Izinkan Reklamasi Ancol, Pengamat Nilai Inkonsistensi Kebijakan
Senin, 29 Juni 2020 - 07:28 WIB
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengecam terbitnya izin reklamasi tersebut. Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menilai izin perluasan reklamasi Ancol merupakan ironi kebijakan Gubernur Anies yang pernah berjanji akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Susan menuturkan, Anies pernah berjanji akan menghentikan reklamasi, tetapi faktanya malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. “Sebelumnya juga mengeluarkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah, " ungkapnya.
Menurut dia, keputusan gubernur itu memiliki kecacatan hukum karena hanya mendasarkan pada tiga undang-undang yang terlihat dipilih-pilih. Undang-Undang Nomor 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Ketiga Undang-Undang tersebut terlihat dipilih oleh Anies karena sesuai dengan kepentingannya sebagai gubernur DKI Jakarta," ujarnya. (Baca juga: RUU HIP Harusnya Perkuat Ideologi Bangsa, Bukan Buat Tafsir Baru)
Padahal, kata Susan, di dalam pengaturan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, ada undang-undang spesifik yang mengatur hal ini, yaitu UU Nomor 27/2007 jo UU Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. "Kenapa undang-undang tersebut tidak dijadikan dasar oleh Anies?” Susan menggugat.
Selain itu, pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Ancol, hanya akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta yang tidak sejalan dengan UU Nomor 27/2007 jo UU Nomor 1/2014 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 bertahun 2010.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono malah mengapresiasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin perluasan kawasan rekreasi Dufan dan Ancol Timur. Sebab, hal itu sesuai dengan aturan pemerintah pusat yang memperbolehkan kembali reklamasi di teluk Jakarta. "Itu memang harus dikeluarkan izinnya. Pemerintah pusat kan sudah mengizinkan kembali reklamasi," katanya. (Baca juga: Hilangkan Kesan Angker, Makan Nguwot Dicat Warna Warni)
Menurut Gembong, pemberian izin reklamasi Ancol karena mencermati kekalahan Pemprov DKI Jakarta terhadap gugatan pengembang pulau reklamasi. Pulau-pulau reklamasi yang dicabut izin oleh Pemprov DKI nantinya akan mengadopsi pemberian izin pemerintah pusat terhadap kelanjutan reklamasi. "Semuanya juga akan diizinkan kembali nantinya. Kan pemberhentian reklamasi hanya janji kampanye saja," ungkapnya.
Hal terpenting, kajian terhadap lingkungan sebagai dampak reklamasi harus dikaji ulang. Jangan sampai merusak lingkungan dan biota laut. "Yang paling penting itu soal lingkungan. Perlu ada rekayasa kembali agar tidak merusak biota laut," kata Gembong. (Bima Setiyadi)
Susan menuturkan, Anies pernah berjanji akan menghentikan reklamasi, tetapi faktanya malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. “Sebelumnya juga mengeluarkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah, " ungkapnya.
Menurut dia, keputusan gubernur itu memiliki kecacatan hukum karena hanya mendasarkan pada tiga undang-undang yang terlihat dipilih-pilih. Undang-Undang Nomor 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Ketiga Undang-Undang tersebut terlihat dipilih oleh Anies karena sesuai dengan kepentingannya sebagai gubernur DKI Jakarta," ujarnya. (Baca juga: RUU HIP Harusnya Perkuat Ideologi Bangsa, Bukan Buat Tafsir Baru)
Padahal, kata Susan, di dalam pengaturan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, ada undang-undang spesifik yang mengatur hal ini, yaitu UU Nomor 27/2007 jo UU Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. "Kenapa undang-undang tersebut tidak dijadikan dasar oleh Anies?” Susan menggugat.
Selain itu, pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Ancol, hanya akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta yang tidak sejalan dengan UU Nomor 27/2007 jo UU Nomor 1/2014 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 bertahun 2010.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono malah mengapresiasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan izin perluasan kawasan rekreasi Dufan dan Ancol Timur. Sebab, hal itu sesuai dengan aturan pemerintah pusat yang memperbolehkan kembali reklamasi di teluk Jakarta. "Itu memang harus dikeluarkan izinnya. Pemerintah pusat kan sudah mengizinkan kembali reklamasi," katanya. (Baca juga: Hilangkan Kesan Angker, Makan Nguwot Dicat Warna Warni)
Menurut Gembong, pemberian izin reklamasi Ancol karena mencermati kekalahan Pemprov DKI Jakarta terhadap gugatan pengembang pulau reklamasi. Pulau-pulau reklamasi yang dicabut izin oleh Pemprov DKI nantinya akan mengadopsi pemberian izin pemerintah pusat terhadap kelanjutan reklamasi. "Semuanya juga akan diizinkan kembali nantinya. Kan pemberhentian reklamasi hanya janji kampanye saja," ungkapnya.
Hal terpenting, kajian terhadap lingkungan sebagai dampak reklamasi harus dikaji ulang. Jangan sampai merusak lingkungan dan biota laut. "Yang paling penting itu soal lingkungan. Perlu ada rekayasa kembali agar tidak merusak biota laut," kata Gembong. (Bima Setiyadi)
(ysw)
tulis komentar anda