Ketua RW Kalibaru Kecewa Wilayahnya Disebut Miskin Ekstrem, Data BPS Diuji
loading...
A
A
A
JAKARTA - LSM Peduli Jakarta yang aktif dalam bidang sosial menggelar survei dan verifikasi data masyarakat miskin ekstrem di RT 6/15 Kalibaru, Jakarta Utara. Pendataan dilakukan secara detail alias by name by address.
Tim Peduli Jakarta didampingi pengurus lingkungan setempat turun langsung mendata 25 Kepala Keluarga (KK) di wilayah RT 6.
Ketua RT 6/15 Mariani mengaku kaget selama 13 tahun menjabat baru mendengar adanya beberapa nama warga miskin ekstrem di wilayahnya yang mencapai 38 KK. Memang betul ada warga miskin di wilayahnya, tetapi bukan miskin ekstrem.
“Kalau yang kemiskinan ekstrem, kebetulan warga saya sekitar 130 KK yang tervalidasi di RT 6. Yang tervalidasi masuk miskin ekstrem ada 38 KK. Tapi, saya rasa tidak ada yang terlalu miskin ekstrem,” ujar Mariani, Kamis (16/2/2023).
Baca juga: 95.668 Penduduk Jakarta Masih Miskin Ekstrem
Ketua RW 15 Kalibaru Slamet juga mengaku kecewa dan membenarkan bahwa pihaknya menerima data yang mengidentifikasikan masyarakat miskin ekstrem. Namun, pihaknya keberatan jika warganya dikategorikan kelompok miskin ekstrem.
“Ya sudah kita validasi, klarifikasi bagaimana sebetulnya. Memang betul di Kalibaru ada sekitar 8 RW yang kumuh, RW 1, RW 4, RW 6, RW 7, RW 10, RW 12, RW 13, dan RW 15. Yang kumuh banget di RW 4,” kata Slamet.
Eksekutif Direktur Peduli Jakarta Melny Nova Katuuk atau akrab disapa Nova menuturkan dari hasil verifikasi di 25 KK, terdapat 23 KK yang memiliki pengeluaran di atas Rp1 juta per bulan. Angka tersebut jauh dari kategori miskin ekstrem yang disampaikan BPS DKI beberapa waktu lalu yakni dengan pengeluaran Rp11.633 per hari.
"Bahkan, ada 1 KK yang dikategorikan miskin ekstrem ternyata berpenghasilan Rp300 ribu per hari dan tinggal di rumah dua lantai. Memang dari hasil pendataan di 25 KK tersebut hampir semua adalah buruh dan nelayan. Jadi warga ini tidak memiliki penghasilan tetap," ujar Nova.
Berdasarkan hasil pengambilan data dan wawancara, mereka mampu membiayai kebutuhan sehari-hari seperti biaya listrik dan makan. Bahkan, ada 3 KK yang mampu berlangganan WiFi sebesar Rp250.000/bulan atau setidaknya mampu membeli pulsa telepon genggam.
Dari hasil verifikasi data, pihaknya menemukan sebagian warga memiliki sepeda motor dan kebanyakan warga mengonsumsi air mineral isi ulang dengan biaya Rp6.000/tiga hari sekali.
"Ironisnya ada masyarakat yang terdata miskin ekstrem ternyata mengonsumsi rokok sebanyak 2-3 bungkus sehari," ucapnya.
Dia bersama timnya juga mengidentifikasi bahwa dari 25 KK yang terdata miskin ekstrem hampir semua merupakan warga penerima aktif bantuan sosial dari pemerintah.
"Kalau tidak salah Pemprov DKI dalam rilis pers menyebutkan 16 jenis bantuan sosial kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang telah menyerap anggaran Rp17,18 triliun. Nah, ini anggaran yang sangat besar. Data kemiskinan ekstrem dari BPS perlu diuji lagi supaya bantuan sosial tepat sasaran,” ungkapnya.
Menurut dia, ada 6 KK penerima 3 jenis bantuan sosial dari Pemprov DKI. Penerima 2 jenis bantuan sosial berjumlah 6 KK dan 8 KK yang menerima 1 jenis bantuan sosial dari pemerintah. Tercatat hanya 5 KK yang tidak menerima bantuan sosial.
Nova mendesak BPS segera melakukan pemutakhiran data dan menyamakan persepsi data kemiskinan dengan Kemensos, Pemprov DKI, Dukcapil, dan lembaga lainnya. Sebab, BPS adalah satu-satunya lembaga statistik besar di Indonesia yang menjalankan mandat konstitusi untuk memetakan masalah kemiskinan.
