Tolak Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Ini 4 Alasan PDIP
loading...
A
A
A
JAKARTA - PDI Perjuangan menolak keras Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) ditunjuk oleh Presiden. Sistem tersebut dinilai memundurkan proses demokrasi.
"Saat masih menjadi Ibu Kota Negara, Jakarta sudah mempraktikkan proses demokrasi yang baik. Bahkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta menjadi barometer demokrasi nasional karena tumbuhnya partisipasi kritis warga Jakarta," ujar Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah, dalam keterangannya, Kamis (7/12/2023).
Ia menjelaskan, Pilgub DKI Jakarta telah melahirkan tokoh nasional seperti Ali Sadikin hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, Said merasa praktik demokrasi yang tumbuh baik itu tidak ditarik lagi seperti zaman kegelapan dan zaman otoritarian di masa Orde Baru (Orba).
Untuk itu, Said menegaskan pihaknya menolak usulan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditunjuk oleh Presiden. Setidaknya, ada empat alasan Said menolak usulan tersebut.
Pertama, kekhususan tentang Jakarta tidak boleh menjadi dasar bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dipilih oleh Presiden selaku kepala pemerintahan. Sebab hal itu tidak ada hubungannya.
"Rumusan kekhususan Jakarta harus diterjemahkan sebagai bagian dari daerah yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa dan negara, sekaligus daerah yang menjadi pusat kegiatan bisnis dan keuangan berskala nasional dan internasional," kata Said.
Kedua, kewenangan kekhususan Jakarta yang dijabarkan dalam RUU DKJ yang terbagi dalam kewenangan urusan pemerintahan dan kelembagaan dianggap belum sepenuhnya menggambarkan kekhususan Jakarta menyangkut peran dan posisinya sebagai wilayah bersejarah dalam perjuangan bangsa dan negara, serta pusat kawasan bisnis dan keuangan berskala nasional dan internasional.
"Meskipun dalam RUU DKJ tersebut telah detail mengatur kewenangan kekhususan Jakarta, namun ada hal yang luput dimasukkan, seperti kewenangan tata kelola pemajuan sejarah bangsa di Jakarta," katanya.
Ketiga, usulan tersebut bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. Bahkan, kata Said, usulan tersebut telah mencabut hak politik warga Jakarta. Apalagi, sebagai pemegang kekuasaan pemerintah di daerah khusus, Gubernur Jakarta memiliki kewenangan yang lebih daripada daerah otonom lainnya.
"Kewenangan yang besar seharusnya patuh pada asas demokrasi. PDI Perjuangan berkomitmen untuk merawat dan menumbuhkan demokrasi yang berkembang dengan baik di Jakarta," jelas Said.
"Keempat, karena perannya sebagai Ibu Kota telah berakhir, dan agar berlaku adil dan kongruen seperti daerah daerah otonom lainnya, maka Bupati dan Wali Kota yang memerintah di kabupaten dan kota yang berada di wilayah Jakarta juga harus dipilih melalui pemilihan kepala daerah secara langsung," tutur Said.
"Sekaligus memiliki DPRD kabupaten dan kota yang dipilih juga secara langsung. Sehingga menjadi daerah otonom, bukan lagi sebagai bagian wilayah administratif," tandasnya.
"Saat masih menjadi Ibu Kota Negara, Jakarta sudah mempraktikkan proses demokrasi yang baik. Bahkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta menjadi barometer demokrasi nasional karena tumbuhnya partisipasi kritis warga Jakarta," ujar Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah, dalam keterangannya, Kamis (7/12/2023).
Ia menjelaskan, Pilgub DKI Jakarta telah melahirkan tokoh nasional seperti Ali Sadikin hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk itu, Said merasa praktik demokrasi yang tumbuh baik itu tidak ditarik lagi seperti zaman kegelapan dan zaman otoritarian di masa Orde Baru (Orba).
Untuk itu, Said menegaskan pihaknya menolak usulan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditunjuk oleh Presiden. Setidaknya, ada empat alasan Said menolak usulan tersebut.
Pertama, kekhususan tentang Jakarta tidak boleh menjadi dasar bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dipilih oleh Presiden selaku kepala pemerintahan. Sebab hal itu tidak ada hubungannya.
"Rumusan kekhususan Jakarta harus diterjemahkan sebagai bagian dari daerah yang menyimpan sejarah perjuangan bangsa dan negara, sekaligus daerah yang menjadi pusat kegiatan bisnis dan keuangan berskala nasional dan internasional," kata Said.
Kedua, kewenangan kekhususan Jakarta yang dijabarkan dalam RUU DKJ yang terbagi dalam kewenangan urusan pemerintahan dan kelembagaan dianggap belum sepenuhnya menggambarkan kekhususan Jakarta menyangkut peran dan posisinya sebagai wilayah bersejarah dalam perjuangan bangsa dan negara, serta pusat kawasan bisnis dan keuangan berskala nasional dan internasional.
"Meskipun dalam RUU DKJ tersebut telah detail mengatur kewenangan kekhususan Jakarta, namun ada hal yang luput dimasukkan, seperti kewenangan tata kelola pemajuan sejarah bangsa di Jakarta," katanya.
Ketiga, usulan tersebut bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. Bahkan, kata Said, usulan tersebut telah mencabut hak politik warga Jakarta. Apalagi, sebagai pemegang kekuasaan pemerintah di daerah khusus, Gubernur Jakarta memiliki kewenangan yang lebih daripada daerah otonom lainnya.
"Kewenangan yang besar seharusnya patuh pada asas demokrasi. PDI Perjuangan berkomitmen untuk merawat dan menumbuhkan demokrasi yang berkembang dengan baik di Jakarta," jelas Said.
"Keempat, karena perannya sebagai Ibu Kota telah berakhir, dan agar berlaku adil dan kongruen seperti daerah daerah otonom lainnya, maka Bupati dan Wali Kota yang memerintah di kabupaten dan kota yang berada di wilayah Jakarta juga harus dipilih melalui pemilihan kepala daerah secara langsung," tutur Said.
"Sekaligus memiliki DPRD kabupaten dan kota yang dipilih juga secara langsung. Sehingga menjadi daerah otonom, bukan lagi sebagai bagian wilayah administratif," tandasnya.
(thm)