Air Bersih Belum Dinikmati Sepenuhnya Warga Jakarta

Kamis, 15 Februari 2018 - 08:49 WIB
Air Bersih Belum Dinikmati Sepenuhnya Warga Jakarta
Air Bersih Belum Dinikmati Sepenuhnya Warga Jakarta
A A A
JAKARTA - Pelayanan air bersih belum dirasakan sepenuhnya oleh warga Jakarta, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Karenanya, Pemprov DKI diminta menghentikan penggunaan air tanah dan distribusikan sumber air bersih ke seluruh pemukiman penduduk di wilayahnya.

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike mengapresiasi upaya Perusahaan Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) untuk terus meningkatkan suplai air bersih melalui kerja sama dengan berbagai instansi dan pemerintah daerah mitra DKI. Namun, selama ini dirinya belum melihat adanya upaya Pemprov DKI menekan penggunaan air tanah dan mendistribusikan air bersih ke seluruh permukiman, khususnya permukiman masyarakat menengah ke bawah.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, setidaknya masih ada sekitar 4.231 gedung komersil yang menggunakan air tanah. Penurunan muka tanah pun terjadi hingga 15 centimeter per tahun. Seharusnya, kata dia, apabila daerah sudah dialiri pipa air bersih, DKI tidak boleh mengizinkan penggunaan air tanah, apalagi untuk komersil.

"Wajar kalau DKI terancam krisis air bersih kalau permukaan tanah menurun dan suplai air bersih tidak bertambah. DKI belum miliki niat mengelola air bersih untuk masyarakat," kata Yuke Yurike saat dihubungi.

Yuke mengakui sulitnya menambah sumber mata air meski PAM Jaya telah berusaha menambahnya dengan membuat Water Treatment Plant (WTP), kerja sama dengan daerah lain dan berencana mengembalikan air limbah menjadi air bersih. Namun, upaya yang dilakukan tidak berkelanjutan dan tidak berdampak terhadap masyarakat menengah ke bawah.

Tarif air yang mahal dan pelayanan yang tidak maksimal lantaran debit air kecil bahkan mengering, selalu dikeluhkan pelanggan PAM Jaya. "Kalau tidak mampu menambah daerah layanan air bersih ya setidaknya pelanggan, khususnya masyarakat menengah ke bawah, mendapatkan debit air yang cukup dan bertarif murah. Banyak kok di Manggarai dan Tebet tempat saya reses mengeluhkan itu," tegas politikus PDIP itu.

Sementara itu, Ketua Bidang Komite Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta, Bambang Widjoyanto, mengatakan, saat ini pihaknya tengah membentuk satuan petugas (satgas) untuk mengambil alih pengelolaan sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) perihal pemberhentian swastanisasi air di Jakarta. Nantinya, satgas tersebut akan mengkaji keputusan MA dan memperhitungkan konsekuensinya supaya jangan sampai yang harusnya kembali justru malah harus mengeluarkan dana kembali.

"Itu yang harus dipelajari bagi pemerintah harus berhati hati. Kontrak perjanjian kerjasama (PKS) dengan operator swasta kan berakhir pada 2023. kalau mau dipercepat pasti ada konsekuensi dari PKS ini. Jangan sampai pemda harus bayar lagi, jadi dicari yang paling kcil resikonya," kata Bambang Widjayanto di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.

Pria yang akrab disapa BW itu menjelaskan, keputusan MA itu sama halnya dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan bahwa hal yang menjadi kepentingan orang banyak harus dikembalikan kepada publik, terus apabila ada swastanisasi harus dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD/BUMN).

Kebijakan tersebut, kata BW, secara informal sudah disetujui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena air adalah sumber kehidupan orang yang harus dapat dinikmati oleh warga menengah ke bawah. Untuk itu, kebijakan dasarnya harus ada suplai dari luar yang murah dan tidak ada risiko terhadap lingkungan.

"Air di Jakarta dipakai gedung-gedung tinggi. Sementara kita harus membangun infrastruktur air. Kenapa gedung yang sudah ada infrastrukturnya tidak gunakan aliran PAM saja. Air adalah sumber kehidupan, sebaiknya air itu dikelola oleh negara untuk kebaikan publik. selama ini tidak, sekarang gubernur melalui ini akan kembali memfilosofi dasar itu," tegasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4092 seconds (0.1#10.140)