“Saya rasa BPS perlu menyamakan persepsi data dengan Pemprov DKI, Kemensos, Dukcapil, dan lainnya tentang data kemiskinan di Jakarta. Sebab, data BPS akan dipakai untuk memetakan isu global tentang kemiskinan, bahkan menentukan arah kebijakan pemerintah," katanya.
Tim Peduli Jakarta didampingi pengurus lingkungan setempat turun langsung mendata 25 Kepala Keluarga (KK) di wilayah RT 6.
Ketua RT 6/15 Mariani mengaku kaget selama 13 tahun menjabat baru mendengar adanya beberapa nama warga miskin ekstrem di wilayahnya yang mencapai 38 KK. Memang betul ada warga miskin di wilayahnya, tetapi bukan miskin ekstrem.
“Kalau yang kemiskinan ekstrem, kebetulan warga saya sekitar 130 KK yang tervalidasi di RT 6. Yang tervalidasi masuk miskin ekstrem ada 38 KK. Tapi, saya rasa tidak ada yang terlalu miskin ekstrem,” ujar Mariani, Kamis (16/2/2023).
Baca juga: 95.668 Penduduk Jakarta Masih Miskin Ekstrem
Ketua RW 15 Kalibaru Slamet juga mengaku kecewa dan membenarkan bahwa pihaknya menerima data yang mengidentifikasikan masyarakat miskin ekstrem. Namun, pihaknya keberatan jika warganya dikategorikan kelompok miskin ekstrem.
“Ya sudah kita validasi, klarifikasi bagaimana sebetulnya. Memang betul di Kalibaru ada sekitar 8 RW yang kumuh, RW 1, RW 4, RW 6, RW 7, RW 10, RW 12, RW 13, dan RW 15. Yang kumuh banget di RW 4,” kata Slamet.
Eksekutif Direktur Peduli Jakarta Melny Nova Katuuk atau akrab disapa Nova menuturkan dari hasil verifikasi di 25 KK, terdapat 23 KK yang memiliki pengeluaran di atas Rp1 juta per bulan. Angka tersebut jauh dari kategori miskin ekstrem yang disampaikan BPS DKI beberapa waktu lalu yakni dengan pengeluaran Rp11.633 per hari.
"Bahkan, ada 1 KK yang dikategorikan miskin ekstrem ternyata berpenghasilan Rp300 ribu per hari dan tinggal di rumah dua lantai. Memang dari hasil pendataan di 25 KK tersebut hampir semua adalah buruh dan nelayan. Jadi warga ini tidak memiliki penghasilan tetap," ujar Nova.
Berdasarkan hasil pengambilan data dan wawancara, mereka mampu membiayai kebutuhan sehari-hari seperti biaya listrik dan makan. Bahkan, ada 3 KK yang mampu berlangganan WiFi sebesar Rp250.000/bulan atau setidaknya mampu membeli pulsa telepon genggam.
Dari hasil verifikasi data, pihaknya menemukan sebagian warga memiliki sepeda motor dan kebanyakan warga mengonsumsi air mineral isi ulang dengan biaya Rp6.000/tiga hari sekali.
"Ironisnya ada masyarakat yang terdata miskin ekstrem ternyata mengonsumsi rokok sebanyak 2-3 bungkus sehari," ucapnya.
Dia bersama timnya juga mengidentifikasi bahwa dari 25 KK yang terdata miskin ekstrem hampir semua merupakan warga penerima aktif bantuan sosial dari pemerintah.
"Kalau tidak salah Pemprov DKI dalam rilis pers menyebutkan 16 jenis bantuan sosial kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang telah menyerap anggaran Rp17,18 triliun. Nah, ini anggaran yang sangat besar. Data kemiskinan ekstrem dari BPS perlu diuji lagi supaya bantuan sosial tepat sasaran,” ungkapnya.
Menurut dia, ada 6 KK penerima 3 jenis bantuan sosial dari Pemprov DKI. Penerima 2 jenis bantuan sosial berjumlah 6 KK dan 8 KK yang menerima 1 jenis bantuan sosial dari pemerintah. Tercatat hanya 5 KK yang tidak menerima bantuan sosial.
Nova mendesak BPS segera melakukan pemutakhiran data dan menyamakan persepsi data kemiskinan dengan Kemensos, Pemprov DKI, Dukcapil, dan lembaga lainnya. Sebab, BPS adalah satu-satunya lembaga statistik besar di Indonesia yang menjalankan mandat konstitusi untuk memetakan masalah kemiskinan.
“Saya rasa BPS perlu menyamakan persepsi data dengan Pemprov DKI, Kemensos, Dukcapil, dan lainnya tentang data kemiskinan di Jakarta. Sebab, data BPS akan dipakai untuk memetakan isu global tentang kemiskinan, bahkan menentukan arah kebijakan pemerintah," katanya.
(jon)