Profil Soewirjo, Gubernur Pertama DKI Jakarta yang Menggaungkan Demam Kemerdekaan RI
Selasa, 20 September 2022 - 15:30 WIB
Awalnya pembacaan proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (sekarang Monas), namun karena pasukan tentara Jepang masih bergentayangan dengan senjata lengkap, maka dipilih kediaman Bung Karno.
Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan pada 19 September 1945 dan Soewirjo ditunjuk sebagai Wali Kota Jakarta pada 23 September 1945.
Ketika Soewirjo memimpin Jakarta persisnya awal 1946, pasukan Sekutu mendarat yang didompleng tentara NICA. Saat itulah, Bung Karno dan Bung Hatta memilih hijrah ke Yogyakarta.
Baca juga: Kisah Ali Sadikin Melegalkan Judi untuk Membangun Jakarta
Namun, Soewirjo tetap berada di Jakarta menginstruksikan kepada semua pegawai pamong praja tetap tinggal di tempat menyelesaikan tugas seperti biasa. Pada 21 Juli 1947 saat Belanda melancarkan aksi militernya, Soewirjo diculik pasukan NICA di kediamannya kawasan Menteng. Selama 5 bulan dia disekap di Jalan Gajah Mada kemudian November 1947 diterbangkan ke Semarang lalu dibuang ke Yogyakarta.
Di Yogyakarta, Soewirjo disambut besar-besaran Panglima Besar Soedirman. Kemudian, dia ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-1949). Pada September 1949, Soewirjo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah RI pada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada 17 Februari 1950, Presiden RIS Soekarno mengangkatnya kembali sebagai Wali Kota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, dia menjabat Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo (April 1951-April 1952).
Jabatan lain yang pernah diemban Soewirjo yakni Presiden Direktur Bank Umum Nasional merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian dikenal Bapindo. Soewirjo meninggalkan dunia perbankan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PNI. Lepas dari partai, dia menjadi anggota MPRS kemudian menjadi anggota DPA.
Soewirjo wafat pada 27 Agustus 1967 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.
Sumber:
Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan pada 19 September 1945 dan Soewirjo ditunjuk sebagai Wali Kota Jakarta pada 23 September 1945.
Ketika Soewirjo memimpin Jakarta persisnya awal 1946, pasukan Sekutu mendarat yang didompleng tentara NICA. Saat itulah, Bung Karno dan Bung Hatta memilih hijrah ke Yogyakarta.
Baca juga: Kisah Ali Sadikin Melegalkan Judi untuk Membangun Jakarta
Namun, Soewirjo tetap berada di Jakarta menginstruksikan kepada semua pegawai pamong praja tetap tinggal di tempat menyelesaikan tugas seperti biasa. Pada 21 Juli 1947 saat Belanda melancarkan aksi militernya, Soewirjo diculik pasukan NICA di kediamannya kawasan Menteng. Selama 5 bulan dia disekap di Jalan Gajah Mada kemudian November 1947 diterbangkan ke Semarang lalu dibuang ke Yogyakarta.
Di Yogyakarta, Soewirjo disambut besar-besaran Panglima Besar Soedirman. Kemudian, dia ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-1949). Pada September 1949, Soewirjo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah RI pada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada 17 Februari 1950, Presiden RIS Soekarno mengangkatnya kembali sebagai Wali Kota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, dia menjabat Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo (April 1951-April 1952).
Jabatan lain yang pernah diemban Soewirjo yakni Presiden Direktur Bank Umum Nasional merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian dikenal Bapindo. Soewirjo meninggalkan dunia perbankan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PNI. Lepas dari partai, dia menjadi anggota MPRS kemudian menjadi anggota DPA.
Soewirjo wafat pada 27 Agustus 1967 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.
Sumber:
tulis komentar anda