanjang di Indonesia, Hutama Karya Pakai Produk Lokal)

Dalam kasus ini, kepolisian juga menyita sejumlah peralatan medis yang digunakan untuk praktik aborsi pasien, obat-obatan, hingga uang tunai Rp81 juta yang merupakan uang pasien dan uang tunai Rp49 juta uang obat.

Tersangka dikenakan Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Selain itu, tersangka juga bisa dijerat Pasal 77A jo Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman sepuluh tahun.

Janin Dibuang ke Kloset

Tubagus mengungkap mekanisme praktik klinik aborsi tersebut. Calon pasien bisa memilih untuk bisa mendatangi langsung tempat itu atau minta dijemput oleh pihak klinik. “Mekanismenya yang pertama pasien telepon ke call center atau juga langsung datang ke klinik atau juga ada janjian kemudian pasien dijemput,” terangnya.

Selanjutnya pasien harus melakukan berbagai syarat administrasi ketat. Menurut Tubagus, ada tujuh langkah yang harus dilewati calon pasien sebelum dilakukan tindakan aborsi. “Ada tujuh step sampai dengan pelaksanaan aborsi. Itu adalah timeline pelaksanaan aborsi yang dilakukan di klinik tersebut,” jelasnya. (Baca juga: Swedia Tarik Diplomatnya dari Korea Utara)

Menurut dia, waktu proses aborsi yang dilakukan klinik tersebut bergantung umur janin pada tubuh pasien. Usai dilakukan praktik aborsi, janin kemudian diletakkan di ember untuk diberikan cairan asam agar membunuh si janin.

Setelah itu, janin tersebut tidak dikubur oleh pelaku. Sebaliknya, janin pasien dibuang ke dalam kloset di klinik tersebut. “Setelah dilakukan pelaksanaan aborsi kemudian janin diletakkan di ember dan dimusnahkan dengan cara diberikan larutan. Diberikan larutan kemudian menjadi larut dia. Kemudian dilakukan pembuangan melalui kloset,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tubagus mengatakan, saat ini masih mencari janin lain yang telah dieksekusi oleh pihak klinik aborsi tersebut. Pasalnya, klinik itu telah beroperasi selama lima tahun terakhir. “Sampai saat ini kita belum menemukan adanya makam terhadap janin tersebut karena proses penghilangan barang bukti,” tuturnya.

Sebelumnya tempat praktik aborsi yang melibatkan ribuan pasien juga pernah digerebek di Jalan Paseban Raya, Senen, Jakarta Pusat. Klinik tersebut beroperasi sejak 2018 hingga awal 2020.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengungkapkan, tiga tersangka yang ditangkap memiliki peran masing-masing. Tersangka A merupakan seorang dokter, namun tidak memiliki keahlian khusus dalam masalah kandungan. Tersangka A ini pernah bermasalah di Polres Bekasi tentang kasus yang sama dan divonis tiga bulan pada 2016.

Tersangka lainnya, RM, merupakan seorang bidan yang membantu A dalam melalukan aborsi. Seperti A, RM juga merupakan residivis dalam kasus yang sama pada 2016 dan telah divonis dua tahun penjara. Sedangkan tersangka SI merupakan karyawan klinik yang bertugas di bagian pendaftaran dan administrasi. “Sejak beroperasi tahun 2008 tercatat sudah ada 1.632 pasien yang datang ke klinik tersebut. Akan tetapi, baru sebanyak 903 pasien yang melakukan aborsi,” katanya. (Baca juga: Dipakai Jokowi, Sepeda Lipat Kreuz Banjir Orderan hingga 2023)

Yusri menyatakan, rata-rata pasien yang datang ke klinik—yang tidak berizin dan tidak memiliki nama—itu merupakan pasangan yang hamil di luar nikah hingga gagal menjalankan program KB. “Rata-rata yang diaborsi yang hamil di luar nikah, adanya kontrak kerja yang mengharuskan tidak hamil, ketiga gagal KB, tapi tetap hamil,” jelasnya.

Klinik ilegal yang menjalankan praktik aborsi di Jakpus mempromosikan jasanya melalui media sosial. Yusri mengatakan, klinik itu mematok harga berkisar mulai dari Rp1 juta hingga Rp4 juta ke atas. “Promosi tarif ada yang janin 1 bulan, 2 bulan, 1 bulan Rp1 juta, 2 bulan Rp2 juta. Registrasi Rp300.000, di atas empat bulan di atas Rp4 juta,” katanya.

Yusri mengungkapkan, rumah yang dijadikan klinik aborsi tersebut berstatus sewa. Para tersangka menyewa rumah yang dijadikan klinik ilegal seharga Rp175 juta per tahun. Biasanya janin hasil aborsi dibuang di septictank yang ada di klinik oleh para tersangka. “Janin biasa ditemukan di septictank,” kata Yusri.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, aborsi merupakan kejahatan kemanusiaan karena menghilangkan nyawa orang yang hidup secara paksa. Menurutnya, berulangkali kasus tersebut terjadi karena hukuman yang diberikan pelaku sangat ringan. (Lihat videonya: Waspada! Kini Beredar Emas Palsu yang Dicampur Perak)

Dia mengatakan, para tersangka bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak karena telah merampas hak hidup secara paksa. “Kalau boleh, tambahkan UU Perlindungan Anak tentang aborsi karena definisi perlindungan anak. Itu anak di bawah 18 tahun sejak janin sekalipun dia punya hak hidup. Ini aborsi menghilangkan secara paksa hak hidup seseorang,” ucapnya. (Helmi Syarif)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1450 seconds (0.1#10.140)