Macet Selama Pandemi, FAKTA: Tidak Seimbang Supply and Demand
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemacetan di tengah pandemi Covid-19 saat ini diakibatkan karena transportasi umum tidak mampu menampung para penumpang. Hal demikian dikatakan oleh Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan.
"Persoalan kemacetan yang terjadi di Jakarta saat pandemi Covid 19 sekarang ini disebabkan tidak seimbangnya antara supply (ketersediaan) dengan demand (permintaan) penggunaan transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek)," ujar Tigor di Jakarta, Senin (3/8/2020).
Sebagaimana diatur juga dalam Peraturan Gubernur (Pergub) 51 tahun 2020 bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi . Begitu pula kapasitas pekerja bekerja atau jadwal bekerja di Jakarta juga 50 persen dari masing perkantoran pemerintah serta swasta.
"Artinya perkantoran atau perusahaan boleh memperkerjakan pekerjanya hanya 50 persen dan menerapkan bekerja dari rumah. Pengaturan kapasitas bekerja 50 persen ini diharapkan ada keseimbangan kebutuhan bertransportasi masyarakat termasuk dalam kebutuhan layanan angkutan umum," tambahnya.
Tigor melanjutkan, jika dikatakan ada kemacetan Jakarta yang melebihi kemacetan pada masa normal, bisa jadi ada ketidak seimbangan antara supply dan demand dalam penggunaan layanan angkutan umum di Jabodetabek. (Baca juga:
Para pekerja di Jakarta banyak juga yang bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek). Memang terjadi lonjakan penggunaan kendaraan pribadi ke Jakarta dan di Jakarta karena ketersediaan pasokan (supply) lanyanan angkutan umumnya kurang, sementara jumlah penggunanya lebih tinggi.
"Tidak seimbangnya supply dan demand ini disebabkan, masyarakat masih takut menggunakan angkutan umum. Masa-masa pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang takut mengunakan layanan angkutan umum. Ketakutan tersebut sangat mendasar karena trauma terjadi penumpukan atau kerumunan pengguna dan tidak sehatnya fasilitas publik yang ada. Akhirnya masyarakat lebih percaya dan lebih merasa sehat menggunakan kendaraan pribadinya seperti motor dan mobilnya," terang Tigor.
Terjadi pelanggaran operasional perkantoran di Jakarta. Saat PSBB masa transisi sekarang ini banyak perkantoran atau perusahaan yang memperkerjakan pekerjanya 100 persen, melanggar aturan pembatasan Pergub nomor 51 tahun 2020.
"Nah kedua penyebab ini bisa jadi yang membuat Jakarta jadi sangat macet walau masih pada masa pandemi Covid 19. Berarti menerapkan kebijakan ganjil genap pada masa pandemi Covid 19 ini tidak ada hubungannya dengan upaya untuk menurunkan kasus positif atau mencegah penyebaran Covid 19," ungkapnya.
Tigor menegaskan, penerapan ganjil genap ini kemungkinan akan menimbulkan area baru penyebaran Covid 19 seperti di angkutan umum atau sarana publik lainnya. Apalagi saat ini didapatkan bahwa di perkantoran di Jakarta menjadi area baru penyebaran Covid-19.
"Berarti memang telah terjadi pelanggaran kapasitas pekerja dan waktu kerja di perkantoran di Jakarta Jadi sebaiknya pemberlakukan Ganjil Genap tidak dilakukan pada masa pandemi Covid 19 seperti sekarang ini," tegasnya.
Seharusnya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah mempersiapkan, mengawasi dan meyakinkan dengan sungguh masyarakat bahwa fasilitas layanan angkutan saat pandemi Covid 19 ini benar-benar sehat.
"Mempersiapkan peningkatan dan akses pada layanan angkutan umum. Melakukan pengawasan dan penegakan secara benar juga konsisten terhadap pelaksanaan kapasitas serta jadwal kerja dan menerapkan protokol kesehatan di perkantoran dan perusahaan yang ada di Jakarta," tutupnya.
