Teddy Minahasa Sebut Ada Upaya Rekayasa dan Konspirasi dalam Kasus Narkoba yang Menjeratnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa kasus peredaran narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa menganggap kasus yang menjeratnya merupakan sebuah konspirasi dan rekayasa. Mantan Kapolda Sumatera Barat itu yakin ada seseorang yang mengendalikan kasus ini.
Pernyataan itu disampaikan Teddy saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
"Pada prinsipnya, saya merasakan ada upaya rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya di mana hal tersebut sejalan dengan makna industri hukum yang disampaikan Prof Dr Mahfud MD, dengan tujuan membunuh karakter saya, menghentikan karier saya, serta menghancurkan hidup dan masa depan saya bahkan dengan tujuan membinasakan saya," ujar Teddy.
Baca juga: Pamer Prestasi dan Jabatan saat Sidang Pleidoi, Teddy Minahasa: Alamiah Tanpa Kolusi Nepotisme
Menurut dia, penyidik diduga meniadakan bukti atau fakta lalu menciptakan bukti baru melalui proses rekayasa keterangan saksi untuk menjeratnya. Hal ini terlihat dari klaim terdakwa Dodi Prawiranegara dan lain-lain yang serentak menyebut bahwa sabu tersebut milik Teddy.
"Kondisi ini sama halnya dalam sebuah orkestra di mana ada seorang dirigen yang mengatur semua alat musik yang dimainkan agar iramanya terdengar bagus," katanya.
Atas dasar demikian, dia merasakan ada penyimpangan hukum dalam
pertimbangan tuntutan JPU yang menuntutnya hukuman mati. Teddy melalui penasihat hukumnya berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan proses pembuktian selama persidangan.
"Berdasarkan uraian fakta-fakta, bukti-bukti, dan analisa yuridis di atas, kami tim
penasihat hukum terdakwa dengan segala kerendahan hati memohon kepada
Majelis Hakim Yang Mulia, yang memeriksa dan mengadili perkara bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," kata perwakilan tim penasihat hukum yang diketuai Hotman Paris Hutapea.
Mereka juga memohon majelis hakim membebaskan Teddy dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya melepaskannya dari segala tuntutan hukum dan membebaskannya dari tahanan segera setelah putusan diucapkan.
Sebelumnya, Teddy dituntut hukuman mati oleh JPU dalam kasus peredaran narkotika. Teddy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Menyatakan terdakwa Irjen Teddy Minahasa bersama-sama dengan saksi Dody Prawiranegara, dan saksi Linda Pudjiastuti dalam bentuk rangkaian tindakan kerja sama yang erat dan kuat sehingga perbuatan dikehendaki bersama menjadi sempurna," kata Jaksa.
Kasus ini bermula saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kg sabu. Namun, Teddy yang ketika itu menjabat Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kg dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kg sabu telah diedarkan dan 3,3 kg sisanya berhasil disita petugas.
Pernyataan itu disampaikan Teddy saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
"Pada prinsipnya, saya merasakan ada upaya rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya di mana hal tersebut sejalan dengan makna industri hukum yang disampaikan Prof Dr Mahfud MD, dengan tujuan membunuh karakter saya, menghentikan karier saya, serta menghancurkan hidup dan masa depan saya bahkan dengan tujuan membinasakan saya," ujar Teddy.
Baca juga: Pamer Prestasi dan Jabatan saat Sidang Pleidoi, Teddy Minahasa: Alamiah Tanpa Kolusi Nepotisme
Menurut dia, penyidik diduga meniadakan bukti atau fakta lalu menciptakan bukti baru melalui proses rekayasa keterangan saksi untuk menjeratnya. Hal ini terlihat dari klaim terdakwa Dodi Prawiranegara dan lain-lain yang serentak menyebut bahwa sabu tersebut milik Teddy.
"Kondisi ini sama halnya dalam sebuah orkestra di mana ada seorang dirigen yang mengatur semua alat musik yang dimainkan agar iramanya terdengar bagus," katanya.
Atas dasar demikian, dia merasakan ada penyimpangan hukum dalam
pertimbangan tuntutan JPU yang menuntutnya hukuman mati. Teddy melalui penasihat hukumnya berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan proses pembuktian selama persidangan.
"Berdasarkan uraian fakta-fakta, bukti-bukti, dan analisa yuridis di atas, kami tim
penasihat hukum terdakwa dengan segala kerendahan hati memohon kepada
Majelis Hakim Yang Mulia, yang memeriksa dan mengadili perkara bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," kata perwakilan tim penasihat hukum yang diketuai Hotman Paris Hutapea.
Mereka juga memohon majelis hakim membebaskan Teddy dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya melepaskannya dari segala tuntutan hukum dan membebaskannya dari tahanan segera setelah putusan diucapkan.
Sebelumnya, Teddy dituntut hukuman mati oleh JPU dalam kasus peredaran narkotika. Teddy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Menyatakan terdakwa Irjen Teddy Minahasa bersama-sama dengan saksi Dody Prawiranegara, dan saksi Linda Pudjiastuti dalam bentuk rangkaian tindakan kerja sama yang erat dan kuat sehingga perbuatan dikehendaki bersama menjadi sempurna," kata Jaksa.
Kasus ini bermula saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kg sabu. Namun, Teddy yang ketika itu menjabat Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kg dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kg sabu telah diedarkan dan 3,3 kg sisanya berhasil disita petugas.
(jon)