Fraksi PDIP DKI Minta Hak Konstitusi Warga Jakarta Tidak Dikebiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta , Gilbert Simanjuntak meminta hak konstitusional warga Jakarta untuk memilih secara langsung tidak dikebiri oleh rezim sentralistik neo-Orba.
Hal ini terkait draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) memuat aturan Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
"UU Daerah Khusus Jakarta diperlukan untuk pengganti UU 29 2007 seiring rencana pemindahan Ibu Kota ke IKN Nusantara," ungkap Gilbert, Rabu (6/12/2023) kepada awak media.
Dia menuturkan, draf RUU DKJ yang beredar, Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh Presiden.
"Sebelumnya semua Gubernur dipilih satu putaran dengan suara terbanyak, tetapi khusus Jakarta sebagai DKI, harus 50% lebih satu suara atau putaran kedua dengan suara terbanyak," tuturnya.
Apabila pertimbangan karena faktor biaya Pilkada, Gilbert melihat dengan DPT sekitar 8 juta di Jakarta sebagai kota, maka tidak ada artinya dengan DPT provinsi lain yang begitu luas dengan jumlah 28 juta lebih.
"Inisiasi RUU dengan rencana ini lebih baik disampaikan apakah dari DPR atau Presiden. Semangat reformasi dan amandemen UUD yang ada semuanya menguatkan otonomi daerah," tuturnya.
Gilbert mengatakan, salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik Orde Baru yang mengangkat kepala daerah sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan Presiden.
"Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo-Orba untuk sentralistik," terangnya. Sesuai UUD, Presiden juga dibatasi kekuasaannya.
Hal ini terkait draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) memuat aturan Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
"UU Daerah Khusus Jakarta diperlukan untuk pengganti UU 29 2007 seiring rencana pemindahan Ibu Kota ke IKN Nusantara," ungkap Gilbert, Rabu (6/12/2023) kepada awak media.
Dia menuturkan, draf RUU DKJ yang beredar, Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh Presiden.
"Sebelumnya semua Gubernur dipilih satu putaran dengan suara terbanyak, tetapi khusus Jakarta sebagai DKI, harus 50% lebih satu suara atau putaran kedua dengan suara terbanyak," tuturnya.
Apabila pertimbangan karena faktor biaya Pilkada, Gilbert melihat dengan DPT sekitar 8 juta di Jakarta sebagai kota, maka tidak ada artinya dengan DPT provinsi lain yang begitu luas dengan jumlah 28 juta lebih.
"Inisiasi RUU dengan rencana ini lebih baik disampaikan apakah dari DPR atau Presiden. Semangat reformasi dan amandemen UUD yang ada semuanya menguatkan otonomi daerah," tuturnya.
Gilbert mengatakan, salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik Orde Baru yang mengangkat kepala daerah sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan Presiden.
"Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo-Orba untuk sentralistik," terangnya. Sesuai UUD, Presiden juga dibatasi kekuasaannya.