"Persoalan kemacetan yang terjadi di Jakarta saat pandemi Covid 19 sekarang ini disebabkan tidak seimbangnya antara supply (ketersediaan) dengan demand (permintaan) penggunaan transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek)," ujar Tigor di Jakarta, Senin (3/8/2020).
Sebagaimana diatur juga dalam Peraturan Gubernur (Pergub) 51 tahun 2020 bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi . Begitu pula kapasitas pekerja bekerja atau jadwal bekerja di Jakarta juga 50 persen dari masing perkantoran pemerintah serta swasta.
"Artinya perkantoran atau perusahaan boleh memperkerjakan pekerjanya hanya 50 persen dan menerapkan bekerja dari rumah. Pengaturan kapasitas bekerja 50 persen ini diharapkan ada keseimbangan kebutuhan bertransportasi masyarakat termasuk dalam kebutuhan layanan angkutan umum," tambahnya.
Tigor melanjutkan, jika dikatakan ada kemacetan Jakarta yang melebihi kemacetan pada masa normal, bisa jadi ada ketidak seimbangan antara supply dan demand dalam penggunaan layanan angkutan umum di Jabodetabek. (Baca juga:
Para pekerja di Jakarta banyak juga yang bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek). Memang terjadi lonjakan penggunaan kendaraan pribadi ke Jakarta dan di Jakarta karena ketersediaan pasokan (supply) lanyanan angkutan umumnya kurang, sementara jumlah penggunanya lebih tinggi.
"Tidak seimbangnya supply dan demand ini disebabkan, masyarakat masih takut menggunakan angkutan umum. Masa-masa pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang takut mengunakan layanan angkutan umum. Ketakutan tersebut sangat mendasar karena trauma terjadi penumpukan atau kerumunan pengguna dan tidak sehatnya fasilitas publik yang ada. Akhirnya masyarakat lebih percaya dan lebih merasa sehat menggunakan kendaraan pribadinya seperti motor dan mobilnya," terang Tigor.
Terjadi pelanggaran operasional perkantoran di Jakarta. Saat PSBB masa transisi sekarang ini banyak perkantoran atau perusahaan yang memperkerjakan pekerjanya 100 persen, melanggar aturan pembatasan Pergub nomor 51 tahun 2020.
"Nah kedua penyebab ini bisa jadi yang membuat Jakarta jadi sangat macet walau masih pada masa pandemi Covid 19. Berarti menerapkan kebijakan ganjil genap pada masa pandemi Covid 19 ini tidak ada hubungannya dengan upaya untuk menurunkan kasus positif atau mencegah penyebaran Covid 19," ungkapnya.
Tigor menegaskan, penerapan ganjil genap ini kemungkinan akan menimbulkan area baru penyebaran Covid 19 seperti di angkutan umum atau sarana publik lainnya. Apalagi saat ini didapatkan bahwa di perkantoran di Jakarta menjadi area baru penyebaran Covid-19.
"Berarti memang telah terjadi pelanggaran kapasitas pekerja dan waktu kerja di perkantoran di Jakarta Jadi sebaiknya pemberlakukan Ganjil Genap tidak dilakukan pada masa pandemi Covid 19 seperti sekarang ini," tegasnya.
Seharusnya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah mempersiapkan, mengawasi dan meyakinkan dengan sungguh masyarakat bahwa fasilitas layanan angkutan saat pandemi Covid 19 ini benar-benar sehat.
"Mempersiapkan peningkatan dan akses pada layanan angkutan umum. Melakukan pengawasan dan penegakan secara benar juga konsisten terhadap pelaksanaan kapasitas serta jadwal kerja dan menerapkan protokol kesehatan di perkantoran dan perusahaan yang ada di Jakarta," tutupnya.
(mhd)