Saatnya Evaluasi Zonasi PPDB

Sabtu, 04 Juli 2020 - 06:16 WIB
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengkritik jalur zonasi tersebut. Hal itu lantaran Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tidak menggunakan kriteria jarak rumah ke sekolah, tetapi menggunakan kelurahan sebagai penentu. "Polemik ini seharusnya tidak terjadi apabila adanya sikap tegas pemerintah yang ikut mengevaluasi petunjuk teknis PPDB sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44/2019 sebagai acuan," kata Syaiful. (Baca juga: Besok, Pendaftaran PPDB Jalur Zonasi RW di Jakarta Dibuka)

Namun, Pemprov DKI bersikukuh tetap menjadikan kelurahan sebagai basis penentu zonasi. Otomatis, semua calon siswa di satu kelurahan memiliki bobot yang sama sehingga umur menjadi faktor seleksi penentu dominan dibandingkan jarak. Seleksi pun dipilih dari usia tertua ke termuda.

Sesuai Permendikbud, penetapan zonasi dilakukan dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah. Jarak tempat tinggal ke sekolah dapat diukur menggunakan teknologi informasi. "Daerah lain seperti, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur menggunakan aplikasi Google Maps untuk akurasi zonasi. Tidak ada alasan Jakarta untuk tidak menggunakan teknologi yang sama," ujarnya.

Masalah PPDB tidak hanya sebatas pada perkara zonasi, tetapi juga berbagai masalah teknis. Hal ini pun ditegaskan oleh Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, banyak pengaduan berkaitan dengan kendala teknis. "Pengaduan didominasi masalah teknis yang mencapai 10 kasus atau 66,66%. Pengaduan terkait kebijakan sebanyak 5 kasus atau 33,33% dari total pengaduan," ungkap Retno.

Seluruh pengaduan tersebut dilakukan secara daring dan terdiri atas lima pengaduan dari jenjang TK yang ingin mendaftar ke SD, dua pengaduan jenjang SD ke SMP/MTs yang ingin mendaftar ke SMA/SMK/MA. Tidak hanya masalah teknis, pemalsuan surat domisili pun banyak terjadi di beberapa daerah.

"Untuk saat ini KPAI baru mendapat tiga laporan terkait kaus tersebut. Dari Pekanbaru, Kabupaten Buleleng, dan Sumatera Utara, demi mendapatkan sekolah mereka berbuat apa pun demi mendapatkan hak pendidikan anak," tutur Retno. (Baca juga: Perlu Solusi Cepat Atasi Kisruh PPDB DKI)

Bila masalah ini ingin diperbaiki, pengamat pendidikan Doni Koesoema menyarankan harus ada perhitungan cermat soal supply dan demand-nya. Seperti berapa anak lulusan SD dan ketersediaan sekolah SMP. Begitu pun di jenjang berikutnya.

"Pemerintah juga harus memikirkan bagaimana strategi pemerataan mutu. Kalau hanya mengandalkan PPDB sistem zonasi tidak akan bisa, harus ada strategi lain yang lebih komprehensif dan berdampak besar," ucapnya.

Adapun lembaga pendidikan yang berbasis daring atau virtual bukan menjadi salah satu solusi untuk masalah PPDB. "Pembelajaran melalui metode online seperti bimbingan belajar bukan solusi tepat untuk bisa meloloskan PPDB, karena yang dibutuhkan saat ini bukan lagi nilai, tetapi jarak. Yang sekarang dibutuhkan adalah pemerintah harus menyiapkan subsidi pendidikan bagi keluarga yang tidak mampu untuk masuk sekolah swasta," papar Doni.

Sementara itu, Bupati Tapanuli Utara Nixon Nababan menilai, sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More