Pengamat Sebut Kasus Teddy Minahasa Bukti Ada Persaingan Tidak Sehat di Tubuh Polri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sidang kasus narkoba dengan terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa akan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Sidang dengan agenda pembacaan duplik ini akan digelar pada Jumat, 28 April 2023 besok.
Kasus narkoba Teddy Minahasa ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, pakar hingga masyarakat luas. Terbukti dari hasil survei yang dirilis lembaga Survei Indikator beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi membeberkan hasil survei terkait kasus kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa. Burhanuddin menyebutkan ada 39% responden yang mengetahui pemberitaan terkait Irjen Pol Teddy Minahasa. Dari mereka yang mengetahui, sebanyak 64,7% berpendapat Kapolri tak pandang bulu menindak bawahannya.
Sementara sebanyak 8,4% memilih tidak menjawab. Menurut Burhanuddin, dari responden yang tahu berita soal kasus Irjen Teddy Minahasa, sebagian berasumsi jika ada persaingan tak sehat di kubu Polri. "64,7% mayoritas dari yang tahu juga setuju bahwa terbongkarnya kasus ini menunjukkan adanya persaingan antarkelompok dalam tubuh Polri yang tidak sehat, 58,8%," ujarnya
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai, apa yang disampaikan Teddy Minahasa mengindikasikan bahwa kasus yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat itu mengindikasikan adanya perang bintang di tubuh kepolisian. "Dugaan tentang ini (perang bintang di tubuh Polri) pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," katanya.
Reza menambahkan, perang bintang seperti itu bisa memiliki akibat yang positif namun juga bisa sangat berbahaya. Menurut Reza keberadaan subgroup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika subgroup itu saling berkompetisi secara konstruktif maka ini berdampak positif bagi masyarakat.
"Apabila antarsubgroup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," katanya.
Reza menilai seluruh dakwaan terhadap Tedy Minahasa rapuh. Pembuktian bahwa Teddy Minahasa melakukan perbuatan yang didakwakan, itu pembuktiannya rapuh.
Senada, pengamat kepolisian dari Institute for Security and strategic studies (ISESS), Bambang Rukminto pernah mengungkapkan bukan tidak mungkin ada faksi-faksi di internal Polri yang anggotanya bersaing satu sama lain. Menurutnya bisa jadi Teddy Minahasa sengaja dijegal lantaran kariernya di kepolisian kian moncer setelah ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur. "Muncul asumsi bahwa kasus Teddy Minahasa hanya efek perang antar faksi di internal," katanya.
Sebelumnya, dalam persidangan Teddy Minahasa mengatakan, tuduhan terhadap dirinya tidak bisa dibuktikan. "Semua tuduhan rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya pada kasus ini hanyalah berdasarkan testimonium yang sama sekali tidak bisa dibuktikan oleh penyidik maupun jaksa penuntut umum. Juga tidak pernah dibuktikan secara scientific investigation, baik pembuktian secara formil maupun materiil," kata Teddy Minahasa dalam persidangan pada Kamis, 13 April 2023.
Sebagai informasi, kasus ini bermula pada saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun Teddy Minahasa, yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan, Sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.
Kasus narkoba Teddy Minahasa ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, pakar hingga masyarakat luas. Terbukti dari hasil survei yang dirilis lembaga Survei Indikator beberapa waktu lalu.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi membeberkan hasil survei terkait kasus kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa. Burhanuddin menyebutkan ada 39% responden yang mengetahui pemberitaan terkait Irjen Pol Teddy Minahasa. Dari mereka yang mengetahui, sebanyak 64,7% berpendapat Kapolri tak pandang bulu menindak bawahannya.
Sementara sebanyak 8,4% memilih tidak menjawab. Menurut Burhanuddin, dari responden yang tahu berita soal kasus Irjen Teddy Minahasa, sebagian berasumsi jika ada persaingan tak sehat di kubu Polri. "64,7% mayoritas dari yang tahu juga setuju bahwa terbongkarnya kasus ini menunjukkan adanya persaingan antarkelompok dalam tubuh Polri yang tidak sehat, 58,8%," ujarnya
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai, apa yang disampaikan Teddy Minahasa mengindikasikan bahwa kasus yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat itu mengindikasikan adanya perang bintang di tubuh kepolisian. "Dugaan tentang ini (perang bintang di tubuh Polri) pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," katanya.
Baca Juga
Reza menambahkan, perang bintang seperti itu bisa memiliki akibat yang positif namun juga bisa sangat berbahaya. Menurut Reza keberadaan subgroup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika subgroup itu saling berkompetisi secara konstruktif maka ini berdampak positif bagi masyarakat.
"Apabila antarsubgroup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," katanya.
Reza menilai seluruh dakwaan terhadap Tedy Minahasa rapuh. Pembuktian bahwa Teddy Minahasa melakukan perbuatan yang didakwakan, itu pembuktiannya rapuh.
Senada, pengamat kepolisian dari Institute for Security and strategic studies (ISESS), Bambang Rukminto pernah mengungkapkan bukan tidak mungkin ada faksi-faksi di internal Polri yang anggotanya bersaing satu sama lain. Menurutnya bisa jadi Teddy Minahasa sengaja dijegal lantaran kariernya di kepolisian kian moncer setelah ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur. "Muncul asumsi bahwa kasus Teddy Minahasa hanya efek perang antar faksi di internal," katanya.
Sebelumnya, dalam persidangan Teddy Minahasa mengatakan, tuduhan terhadap dirinya tidak bisa dibuktikan. "Semua tuduhan rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya pada kasus ini hanyalah berdasarkan testimonium yang sama sekali tidak bisa dibuktikan oleh penyidik maupun jaksa penuntut umum. Juga tidak pernah dibuktikan secara scientific investigation, baik pembuktian secara formil maupun materiil," kata Teddy Minahasa dalam persidangan pada Kamis, 13 April 2023.
Sebagai informasi, kasus ini bermula pada saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun Teddy Minahasa, yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan, Sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.
(cip)