Urutan 10 Kota Termacet di Asia Tenggara, Pengamat Sebut Jakarta Gagal Terapkan PSBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga menilai, dengan masuknya Jakarta sebagai 10 kota termacet di Asia Tenggara merupakan bukti kegagalan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Nirwono mencontohkan dengan PSBB, semestinya masyarakat didorong untuk bekerja, belajar, belanja, beribadah di rumah saja. Artinya masyarakat justru disarankan untuk tetap di rumah sehingga menekan persebaran COVID-19.
“Itu artinya penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan umum berkurang dan kemacetan lalu lintas berkurang signifikan. Hal ini sudah terbukti berhasil saat PSBB Maret-Juni lalu,” kata Nirwono, Kamis (6/8/2020). (Baca juga; DKI Jakarta Masuk 10 Besar Kota Termacet se-Asia Tenggara, Kerugian Capai Rp65 Triliun )
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan DKI Jakarta tercatat sebagai salah satu dari 10 kota termacet di Asia Tenggara. Apabila tidak segera diurai, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena menimbulkan banyak kerugian. (Baca juga; Macet Selama Pandemi, FAKTA: Tidak Seimbang Supply and Demand )
Nirwono melanjutkan, kalau pun saat ini penerapan ganjil genap diberlakukan kembali, maka kemacetan lalu lintas mulai terjadi di pagi dan sore hari karena aktvitas pekerja kantor. Justru ini menunjukkan ketidakberhasilan plaksanaan PSBB transisi. “Buktinya saat ini persebaran COVID-19 masih tinggi,” ucapnya.
Karena itu, untuk mengurangi kemacetan sekaligus menekan persebaran COVID-19, Nirwono mendorong, warga bekerja, belajar, belanja, dan beribadah dari rumah, sebagai normal baru. “Sebenarnya sudah terbukti ampuh sebagai cara atau solusi jitu membebaskan kemacetan lalu lintas dan menghilangkan polusi udara kota,” tutupnya.
Nirwono mencontohkan dengan PSBB, semestinya masyarakat didorong untuk bekerja, belajar, belanja, beribadah di rumah saja. Artinya masyarakat justru disarankan untuk tetap di rumah sehingga menekan persebaran COVID-19.
“Itu artinya penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan umum berkurang dan kemacetan lalu lintas berkurang signifikan. Hal ini sudah terbukti berhasil saat PSBB Maret-Juni lalu,” kata Nirwono, Kamis (6/8/2020). (Baca juga; DKI Jakarta Masuk 10 Besar Kota Termacet se-Asia Tenggara, Kerugian Capai Rp65 Triliun )
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan DKI Jakarta tercatat sebagai salah satu dari 10 kota termacet di Asia Tenggara. Apabila tidak segera diurai, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi karena menimbulkan banyak kerugian. (Baca juga; Macet Selama Pandemi, FAKTA: Tidak Seimbang Supply and Demand )
Nirwono melanjutkan, kalau pun saat ini penerapan ganjil genap diberlakukan kembali, maka kemacetan lalu lintas mulai terjadi di pagi dan sore hari karena aktvitas pekerja kantor. Justru ini menunjukkan ketidakberhasilan plaksanaan PSBB transisi. “Buktinya saat ini persebaran COVID-19 masih tinggi,” ucapnya.
Karena itu, untuk mengurangi kemacetan sekaligus menekan persebaran COVID-19, Nirwono mendorong, warga bekerja, belajar, belanja, dan beribadah dari rumah, sebagai normal baru. “Sebenarnya sudah terbukti ampuh sebagai cara atau solusi jitu membebaskan kemacetan lalu lintas dan menghilangkan polusi udara kota,” tutupnya.
(wib)