Eksekusi Pengosongan 14 Rumah di Perumahan Taman Duren Sawit Ricuh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Eksekusi pengosongan 14 rumah di Perumahan Taman Duren Sawit, Jakarta Timur, berlangsung ricuh, Kamis (16/3/2023). Warga terlibat saling dorong dengan petugas juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Tampak warga berdebat dengan Panitera PN Jakarta Timur
Marlin Simanjuntak. Warga berunjuk rasa sembari meneriakkan tuntutan di hadapan petugas kepolisian yang ikut mengamankan eksekusi tersebut.
Sebagian warga perumahan juga menyesalkan eksekusi lantaran akses jalan rumahnya menjadi tertutup karena menjadi objek eksekusi.
Objek yang dieksekusi tersebut yakni 14 rumah seluas 3.887 meter persegi. Kemudian dari bidang tanah sengketa, 1.705 meter persegi merupakan tanah kosong berupa jalan, dan tanah beserta bangunan milik pengembang seluas 2.182 meter.
Eksekusi dilakukan setelah penggugat, yang notabene ahli waris, memenangkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Eksekusi penyitaan sejumlah rumah tersebut berlangsung ricuh lantaran adanya sertifikat hak milik resmi yang ditunjukkan oleh warga.
Salah satu warga, Darmawati (52), menyampaikan sengketa tanah tersebut antara pihak pengembang perumahan dengan ahli waris tanah atas nama (almarhum) Muhammad. Ia menuturkan sengketa tanah yang dipermasalahkan seluas 16 hektare persegi.
"Jadi mereka ini sudah bermasalah dari tahun 1998, kita tidak tahu sebagai pembeli. Sengketa tanah ini sudah inkrah di Mahkamah Agung pada tahun 2006, pihak developer (pengembang) yang kalah," jelasnya.
"Harusnya developer kan mengganti, tetapi mereka tidak mau. Developer bilang kalau mau eksekusi, silakan ambil tanah milik warga ini, padahal kita sudah di sini," lanjutnya.
Darmawati mengaku bersama warga lainnya telah memiliki sertifikat hak milik. Warga sudah mengonfirmasi ke Badan Pertanahan Negara (BPN), bahwa bukti sertifikat itu sudah sah berdasarkan ketentuan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Tetapi ini keputusan eksekusi datangnya dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan eksekusinya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur," terang Darmawati.
Pihaknya pun sudah melakukan mediasi dengan pihak pengembang, dan akhirnya diputuskan ada penggantian 1.000 meter kepada warga. Kendati demikian, pihak ahli waris yang menggugat, justru meminta penggantian lebih dari 1.000 meter.
"Ahli waris bersengketa dengan developer itu 2.100 meter," tutur Darmawati.
Darmawati yang telah tinggal di rumah itu sejak tahun 1994 mengungkapkan bahwa pihak ahli waris justru menuntut ganti rugi dengan warga pemilik rumah. Ahli waris mengaku telah selesai tuntutannya dengan pihak pengembang properti.
Darmawati yang mengaku telah lunas membayar rumahnya sejak 1999, namun ahli waris tetap menuntut ganti rugi kepada pemilik rumah untuk membayar kembali uang tanah dengan nilai Rp10 juta per meter.
"Seharusnya ahli waris jika ingin eksekusi tanah kami kan ada jalurnya. Harusnya via PTUN dulu kan kita, harus dicabut dulu sertifikat hak milik kami, baru dieksekusi. Ini kenapa kok tidak dicabut terus tiba-tiba hendak dieksekusi," katanya.
Tampak warga berdebat dengan Panitera PN Jakarta Timur
Marlin Simanjuntak. Warga berunjuk rasa sembari meneriakkan tuntutan di hadapan petugas kepolisian yang ikut mengamankan eksekusi tersebut.
Sebagian warga perumahan juga menyesalkan eksekusi lantaran akses jalan rumahnya menjadi tertutup karena menjadi objek eksekusi.
Objek yang dieksekusi tersebut yakni 14 rumah seluas 3.887 meter persegi. Kemudian dari bidang tanah sengketa, 1.705 meter persegi merupakan tanah kosong berupa jalan, dan tanah beserta bangunan milik pengembang seluas 2.182 meter.
Eksekusi dilakukan setelah penggugat, yang notabene ahli waris, memenangkan gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Eksekusi penyitaan sejumlah rumah tersebut berlangsung ricuh lantaran adanya sertifikat hak milik resmi yang ditunjukkan oleh warga.
Salah satu warga, Darmawati (52), menyampaikan sengketa tanah tersebut antara pihak pengembang perumahan dengan ahli waris tanah atas nama (almarhum) Muhammad. Ia menuturkan sengketa tanah yang dipermasalahkan seluas 16 hektare persegi.
"Jadi mereka ini sudah bermasalah dari tahun 1998, kita tidak tahu sebagai pembeli. Sengketa tanah ini sudah inkrah di Mahkamah Agung pada tahun 2006, pihak developer (pengembang) yang kalah," jelasnya.
"Harusnya developer kan mengganti, tetapi mereka tidak mau. Developer bilang kalau mau eksekusi, silakan ambil tanah milik warga ini, padahal kita sudah di sini," lanjutnya.
Darmawati mengaku bersama warga lainnya telah memiliki sertifikat hak milik. Warga sudah mengonfirmasi ke Badan Pertanahan Negara (BPN), bahwa bukti sertifikat itu sudah sah berdasarkan ketentuan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Tetapi ini keputusan eksekusi datangnya dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan eksekusinya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur," terang Darmawati.
Pihaknya pun sudah melakukan mediasi dengan pihak pengembang, dan akhirnya diputuskan ada penggantian 1.000 meter kepada warga. Kendati demikian, pihak ahli waris yang menggugat, justru meminta penggantian lebih dari 1.000 meter.
"Ahli waris bersengketa dengan developer itu 2.100 meter," tutur Darmawati.
Darmawati yang telah tinggal di rumah itu sejak tahun 1994 mengungkapkan bahwa pihak ahli waris justru menuntut ganti rugi dengan warga pemilik rumah. Ahli waris mengaku telah selesai tuntutannya dengan pihak pengembang properti.
Darmawati yang mengaku telah lunas membayar rumahnya sejak 1999, namun ahli waris tetap menuntut ganti rugi kepada pemilik rumah untuk membayar kembali uang tanah dengan nilai Rp10 juta per meter.
"Seharusnya ahli waris jika ingin eksekusi tanah kami kan ada jalurnya. Harusnya via PTUN dulu kan kita, harus dicabut dulu sertifikat hak milik kami, baru dieksekusi. Ini kenapa kok tidak dicabut terus tiba-tiba hendak dieksekusi," katanya.
(thm)