Pengamat Sebut Kasus Teddy Minahasa Kaburkan Pengungkapan Bandar Besar Narkoba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kepolisian Alfons Loemau menduga penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa terkait kasus peredaran narkoba tidak terlepas dari isu pertarungan bandar besar jaringan narkotika. Ia menilai Teddy bukan pemain di dunia obat-obatan terlarang.
“Kalau Teddy Minahasa itu pemain, dia tidak akan amatir seperti itu,” ujar Alfons saat dihubungi, Selasa (28/3/2023).
Lebih lanjut, Alfons mengatakan Teddy merupakan korban dari bandar besar bisnis obat haram narkotika yang ingin kariernya hancur. Ia dijebak oleh Linda Pudjiastuti yang diduga berperan sebagai ‘cepu’ atau informan.
Menurut Alfons, penangkapan terhadap Teddy membuat pengungkapan pemain besar sesungguhnya di pasar peredaran narkotika menjadi samar-samar. “Ini ibaratnya, pentolan kecil yang kemudian dikorbankan disorot jadi begini dengan pion yang dorong itu di perempuan tetapi bandar besarnya sedang samar-samar atau sedang tidak terungkap atau bandar besarnya lawan berat,” tuturnya.
Sebab, kata Alfons, sebagai pakar hukum sekaligus pengamat kepolisian bahwa bisnis peredaran narkoba tidak dijalankan secara tunggal. Ia menyebut banyak kelompok-kelompok besar yang mengendalikan bisnis tersebut.
“Bermain obat terlarang narkoba ini satu rangkaian besar. Gerbongnya banyak, gerbonya besar,“ ungkapnya.
Alfons juga tidak yakin adanya pengungkapan kasus narkoba adalah murni dari keja kepolisian. Menurutnya, ada informan yang bekerja sebagai umpan untuk membantu polisi menangkap pelaku narkoba.
“Cepu-cepu ini juga dipakai sebagai umpan. Kadang-kadang ini kaya ayam aja, istilahnya orang, ayam itu pada saat tertentu dipakai ayam tarung saat tertentu dipotong jadi ayam opor,” ucap Alfons.
“Karena mustahil pengungkapan yang begini banyak ini karena penyidiknya datang ke sana ke sini, ngintai di sana sini nggak ada, itu omong kosong,” imbuhnya.
Alfons menambahkan para informan tidak bekerja hanya pada satu orang. Mereka bisa menjadi agen ganda tergantung pesanan seseorang tersebut.
“Cepu-cepu ini bukan punya satu majikan, tidak jarang mereka agen ganda, majikan mana, mana yang mau mereka korbankan dan sebagainya,” pungkasnya.
Di sisi lain, Alfons berpendapat bahwa keberanian Linda mengumbar aib di persidangan menguatkan adanya permasalahan pribadi dengan Teddy Minahasa. Dia pun meminta agar pihak kepolisian juga membongkar seseorang yang menjadi bekingan Linda.
“Betul. Kalau saya hubungkan begini, Linda secara pribadi punya kedongkolan terhadap Teddy makanya dia ceritakan soal bobo-bobo siang dan sebagainya,” ucapnya.
Menurutnya, Linda tidak akan mempunyai keberanian membongkar aibnya dengan Teddy apabila tidak ada jaminan dari seseorang. “Bisa jadi begitu, sangat berpeluang karena di dunia hitam ini semua taktik bisa dipakai menjatuhkan lawan dan membesarkan orang,” tuturnya.
Tak hanya itu, Linda diduga kuat berperan sebagai informan yang menjebak Teddy. Jika keduanya memiliki kedekatan, mustahil Linda akan membuka aibnya sendiri padahal tidak terkait dengan perkara.
“Kenapa seorang wanita mau mengumbar aibnya di depan umum dan sebagainya, ada apa?” tandas Alfons.
“Kalau Teddy Minahasa itu pemain, dia tidak akan amatir seperti itu,” ujar Alfons saat dihubungi, Selasa (28/3/2023).
Lebih lanjut, Alfons mengatakan Teddy merupakan korban dari bandar besar bisnis obat haram narkotika yang ingin kariernya hancur. Ia dijebak oleh Linda Pudjiastuti yang diduga berperan sebagai ‘cepu’ atau informan.
Menurut Alfons, penangkapan terhadap Teddy membuat pengungkapan pemain besar sesungguhnya di pasar peredaran narkotika menjadi samar-samar. “Ini ibaratnya, pentolan kecil yang kemudian dikorbankan disorot jadi begini dengan pion yang dorong itu di perempuan tetapi bandar besarnya sedang samar-samar atau sedang tidak terungkap atau bandar besarnya lawan berat,” tuturnya.
Sebab, kata Alfons, sebagai pakar hukum sekaligus pengamat kepolisian bahwa bisnis peredaran narkoba tidak dijalankan secara tunggal. Ia menyebut banyak kelompok-kelompok besar yang mengendalikan bisnis tersebut.
“Bermain obat terlarang narkoba ini satu rangkaian besar. Gerbongnya banyak, gerbonya besar,“ ungkapnya.
Alfons juga tidak yakin adanya pengungkapan kasus narkoba adalah murni dari keja kepolisian. Menurutnya, ada informan yang bekerja sebagai umpan untuk membantu polisi menangkap pelaku narkoba.
“Cepu-cepu ini juga dipakai sebagai umpan. Kadang-kadang ini kaya ayam aja, istilahnya orang, ayam itu pada saat tertentu dipakai ayam tarung saat tertentu dipotong jadi ayam opor,” ucap Alfons.
“Karena mustahil pengungkapan yang begini banyak ini karena penyidiknya datang ke sana ke sini, ngintai di sana sini nggak ada, itu omong kosong,” imbuhnya.
Alfons menambahkan para informan tidak bekerja hanya pada satu orang. Mereka bisa menjadi agen ganda tergantung pesanan seseorang tersebut.
“Cepu-cepu ini bukan punya satu majikan, tidak jarang mereka agen ganda, majikan mana, mana yang mau mereka korbankan dan sebagainya,” pungkasnya.
Di sisi lain, Alfons berpendapat bahwa keberanian Linda mengumbar aib di persidangan menguatkan adanya permasalahan pribadi dengan Teddy Minahasa. Dia pun meminta agar pihak kepolisian juga membongkar seseorang yang menjadi bekingan Linda.
“Betul. Kalau saya hubungkan begini, Linda secara pribadi punya kedongkolan terhadap Teddy makanya dia ceritakan soal bobo-bobo siang dan sebagainya,” ucapnya.
Menurutnya, Linda tidak akan mempunyai keberanian membongkar aibnya dengan Teddy apabila tidak ada jaminan dari seseorang. “Bisa jadi begitu, sangat berpeluang karena di dunia hitam ini semua taktik bisa dipakai menjatuhkan lawan dan membesarkan orang,” tuturnya.
Tak hanya itu, Linda diduga kuat berperan sebagai informan yang menjebak Teddy. Jika keduanya memiliki kedekatan, mustahil Linda akan membuka aibnya sendiri padahal tidak terkait dengan perkara.
“Kenapa seorang wanita mau mengumbar aibnya di depan umum dan sebagainya, ada apa?” tandas Alfons.
(kri)