Modifikasi Cuaca Atasi Polusi Udara, 800 Kg Garam Ditabur di Langit Jabodetabek
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menaburkan garam di langit Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mulai dilakukan. Sebanyak 800 kg garam ditaburkan untuk menurunkan hujan guna mengurangi polusi udara di Jabodetabek.
Menurut laporan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) penyemaian mulai dilakukan sejak Sabtu (19/8/2023) dengan 1 sorti penerbangan. Penyemaian awan hampir selama 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan menaburkan garam semai sekitar 800 kg di atas ketinggian 9000-10.000 kaki.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan, TMC untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek baru pertama dilakukan. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.
“Sabtu kemarin sudah dilaksanakan satu sorti penerbangan dengan target penyemaian di wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Budi menambahkan kegiatan TMC untuk mengurangi polutan sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India.
Sementara di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Menurut Budi, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan.
Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka TMC dapat dilakukan dengan menargetkan mengganggu stabilitas atmosfer.
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang.
Hal itu terjadi karena tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
“Nah, ini yang akan kita ganggu, dibuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas,” ujar Budi.
Namun demikian, metode TMC tanpa hujan tersebut memerlukan persiapan matang. Untuk saat ini lanjut Budi, pihaknya belum siap, masih perlu mendesain dan membuat konsul untuk menempatkan dry ice di dalam kabin pesawat.
“Dry ice ini yaitu CO2. Jika packaging dan handling di pesawat sembarangan, kru bisa kehabisan oksigen atau hypoksia,” tuturnya.
Budi menerangkan, ada satu alternatif bahan semai lain yang bisa dicoba dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu menggunakan kapur tohor.
Bedanya, kalau dry ice mengkondisikan udara agar menjadi lebih dingin, sementara dengan kapur tohor sebaliknya, mengkondisikan udara menjadi lebih panas.
“Tapi prinsipnya sama, mengkondisikan suhu di lapisan isotherm pada ketinggian tertentu untuk mengganggu kestabilan atmosfer,” pungkasnya.
Menurut laporan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) penyemaian mulai dilakukan sejak Sabtu (19/8/2023) dengan 1 sorti penerbangan. Penyemaian awan hampir selama 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan menaburkan garam semai sekitar 800 kg di atas ketinggian 9000-10.000 kaki.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan, TMC untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek baru pertama dilakukan. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.
“Sabtu kemarin sudah dilaksanakan satu sorti penerbangan dengan target penyemaian di wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Budi menambahkan kegiatan TMC untuk mengurangi polutan sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India.
Sementara di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Menurut Budi, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan.
Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka TMC dapat dilakukan dengan menargetkan mengganggu stabilitas atmosfer.
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang.
Hal itu terjadi karena tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
“Nah, ini yang akan kita ganggu, dibuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas,” ujar Budi.
Namun demikian, metode TMC tanpa hujan tersebut memerlukan persiapan matang. Untuk saat ini lanjut Budi, pihaknya belum siap, masih perlu mendesain dan membuat konsul untuk menempatkan dry ice di dalam kabin pesawat.
“Dry ice ini yaitu CO2. Jika packaging dan handling di pesawat sembarangan, kru bisa kehabisan oksigen atau hypoksia,” tuturnya.
Budi menerangkan, ada satu alternatif bahan semai lain yang bisa dicoba dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu menggunakan kapur tohor.
Bedanya, kalau dry ice mengkondisikan udara agar menjadi lebih dingin, sementara dengan kapur tohor sebaliknya, mengkondisikan udara menjadi lebih panas.
“Tapi prinsipnya sama, mengkondisikan suhu di lapisan isotherm pada ketinggian tertentu untuk mengganggu kestabilan atmosfer,” pungkasnya.
(hab)