Bela Saidun, Paguyuban Lurah Tangsel Minta Hentikan Bullying
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Juru Bicara Paguyuban Lurah Tangerang Selatan (Tangsel) Tomi Patria terang-terangan membela Lurah Benda Baru Saidun terkait penitipan siswa di SMAN 3 Tangsel. Tomi meminta bullying terhadap Saidun dihentikan.
"Jadi mulanya itu pada Desember 2019. Saat itu Saidun sudah mulai membuka komunikasi dengan pihak sekolah terkait dengan kewilayahan," ujar Tomi, membuka obrolan dengan SINDOnews, Jumat (24/7/2020).
Dalam komunikasi awal itu, pihak SMAN 3 Tangsel meminta tolong dibuat surat keterangan Leter C kepada Saidun, sebagai persyaratan penyerahan aset sekolah itu.
"Di situ ada komitmen antara sekolah dengan lurah, termasuk komite sekolah, jika lurah minta kuota untuk zonasi warganya tolong diakomodir. Kesepakatan itu tidak tertulis, tetapi diamini oleh komite sekolah," jelasnya.
Saat masuk masa PPDB, Lurah Saidun ingat dengan komitmen tersebut. Terlebih ada dua warganya yang meminta tolong minta dimasukkan ke SMAN 3 Tangsel. (Baca: Siswa Titipannya Tak Diterima di SMA Negeri, Lurah di Tangsel Ngamuk)
"Jadi keputusan menerima atau tidak itu ada di kepala sekolah dan komite. Kalau di semua wilayah komunikasi ini berjalan baik. Bahkan ada jatah buat lurah, karena lurah sering kali dimintai tolong oleh warga," sambungnya.
Tetapi saat dihubungi oleh Saidun, kepala SMAN 3 Tangsel tidak pernah bisa. Bahkan saat akan ditemui selalu tidak ada di sekolah. Pihaknya pun berinisiatif ke sekolah.
"Begitu sulit dihubungi, Saidun lalu datang ke sekolah. Jadi, bahwa Saidun membawa 6 murid itu salah, cuma dua. Karena yang 4 itu sudah diterima di sekolah lain. Tetapi 2 itu ditolak oleh kepala sekolah," kata Tomi.
Kemarahan Saidun bermula saat kepala sekolah menjawab dengan nada tinggi. Kepada Saidun sang kepala sekolah mengatakan tidak bisa.
"Merasa ketemu susah dan dipimpong, juga tekanan dari warga Benda, akhirnya terjadilah peristiwa itu. Jadi dia nendang itu karena emosi, tidak disengaja dan direncanakan. Yang namanya dia pesilat, nyapu meja doang pakai kaki," ungkap Tomi.
"Jadi mulanya itu pada Desember 2019. Saat itu Saidun sudah mulai membuka komunikasi dengan pihak sekolah terkait dengan kewilayahan," ujar Tomi, membuka obrolan dengan SINDOnews, Jumat (24/7/2020).
Dalam komunikasi awal itu, pihak SMAN 3 Tangsel meminta tolong dibuat surat keterangan Leter C kepada Saidun, sebagai persyaratan penyerahan aset sekolah itu.
"Di situ ada komitmen antara sekolah dengan lurah, termasuk komite sekolah, jika lurah minta kuota untuk zonasi warganya tolong diakomodir. Kesepakatan itu tidak tertulis, tetapi diamini oleh komite sekolah," jelasnya.
Saat masuk masa PPDB, Lurah Saidun ingat dengan komitmen tersebut. Terlebih ada dua warganya yang meminta tolong minta dimasukkan ke SMAN 3 Tangsel. (Baca: Siswa Titipannya Tak Diterima di SMA Negeri, Lurah di Tangsel Ngamuk)
"Jadi keputusan menerima atau tidak itu ada di kepala sekolah dan komite. Kalau di semua wilayah komunikasi ini berjalan baik. Bahkan ada jatah buat lurah, karena lurah sering kali dimintai tolong oleh warga," sambungnya.
Tetapi saat dihubungi oleh Saidun, kepala SMAN 3 Tangsel tidak pernah bisa. Bahkan saat akan ditemui selalu tidak ada di sekolah. Pihaknya pun berinisiatif ke sekolah.
"Begitu sulit dihubungi, Saidun lalu datang ke sekolah. Jadi, bahwa Saidun membawa 6 murid itu salah, cuma dua. Karena yang 4 itu sudah diterima di sekolah lain. Tetapi 2 itu ditolak oleh kepala sekolah," kata Tomi.
Kemarahan Saidun bermula saat kepala sekolah menjawab dengan nada tinggi. Kepada Saidun sang kepala sekolah mengatakan tidak bisa.
"Merasa ketemu susah dan dipimpong, juga tekanan dari warga Benda, akhirnya terjadilah peristiwa itu. Jadi dia nendang itu karena emosi, tidak disengaja dan direncanakan. Yang namanya dia pesilat, nyapu meja doang pakai kaki," ungkap Tomi.