Sengketa Tanah di Pergudangan Kosambi, Notaris Bisa Diperdatakan

Jum'at, 27 Oktober 2017 - 22:03 WIB
Sengketa Tanah di Pergudangan Kosambi, Notaris Bisa Diperdatakan
Sengketa Tanah di Pergudangan Kosambi, Notaris Bisa Diperdatakan
A A A
TANGERANG - Ahli hukum perdata dari Universitas Indonesia (UI) Abdul Salam mengatakan, seorang notaris bisa dimintai pertanggungjawaban apabila ada pihak yang merasa dirugikan. Ia menjelaskan, pembatalan akta dengan akta tidak perlu ke masuk ke ranah pengadilan, karena sudah dibatalkan dengan akta yang baru.

"Bisa diperdatakan. Sebab pejabat umum notaris diberi kewenangan membuat akta autentik," kata Abdul Salam saat ditemui SINDOnews di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jumat (27/10/2017).
Abdul Salam dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus sengketa tanah di Pergudangan Kosambi.

Menurut dia, ada beberapa hal yang bisa membatalkan akta, yakni ketika ada seseorang yang tidak hadir dalam pembuatan akta, dan akta itu tidak sesuai dengan kebenaran dengan materinya. "Satu akta menjelaskan fakta hukum yang sesungguhnya tidak bisa menjadi akta autentik, turun degradasinya menjadi akta di bawah tangan. Untuk itu, perlu dibuktikan keautentikannya," jelasnya.

Kasus ini berawal ketika Adipurna Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso, Salim Wongso dengan modal Rp8,15 miliar pada tahun 1999, untuk membeli tanah 45 hektare. Adipurna merupakan pengusaha onderdil kendaraan asal Pontianak, Kalimantan Barat, juga menjabat Komisaris PT Selembaran Jati dengan kepemilikan saham 30%.

"Modal itu digunakan untuk membeli lahan tanah 45 hektare di Desa Salembaran, Jati Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Adipurna lalu dijadikan pemegang saham PT tersebut," ungkap Adipurna.

Adipurna mendapatkan saham sebesar 30%, sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35% per orang. Namun selama kerja sama berjalan Adipurna tidak pernah mendapat pembagian keuntungan. "Sebagai penyetor modal Rp8,15 miliar saya sama sekali tidak pernah menerima keuntungan sepeserpun, dan tak diundang dalam RUPS. Padahal, saya pemilik saham 30% dan komisaris," tandasnya.

Sejak tahun 1999-2009, Adipurna tidak mendapatkan keuntungan apapun dalam perusahaan itu. Tiba-tiba pada 2008 aset perusahaannya sudah dijual. Dari sinilah dirinya merasa sangat tertipu. "Padahal, saat menyetor uang Rp8,15 miliar tahun 1999 saya dijanjikan akan mendapatkan tanah seluas 13,5 hektare dari 45 hektare yang dibeli PT Salembaran Jati, koversi 30% saham saya," jelasnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Tangerang Rina menyatakan, fakta persidangan telah mengungkapkan bahwa terdakwa Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman bersalah. "Saya pikir jelas, dalam kasus ini kedua terdakwa, yakni Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman harus bertanggung jawab," tandasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5194 seconds (0.1#10.140)