Integrasi Transportasi Jabodetabek Butuh Rp600 Triliun

Selasa, 29 Januari 2019 - 11:38 WIB
Integrasi Transportasi Jabodetabek Butuh Rp600 Triliun
Integrasi Transportasi Jabodetabek Butuh Rp600 Triliun
A A A
JAKARTA - Upaya membangun transportasi yang terintegrasi antarmoda di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) bukanlah perkara mudah.

Untuk mewujudkan ambisi tersebut, pemerintah membutuhkan waktu 10 tahun. Anggarannya pun tidak kecil, yakni Rp600 triliun. Perkiraan waktu dan besaran anggaran ini disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) seusai memimpin rapat koordinasi integrasi transportasi antarmoda Jabodetabek.

Rapat yang digelar di Istana Wapres, Jakarta, kemarin, juga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten Wahidin Halim, Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum, dan seluruh bupati/wali kota di kawasan Jabodetabek. Rapat digelar menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu untuk mencari solusi kemacetan yang mendera Jakarta dan sekitarnya.

Jokowi memprihatinkan kemacetan karena berdasarkan data Bappenas, kemacetan menimbulkan kerugian Rp65 triliun per tahun. Rapat juga mematangkan rencana membentuk badan pengelola transportasi baru di wilayah Jabodetabek. Badan ini akan menjadi wadah koordinasi para kepala daerah di wilayah tersebut. Menurut JK, ada beberapa sumber anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur transportasi. Beberapa sumber anggaran itu, misalnya APBN, APBD, ataupun dalam bentuk investasi yang di gelontorkan oleh pihak swasta.

“Dana tersebut (Rp600 triliun) dibutuhkan untuk periode pembangunan hingga 10 tahun ke depan. Pembangunan atau perbaikan tersebut diperlukan agar para pengguna kendaraan pribadi mau beralih naik kendaraan umum,” ujar JK kepada wartawan. Berdasarkan data yang diperoleh Wapres, jumlah penumpang kendaraan umum di Jabodetabek turun dari 49% menjadi 19%.

Sebelumnya, pemandangan orang masih mungkin bergelantungan di bus-bus yang tua yang beroperasi dari kota-kota satelit menuju Ibu Kota sebagai hal biasa.

“Sekarang semua (penumpang angkutan umum) turun, karena begitu banyaknya mobil pribadi. Jalan-jalan dan jembatan makin baik, (harga) mobil pribadi makin murah maka orang cenderung memakai mobil pribadi. sekarang kita mesti balik kembali, lebih banyak yang memakai angkutan umum. Namun, harus dalam kualitas yang lebih baik,” imbuhnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia mengakui pemerintah tidak memaksa penduduk untuk memarkir kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum. Karena itu salah satu cara yakni dengan menyediakan moda transportasi yang nyaman dan berkualitas dan menerapkan kebijakan pendukung. “Ada juga cara misalnya biaya parkir dimahalkan. Nanti ada ERP (electronic road pricing ) juga,” ucap JK.

Lebih jauh dia menjelaskan, pengintegrasian harus dimulai dengan pembuatan rencana tata ruang wilayah (RTRW) oleh masing-masing pemerintah daerah (pemda) terkait. Dia pun meminta kepala daerah untuk segera menyampaikan perkembangan penyusunan RTRW da lam waktu seminggu ke depan.

“Seminggu lapor sama saya. Sebulan lapor lagi. Biar prinsip pokoknya dulu, bagaimana nyambungnya tata ruang. Khususnya DKI sebenarnya karena DKI yang paling besar,” tuturnya. JK juga membebernya rencana pembentukan otoritas transportasi baru. Menurut dia, dalam otoritas itu para gubernur dan kepala daerah akan dilibatkan.

Menurut JK, sebenarnya saat ini sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang mengelola transportasi di Jabodetabek. Namun, dia menginginkan adanya koordinasi langsung antardaerah. “Tetapi kami ingin membuat koordinasi langsung dengan moda-moda itu. Misalnya bagai mana menyambung kan antara Jakarta dan Bekasi, lalu dengan Tangerang. Kemudian bagaimana Jakarta ini orang mendorong untuk memakai kendaraan umum,” ujar JK.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, terkait pembentukan badan otorita baru akan dilihat urgensinya. Pasalnya, integrasi ini bukan hanya terkait persoalan transportasi semata. Ada hal-hal yang lebih makro yang perlu juga ditangani.

“Bahwa transportasi itu tidak bisa dilepaskan dengan pengaturan tata guna. Dalam hal ini mendistribusikan jumlah penduduk, mengatur konsentrasi penduduk, mengatur teknis berkaitan dengan insentif, pendapatan yang diperoleh pemda dan sebagainya. Inisiden ya adalah menyatukan antara transportasi dan tata guna lahan yang akan diterjemahkan dalam RT/RW. Itu isu besarnya,” ucap Budi.

Kepala BPTJ Bambang Prihantoro mengatakan, rencana pembentukan badan ini muncul dari keinginan pemerintah mengintegrasikan moda transportasi sekaligus mengelola infrastruktur kota, seperti permukiman dan air bersih. Lantaran luasnya fungsi dan wilayah, muncullah ide ter sebut dalam rapat koordinasi pengelolaan transportasi di Jabodetabek. “Mereka belajar dari New York. Di Singapura ada LTA (Land Transport Autoriza tion),” katanya. Kemarin pagi JK sempat melakukan peninjauan ke sejumlah titik kemacetan lalu lintas se-Jabodetabek dari udara.

Untuk itu, dia mengajak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5484 seconds (0.1#10.140)